Pengungsi Sulit Terapkan Jarak Aman untuk Antisipasi Covid-19
Lebih dari 80.000 warga Kabupaten Bandung terdampak banjir akibat luapan sungai Citarum dan 900 di antaranya mengungsi. Selain pangan dan bahan pokok lainnya, para pengungsi membutuhkan alat kesehatan berupa sabun cuci
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
SOREANG, KOMPAS – Lebih dari 80.000 warga Kabupaten Bandung terdampak banjir akibat luapan sungai Citarum dan 900 di antaranya mengungsi. Selain pangan dan bahan pokok lainnya, para pengungsi membutuhkan alat kesehatan berupa sabun cuci tangan dan masker sebagai antisipasi Covid-19.
Banjir yang terjadi sejak Jumat (20/3/2020) malam ini melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojongsoang. Berdasarkan perkembangan informasi dari Badan Penganggulangan Bencana Daerah Minggu (22/3) pagi, banjir tersebut merendam lebih kurang 12.073 rumah, 72 tempat ibadah dan 41 sekolah.
Sebanyak kurang lebih 900 jiwa mengungsi di beberapa titik yang telah disediakan. Lokasi yang terbatas tidak sebanding dengan jumlah pengungsi sehingga peraturan jarak aman untuk mengantisipasi penularan Covid-19 tidak bisa dilaksanakan.
Sabtu kemarin ada petugas yang sudah menyemprotkan disinfektan ke sini. Petugas kesehatan juga ada yang memeriksa warga yang mengungsi. Rata-rata lansia dan anak-anak mengalami batuk pilek. Kemarin di sini mendapatkan 50 masker, tapi khusus untuk yang sakit (Tita)
Tita (46) koordinator pengungsi kampung Bojongasih, Desa Dayeuhkolot menuturkan, pos pengungsian menampung 163 jiwa. Dari jumlah tersebut, terdapat warga lanjut usia (lansia) 12 jiwa, balita 12 jiwa, dan bayi dua jiwa.
Untuk menghindari penumpukan pengungsi di aula utama, tutur Tita, petugas membagi pengungsi di tiga ruangan. Namun, kondisi tersebut tetap belum memadai. Jarak tempat tidur setiap warga kurang dari satu meter, jauh dari angka ideal antisipasi Covid-19 yang mencapai dua meter antar individu. Di setiap titik tampak tumpukan pakaian pengungsi yang dipisahkan oleh kasur darurat.
“Sabtu kemarin ada petugas yang sudah menyemprotkan disinfektan ke sini. Petugas kesehatan juga ada yang memeriksa warga yang mengungsi. Rata-rata lansia dan anak-anak mengalami batuk pilek. Kemarin di sini mendapatkan 50 masker, tapi khusus untuk yang sakit,” tuturnya.
Penyemprotan
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bandung Enjang Wahyudin menyampaikan, pihaknya telah meminta penyemprotan disinfektan ke setiap pos pengungsian oleh Palang Merah Indonesia. Penyemprotan itu dilakukan untuk membersihkan pos pengungsian dan diharapkan bisa mengurangi potensi Covid-19.
Selain itu, BPBD juga telah membagikan bantuan dari Dinas Kesehatan untuk warga di pengungsian, di antaranya 600 unit masker, satu unit cairan pembersih tangan 500 mililiter, 40 botol cairan pembersih isi 60 mililiter, serta isi ulang lima galon cairan. Pengungsi juga mendapatkan sabun pencuci tangan ukuran 500 mililiter dengan isi ulang satu galon.
“Kami tetap berkoordinasi dengan aparat setempat dan terus melakukan assessment dan evakuasi. Sebagian warga masih tinggal di rumah masing-masing,” ujarnya.
Abo (52), warga RW 007 Kampung Muara, Kecamatan Baleendah, memilih untuk tetap di rumah untuk menghindari potensi penularan Covid-19. Dia bersama tiga anggota keluarga lainnya tinggal di lantai dua rumahnya. Saat ditemui, Abo bersama cucunya membersihkan lumpur yang menutupi pekarangan rumahnya setebal lebih dari 10 sentimeter.
Beruntung, banjir yang melanda kawasan Bandung Selatan hanya berlangsung selama lebih kurang dua hari. Padahal, tutur Abo, banjir yang melanda Jumat lalu sebesar yang terjadi pada tahun 2010, dengan banjir selama hampir seminggu.
“Kemarin banjir mulai dari Jumat sore, trus naik sampai Sabtu dini hari. Minggu pagi sudah surut, tinggal lumpur. Kalau tentang Covid-19, sudah tidak terpikir lagi, kami lebih khawatir banjir susulan,” tuturnya.