Pemanfaatan limbah sebagai bahan kerajinan perlu diterapkan dalam pendidikan anak sejak dini. Pengelolaan sampah juga menciptakan peluang usaha baru dan mendorong warga berdikari secara ekonomi.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
Pemanfaatan limbah sebagai bahan kerajinan perlu diterapkan dalam pendidikan anak sejak dini. Tumbuhnya kesadaran mengelola limbah terbukti efektif mengurangi sampah sejak dari rumah serta memberi manfaat ekonomi. Tangan mungil Desvia (9) cekatan menggulung kertas-kertas koran. Ratusan lintingan koran telah menanti giliran untuk dianyam. Ia bertekad menyulapnya menjadi tudung saji unik.
Sang instruktur, Yanti Budiyanti, dengan sabar mengawasi dan membantunya. Meski prakarya itu baru dimulai sepekan terakhir, hasilnya cukup rapi. Tiap-tiap gulungan koran terjalin kuat satu sama lain. Bentuknya pun sesuai dengan contoh. Agar lebih kokoh, awet, dan menarik, hasil anyaman dipernis atau dicat.
Nantinya (saya) ingin bisa membuat semuanya.
Ketertarikan Desvia pada kerajinan daur ulang kertas koran tumbuh sejak Yanti menunjukkan berbagai hasil anyaman dari koran bekas. Selain tudung saji, ada pula topi, vas bunga, tempat tisu, dan wadah mainan. ”Nantinya (saya) ingin bisa membuat semuanya,” kata Desvia, Senin (9/3/2020).
Selama ini, kertas koran lebih banyak menumpuk di sekolahnya di kawasan Telanaipura, Kota Jambi. Hanya sesekali koran terbitan lawas yang dimanfaatkan untuk kegiatan prakarya di kelas. Selebihnya, limbah kertas itu dijual ke penampungan barang bekas. Desvia bersama dua rekannya, Kevin dan Daffa, mulai bergelut mengolah limbah koran menjadi anyaman sewaktu diajak guru seni budaya dan prakarya mereka.
Kebetulan sekolahnya berjarak dekat dengan rumah Yanti, pemilik Rumah Baca Evergreen. Di sanalah Yanti rutin memberdayakan anak-anak dan kaum perempuan untuk menggeluti beragam jenis kerajinan tangan. Selain dari koran bekas, ada pula kerajinan dari limbah plastik, biji jali, dan pakis resam. Melihat kemampuan Desvia yang cepat mahir, Yanti pun meyakinkan guru bahwa Desvia dapat diutus mewakili sekolahnya dalam sebuah kompetisi kesenian.
Sejak dini
Pemanfaatan limbah sebagai bahan keterampilan belum banyak diberikan dalam pendidikan anak sejak dini. Menurut Mela, salah seorang tenaga pendidik seni budaya dan prakarya, kegiatan belajar-mengajar memberi porsi lebih besar pada musik dan tari. ”Keterampilan, apalagi yang berbasis pengelolaan sampah dan limbah, masih sedikit porsinya,” ujarnya.
Padahal, menurut Yanti, jika dimaksimalkan pemanfaatannya, anak tak hanya memiliki kesadaran untuk mengelola, tetapi juga akan lebih mampu berdikari. Salah seorang pengelola bank sampah di kawasan Danau Sipin, Leni Haini (42), juga meyakini bahwa kesadaran mengelola sampah dan limbah perlu ditanamkan sedini mungkin. Sampah tidak lagi dianggap sebagai yang harus dibuang, tetapi dapat memiliki nilai baru.
Setelah membuka pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dayung, Leni getol memperkenalkan kepada para siswanya beragam cara pemanfaatan limbah. Ia juga rutin mengajak mereka turun ke danau untuk mengumpulkan sampah, minimal satu kali dalam sepekan. Selanjutnya, kaum ibu setempat membentuk kelompok. Mereka diajari mengolah limbah plastik menjadi barang-barang kerajinan.
Hasilnya dipasarkan pada berbagai acara pameran. Sampah organik pun akan segera mereka olah menjadi pupuk yang dapat dipakai sendiri ataupun dijual. Ia meyakini, jika kesadaran telah tumbuh, produksi sampah dengan sendirinya akan berkurang sejak dari rumah. Hasil pengelolaannya pun menambah penghasilan keluarga.
Di Jambi, produksi sampah juga belum dimanfaatkan maksimal. Saat ini, Kota Jambi menghasilkan 1.552 meter kubik sampah per hari. Baru 62 meter kubik yang dikelola lewat program bank sampah serta 1.202 meter kubik mengalir ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Talang Gulo. Artinya, masih ada 22,6 persen sampah belum tertangani.
Wakil Wali Kota Jambi Maulana kerap mendorong masyarakat agar aktif menghidupkan bank sampah di lingkungan masing-masing. Selanjutnya, limbah dikelola sebagai barang daur ulang. Pemerintah kota juga siap memfasilitasi kelompok-kelompok yang mau mengelola sampah menjadi energi baru. Warga akan diberikan pelatihan dan peralatan pendukungnya.
Jika pengelolaan itu berjalan maksimal, target pemerintah untuk menurunkan produksi sampah hingga 30 persen pada 2024 bisa tercapai. Lebih dari itu, sampah tak lagi menjadi beban, tetapi bernilai manfaat. Pengelolaan sampah juga menciptakan peluang usaha baru dan mendorong warga berdikari secara ekonomi.