Arogansi sejumlah anggota DPRD Blora yang sempat menolak saat hendak dites kesehatannya seusai kunjungan kerja menjadi contoh tak bijak. Seluruh elemen masyarakat mesti mendukung pencegahan penyebaran Covid-19.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
Saat pemerintah gencar menyerukan warga untuk membatasi kegiatan di tengah pandemi Covid-19, puluhan anggota DPRD Kabupaten Blora, Jawa Tengah, tetap melakukan kunjungan kerja ke Pulau Lombok. Saat pulang, sebagian dari mereka menolak diperiksa kesehatan di Terminal Padangan, Bojonegoro.
Video penolakan pemeriksaan kesehatan itu viral di media sosial dan menjadi perbincangan hangat warganet, Jumat (20/3/2020). Dalam video itu, sejumlah anggota DPRD Blora tampak kesal dan marah kepada anggota tim Dinas Kesehatan Blora yang hendak memeriksa.
Para anggota DPRD Blora itu juga mempertanyakan prosedur pemeriksaan di Terminal Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Terminal itu berjarak sekitar 3 kilometer dari perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur. Mereka pun menanyakan surat tugas, kemudian mengaku siap diperiksa tetapi di rumah sakit di Blora.
Peristiwa itu terjadi pada Kamis (19/3/2020) malam di tengah perjalanan pulang setelah kunjungan kerja ke Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Dari Mataram, 37 anggota DPRD Blora itu menggunakan pesawat ke Surabaya dan dilanjutkan dengan perjalanan jalur darat hingga Blora.
Rombongan berangkat dari Blora pada Senin (16/3/2020). Padahal, saat itu, pemerintah sudah gencar menyerukan antisipasi penyebaran virus korona jenis baru (SARS-CoV-2). Hingga Minggu (15/3/2020) malam, setidaknya sudah ada empat kasus positif Covid-19 di Jateng. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah menetapkan status pandemi saat itu. Namun, rombongan tetap nekat berangkat.
Kami di sana sebenarnya siap diperiksa. (Yang marah-marah) memang gayanya saja seperti itu, tetapi tak masalah. (Dasum, Ketua DPRD Blora)
Ketua DPRD Blora Dasum, Jumat (20/3/2020), mengatakan, 37 dari 45 anggota DPRD Blora berangkat ke Mataram sekitar pukul 13.00. ”Di hari yang sama ada rapat koordinasi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Blora (tentang antisipasi Covid-19) hingga pukul 16.00. Kami telanjur berangkat,” katanya.
Dasum berdalih, kunjungan kerja dilakukan untuk studi banding terkait alat kelengkapan dewan. Kegiatan itu ada dalam rencana kerja dari jauh hari. Adapun surat hasil Rakor Forkompimda baru keluar Senin sore.
Terkait penolakan pemeriksaan, menurut Dasum, sebenarnya tidak seheboh di video. ”Dari Surabaya, rombongan ada yang dijemput dengan mobil, bus, juga ada yang menggunakan kereta api. Kami di sana sebenarnya siap diperiksa. (Yang marah-marah) memang gayanya saja seperti itu, tetapi tak masalah,” ujarnya.
Dasum pun memastikan semua anggota rombongannya sudah diperiksa kesehatan, baik di rumah sakit, puskesmas, maupun Dinas Kesehatan Blora. ”Intinya kami tetap mendukung dan sesuai aturan pemerintah. Yang jelas, kami semua sudah diperiksa kesehatan. Sehat,” ujarnya.
Wakil Bupati Blora Arief Rohman mengatakan, peristiwa yang viral di media sosial itu terjadi karena karena miskomunikasi. Ia menambahkan, pimpinan DPRD Blora pun sudah menyatakan dukungannya untuk pemeriksaan kesehatan sebagai antisipasi penyebaran Covid-19 di Blora. Sudah ada kesadaran bersama.
Pimpinan DPRD Blora pun sudah menyatakan dukungannya untuk pemeriksaan kesehatan sebagai antisipasi penyebaran Covid-19 di Blora. (Arief Rohman, Wakil Bupati Blora)
Ia menambahkan, arahan untuk pembatasan kegiatan yang melibatkan banyak orang serta pembatasan kunjungan-kunjungan kerja sudah ada. ”Itu, kan, arahan gubernur, juga pemerintah pusat. Diminta jangan ke mana-mana dulu sampai aman. Juga ada di dalam rakor (Forkompimda),” katanya.
Terkait hal itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menuturkan, dirinya mendorong para pejabat untuk memeriksakan kesehatan secara menyeluruh. ”Saya lihat video anggota DPRD (Blora) yang mesti dicek. Saran saya malah dicek (kesehatan) semua. Kalau kita tahu, jika kita kena, mengisolasinya, kan, enak,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Andreas Pandiangan, menilai, penolakan disertai kemarahan para anggota DPRD Blora merupakan sesuatu yang tak pantas. Mereka seharusnya berterima kasih karena diberi perhatian oleh Dinas Kesehatan Blora yang melakukan kebijakan jemput bola.
Menurut Andreas, anggota DPRD harus menunjukkan diri berani mencegah. ”Toh, mereka juga tak mengeluarkan biaya. Saya pikir, petugas kesehatan pun ada prosedur tetapnya, tidak asal mencegat. Anggota Dewan harus taat pada kebijakan darurat pemerintah sekarang. Masyarakat saja diimbau lakukan dengan beragam cara. Mereka yang difasilitasi, kok, enggak mau,” katanya.
Andreas menambahkan, pemeriksaan itu penting karena terkait kesehatan mereka sendiri serta warga lainnya. ”Kalau ada apa-apa dengan mereka, kan, yang rugi mereka sendiri dan warga lainnya. Semua pihak perlu bersama-sama mengantisipasi penyebaran virus ini,” katanya.
Menurut data Pemprov Jateng, hingga Jumat (20/3/2020) pukul 15.00, tercatat ada 12 kasus positif Covid-19 di Jateng dan tiga di antaranya meninggal. Selain itu, terdapat 123 pasien dalam pengawasan (PDP) dirawat serta 2.236 orang dalam pemantauan (ODP). Sementara di Blora tercatat ada 1 PDP dan 129 ODP serta belum ada kasus positif.
Selain komunikasi dan koordinasi yang baik di antara lembaga pemerintahan, setiap orang serta lembaga tak semestinya mengedepankan ego, apalagi arogansi di tengah-tengah ikhtiar mengantisipasi penyebaran virus korona baru. Sebaliknya, seluruh pihak mesti bersatu dengan kehati-hatian dan tanpa kepanikan.