Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya, Papua, menutup akses masuk melalui darat atau udara mulai Senin (23/3/2020) hingga Sabtu (4/4/2020). Tujuannya, mencegah penyebaran Covid-19 yang dipicu virus korona jenis baru.
Oleh
FABIO COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya, Papua, menutup akses masuk darat atau udara mulai Senin (23/3/2020) hingga Sabtu (4/4/2020). Tujuannya, mencegah penyebaran Covid-19 yang dipicu virus korona jenis baru.
Bupati Puncak Jaya Yuni Wonda mengatakan, penularan Covid-19 akan sangat berbahaya apabila terjadi di daerahnya. Alasannya, masih ada daerah terisolasi di Puncak Jaya. Selain itu, infrastruktur kesehatan minim dan jumlah tenaga kesehatan belum memadai.
”Warga tak perlu panik dengan kebijakan ini. Kami telah menyiapkan barang kebutuhan pokok yang cukup selama dua minggu itu,” kata Yuni dalam keterangan tertulis, Jumat (20/3/2020).
Dalam periode itu, Yuni mengatakan, seluruh aparatur sipil negara dan pelajar diminta beraktivitas di rumah masing-masing. Warga juga diminta menghentikan sementara kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti ibadah agama dan upacara kematian.
Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Papua Herry Dosinaen mendukung kebijakan di Puncak Jaya. Namun, ia berharap Pemkab Puncak Jaya terus memastikan ketersediaan bahan makanan bagi warga. ”Puncak Jaya memiliki topografi sulit. Fasilitas kesehatan juga terbatas. Karena itu, kebijakan tersebut tepat untuk mencegah masuknya korona,” tutur Herry.
Sementara itu, total pasien dalam pengawasan (PDP) terkait Covid-19 di Papua bertambah dua orang, Jumat (20/3/2020). Total, kini ada tujuh pasien PDP di Kota Jayapura, Kabupaten Merauke, dan Kabupaten Biak Numfor. Sementara jumlah orang dalam pemantauan sebanyak 332 warga.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Virus Korona Provinsi Papua dr Silwanus Sumule mengatakan, dua PDP baru itu berada di Kota Jayapura. Keduanya mengalami masalah gangguan pernapasan.
Puncak Jaya memiliki topografi sulit. Fasilitas kesehatan juga terbatas. Karena itu, kebijakan tersebut tepat untuk mencegah masuknya korona.
”Kondisi lima pasien lama stabil. Namun, kami masih menunggu hasil tes pemeriksaan sampel lima pasien itu di Jakarta. Kabarnya ada penumpukan hingga ribuan sampel. Hal ini yang menyebabkan terjadi keterlambatan hasil tes pasien dari Papua,” tutur Silwanus.
Sementara itu, meski belum dipastikan bakal efektif, Silwanus mengatakan, Dinas Kesehatan Papua akan mempertimbangkan pemberian chloroquine, yang dikenal sebagai obat malaria, untuk mencegah penularan Covid-19. ”Rencananya kami akan menyiapkan prosedur pemberian chloroquine bagi warga berstatus ODP. Total ada 226.000 tablet chloroquine yang dimiliki Dinas Kesehatan Papua,” tambahnya.