Polda Sumatera Selatan menangkap AH (20), warga Sukabumi yang berdomisili di Kabupaten Muara Enim, Sumsel, karena menyebarkan hoaks bahwa ada dua warga Sukabumi yang meninggal karena Covid-19.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Selatan menangkap AH (20), warga Sukabumi yang berdomisili di Kabupaten Muara Enim, Sumsel, Rabu (18/3/2020). AH ditangkap karena menyebarkan hoaks bahwa ada dua warga Sukabumi yang meninggal akibat coronavirus disease 2019 atau Covid-19. AH terancam hukuman hingga 10 tahun penjara.
AH menggunggah kalimat yang menyatakan, dua warga Sukabumi meninggal dunia karena terjangkit Covid-19 pada 4 Maret 2020. ”Postingan tersebut membuat panik masyarakat. Bahkan, Wali Kota Sukabumi langsung memberikan klarifikasi,” kata Wakil Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel Ajun Komisaris Besar Dewa Nyoman Nanta Wiranta, Rabu (18/3/2020).
Mabes Polri meminta penyidik dari Polda Sumsel langsung menelusuri keberadaan pemilik akun tersebut. Dari penyelidikan diketahui, AH berdomisili di Muara Enim. AH tinggal di Muara Enim karena mengikuti kakaknya yang bekerja di sana.
Dewa mengatakan, postingan AH di media sosial tersebut menimbulkan kepanikan di masyarakat. Faktanya, orang yang meninggal waktu itu bukan karena Covid-19, melainkan karena sakit jantung. ”Kami berharap agar masyarakat tidak langsung memercayai kabar yang tidak jelas kebenarannya,” kata Dewa.
AH mengatakan, dia tidak berniat menyebarkan hoaks. Postingan itu murni hanya candaan dengan temannya. ”Saya tidak ada niat untuk menyebar hoaks. Saya hanya bercanda,” katanya. Atas kelakuannya ini, ungkap AH, dia meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Dewa mengatakan, dalam kondisi seperti ini tidak tepat untuk menyebarkan candaan terkait Covid-19. Dewa menegaskan, pihaknya akan menelusuri semua hoak terkait Covid-19 terutama di kawasan Sumsel.
Dalam kondisi seperti ini tidak tepat untuk menyebarkan candaan terkait Covid-19.
Kasus lain yang ditelusuri adanya seorang pengemudi ojek daring yang menyebarkan kabar adanya pasien meninggal dunia saat sedang diisolasi di RSUP Dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang. ”Ya, kami sudah melihat video itu dan akan kami telusuri,” kata Dewa. Warga yang terbukti menyebarkan hoaks di media sosial, lanjut Dewa, akan dijerat undang-undang informasi dan teknologi informasi dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Ketua Tim Penyakit Infeksi Emerging RSMH Palembang Zein Ahmad menuturkan, keberadaan hoaks sangat menguras tenaga. ”Energi kami habis untuk menghadapi banyaknya hoaks. Apalagi ketika ada pasien baru yang masuk,” katanya.
Padahal, banyak pasien yang perlu mendapatkan penanganan sesegera mungkin. Salah satu hoaks tersebut menyatakan jika ada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya asal Belanda, NGH (24), terduga positif korona. Padahal, kabar itu tidak benar.
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Sumsel mengatakan, memang benar pada 26 Februari orangtua dari NGH berkunjung ke Palembang untuk menemui anaknya. Kemudian, ibu NGH pulang kembali ke Belanda pada 3 Maret. Di sana, dia mengalami flu ringan.
Untuk itu, Pemerintah Belanda minta orang tua NGH mengisolasi secara mandiri dan menjadikannya sebagai orang dalam pemantauan (ODP). Dengan kondisi seperti itu, lanjut Yusri, sebenarnya NGH tidak masuk dalam ODP karena ibunya bukan orang yang positif korona. ”Hal inilah yang perlu diluruskan,” katanya.
Yusri mengatakan, jumlah ODP di Sumsel sejak Januari sampai saat ini mencapai 80 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 76 orang sudah dinyatakan sehat. Adapun 4 orang lainnya masih dalam pemantauan.
Sementara pasien dalam pengawasan (PDP) sejak Januari hingga kini berjumlah enam orang. Dari jumlah itu, tiga orang dinyatakan negatif dan tiga lainnya masih di ruang isolasi RSMH Palembang. ”Kondisi ketiganya pun saat ini sehat,” ujarnya.