Hoaks, Informasi Pasar di Kota Cirebon Tutup akibat Covid-19
Pemkot Cirebon memastikan informasi tutupnya pasar akibat penyakit Covid-19 tidak benar atau hoaks. Pengelola pasar berjanji menyiapkan langkah antisipasi penyebaran virus korona baru di dalam pasar.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, memastikan informasi tutupnya pasar akibat penyakit Covid-19 tidak benar atau hoaks. Pengelola pasar berjanji menyiapkan langkah antisipasi penyebaran virus korona baru di dalam pasar.
”Warga harus hati-hati menerima informasi terkait Covid-19. Apalagi, kabar pasar yang tutup. Itu hoaks. Kami tidak akan menginstruksikan penutupan pasar. Ini urat nadi perekonomian,” kata Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis saat ditemui di Balai Kota Cirebon, Kamis (19/3/2020).
Sebelumnya, beredar informasi di sejumlah grup Whatsapp terkait dengan penutupan pasar untuk mencegah penyebaran Covid-19. Pesannya, semua pasar di Kota Cirebon akan ditutup mulai Jumat (20/3) hingga tiga hari ke depan karena ada penyemprotan disinfektan.
Azis memastikan, tidak ada penutupan untuk penyemprotan disinfektan di pasar. ”Penyemprotan itu tidak efektif. Disemprot pagi, sore hari virusnya bisa datang lagi. Yang terpenting menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta menjaga imunitas tubuh,” katanya.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat agar tidak ke tempat kerumunan orang, seperti pasar, jika tidak ada urusan yang penting. Apalagi, saat ini, seorang pasien yang dirawat di Rumah Sakit Daerah Gunung Jati, Kota Cirebon, terkonfirmasi positif Covid-19.
Pasien tersebut diketahui memiliki riwayat perjalanan di Kota Cirebon. ”Tetapi, bukan warga kami. Virus ini dibawa oleh orang dari luar kota,” ucap Nashrudin Azis.
Kondisi di pasar biasa-biasa saja. Semua terkendali. Kebersihan pasar kami jamin 24 jam.
Direktur Utama Perumda Pasar Berintan Akhyadi mengatakan, meskipun tidak ada penyemprotan disinfektan, pihaknya telah mengantisipasi penularan Covid-19 di pasar. Sebanyak 10 pasar daerah di Kota Cirebon, katanya, telah dilengkapi spanduk soal Covid-19, wastafel, cairan antiseptik di tempat strategis, dan pengumuman berkala agar pedagang dan pembeli menghindari kontak fisik.
”Kondisi di pasar biasa-biasa saja. Semua terkendali. Kebersihan pasar kami jamin 24 jam,” ucapnya. Pihaknya juga telah mendorong pedagang melakukan transaksi nontunai melalui penjualan secara daring.
Dengan begitu, kontak fisik antara pedagang dan pembeli atau sesama pembeli bisa terhindarkan. Potensi penularan Covid-19 pun diantisipasi. Namun, katanya, dari sekitar 10.000 pedagang, kurang dari 200 orang yang menerapkannya di Pasar Gunung Sari.
Dwi Ayu (28), warga Pegambiran, Kota Cirebon, mengaku sempat bingung saat menerima informasi penutupan pasar. ”Kalau tutup, harus belanja di mana? Apalagi, beberapa harga barang naik. Seharusnya pemerintah menjamin ketersediaan bahan pokok,” ungkap ibu satu anak ini.
Di tengah kabar hoaks penutupan pasar, Pemkot Cirebon juga harus memikirkan stok gula pasir yang menipis. ”Stok gula cuma sampai dua minggu ke depan,” ujar Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kota Cirebon Maharani Dewi.
Meski begitu, ia tidak tahu jumlah pasti stok dan kebutuhan gula di Cirebon. Dia mengatakan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan distributor gula pasir. ”Kami upayakan ada stok tambahan dari Lampung setelah dua pekan ke depan. Masyarakat tidak perlu panik dan berbelanja berlebihan,” ucap Maharani.
Saat ini, harga gula di sejumlah pasar berdasarkan pantauan Dinas Perdagangan Koperasi UMKM Kota Cirebon mencapai Rp 16.500 per kilogram. Padahal, harga eceran tertinggi komoditas itu Rp 12.500 per kg.
Menurut Maharani, harga cabai merah juga naik hingga Rp 3.000 per kg, sedangkan cabai rawit melonjak Rp 10.000 per kg. Pihaknya berupaya berkoordinasi dengan pemasok bahan pokok dari daerah lain untuk mencegah kelangkaan barang.