Persediaan Alat Pelindung Diri di Jateng Hanya Cukup Lima Hari
Persediaan alat pelindung diri untuk tenaga kesehatan di rumah sakit-rumah sakit di Jawa Tengah umumnya hanya cukup untuk kebutuhan 3-5 hari ke depan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Persediaan alat pelindung diri untuk tenaga kesehatan di rumah sakit-rumah sakit di Jawa Tengah umumnya hanya cukup untuk kebutuhan 3-5 hari ke depan. Sambil menunggu kiriman dari pusat, sejumlah produksi mandiri, seperti di RSUD Dr Moewardi, Solo, diupayakan.
Pada Senin (23/3/2020), di kantor Dinas Kesehatan Jateng, Kota Semarang, Pemerintah Provinsi Jateng menggelar telekonferensi dengan dinas kesehatan di 35 kabupaten/kota. Secara umum, keterbatasan terjadi pada ketersediaan alat pelindung diri (APD) dan viral transport medium (VTM) atau alat pengangkut sampel spesimen terkait Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo mengatakan, keterbatasan APD terjadi merata. ”Saat ini sebenarnya ada, tetapi tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan 2-3 minggu. Rata-rata hanya cukup untuk 3-5 hari sehingga berbagai upaya kami lakukan,” katanya.
Menurut Yulianto, titik terang terkait ketersediaan APD sebenarnya sudah ada seiring pengadaan yang dilakukan pemerintah pusat. Dari informasi yang ia terima, Jateng akan mendapat 10.000 set APD. Namun, ia belum tahu waktu pastinya dan berharap pendistribusian segera terlaksana.
Sambil menunggu itu, Yulianto menyebutkan pihaknya terus mendata dan menginventarisasi kebutuhan APD setiap daerah di Jateng. Selain mencari ketersediaan di pabrik-pabrik, pihaknya juga akan mengembangkan APD sendiri berupa gaun steril, seperti yang dibuat RSUD Dr Moewardi, Solo.
Diberitakan sebelumnya, RSUD Dr Moewardi, dengan menggandeng sejumlah penjahit lokal, membuat sendiri APD gaun steril berbahan polypropylene spunbond. Saat ini, rumah sakit tersebut memproduksi 200-250 buah per hari untuk kebutuhan internal serta dinas kesehatan.
Yulianto mengatakan, APD alternatif itu steril. ”Bahan dan desain sama (seperti buatan pabrik), bedanya tak dipromosikan. Prinsipnya sederhana, untuk melindungi tenaga medis dari virus. Tentu berbeda, misalnya, dengan gaun untuk operasi yang harus sangat steril,” ujarnya.
Harga APD tersebut berkisar Rp 30.000-Rp 40.000, berbeda dengan APD buatan pabrik yang harganya sekitar Rp 150.000 per set. Menurut Yulianto, APD alternatif tersebut berpotensi dikembangkan sehingga daerah bisa mandiri, tanpa bergantung pada produk asing.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyampaikan, RSUD Dr Moewardi bisa menjadi rujukan pembuatan APD secara mandiri. ”Silakan rumah sakit di seluruh Jateng koordinasi dengan Dinkes Jateng apabila kekurangan APD. Kalau ada yang ingin belajar membuat sendiri juga boleh, datang langsung ke RS Moewardi,” ujarnya.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan sudah menganggarkan pembelian sejumlah alat kesehatan, seperti APD, masker, dan sarung tangan. Itu dilakukan mengingat keterbatasan APD telah menjadi permasalahan hampir di semua rumah sakit yang menangani pasien terkait Covid-19.
”Dari informasi yang saya terima, sudah dilakukan pemesanan ke berbagai distributor, tetapi paling cepat datang Jumat (27/3/2020), bahkan bisa sampai Senin. Karena itu, kami juga membutuhkan informasi dari masyarakat di mana yang produknya siap. Nanti Dinkes (Kota Semarang) membeli untuk didistribusikan ke rumah sakit-rumah sakit,” katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Semarang menyiapkan anggaran Rp 27 miliar, yang bersumber dari pergeseran APBD Kota Semarang serta dana tidak terduga, untuk penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19. Dana itu akan digunakan untuk membeli peralatan medis, obat, vitamin, cairan antiseptik, disinfektan, pakaian pelindung diri, serta kapsul evakuasi.