Kami sudah tidak lagi mencari keuntungan. Yang penting bagaimana tetap menggaji karyawan. Sudah tidak ada penghasilan, bagaimana perusahaan bisa (menggaji)? Jangan sampai ini nanti jadi sumber konflik.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Stimulus yang pertama diberikan pemerintah di sektor pariwisata dinilai tak relevan untuk membantu industri pariwisata sebagai sektor yang paling pertama terpukul pandemi Covid-19. Untuk itu, pelaku usaha mengusulkan sektor pariwisata juga bisa mendapat keringanan pajak penghasilan bagi karyawan dan pajak penghasilan badan usaha seperti sektor manufaktur.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran saat dihubungi dari Jakarta, Senin (23/3/2020), mengatakan, puncak jatuhnya industri pariwisata diperkirakan pada Mei. Saat ini, akibat penghasilan berhenti, beberapa perusahaan menyubsidi biaya operasional rutinnya untuk Maret dan April dari keuntungan tahunan (year on year) pada Januari dan Februari.
Namun, sebagian perusahaan lain sudah tidak punya dana cadangan lagi untuk menggerakkan roda usaha karena sudah terdampak Covid-19 sejak awal tahun saat China pertama kali terkena wabah.
”Mereka sudah terpaksa menutup total fasilitasnya karena tidak ada sumber pembiayaan lain. Sebagian memang masih bisa menyubsidi, tetapi ini sudah mau memasuki bulan April. Industri tidak akan kuat sampai Mei kalau situasinya masih seperti ini,” katanya.
Penerapan stimulus pertama yang diberikan pemerintah untuk industri pariwisata pada Februari 2020, tutur Maulana, tidak lagi relevan di tengah pembatasan bepergian. Demikian pula stimulus pembebasan pajak hotel dan restoran yang belum dirasakan pelaku usaha karena implementasinya terganjal kebijakan pemerintah daerah yang berbeda dari pemerintah pusat.
Sementara, ujarnya, roda bisnis pariwisata akan berhenti total seiring dengan kebijakan pembatasan bepergian dan seruan beraktivitas dari rumah untuk menekan laju penyebaran Covid-19.
”Kami sudah tidak lagi mencari keuntungan. Yang penting bagaimana tetap menggaji karyawan. Sudah tidak ada penghasilan, bagaimana perusahaan bisa (menggaji)? Jangan sampai ini nanti jadi sumber konflik,” katanya.
Kami sudah tidak lagi mencari keuntungan. Yang penting bagaimana tetap menggaji karyawan. Sudah tidak ada penghasilan, bagaimana perusahaan bisa (menggaji)? Jangan sampai ini nanti jadi sumber konflik.
Maulana mengatakan, mengingat sejumlah insentif pariwisata menjadi ranah pemda, khususnya terkait pajak, perlu ada kebijakan dari pemda. ”Saat ini pemda memang sedang fokus di persoalan kesehatan. Namun, masalah usaha yang tutup ini juga harus diperhatikan karena masyarakat banyak yang bergantung dari pemasukan harian,” katanya.
Kebijakan stimulus dari pemerintah yang lebih relevan dan tepat sasaran untuk pelaku usaha pariwisata pun dinanti. PHRI sudah mengajukan usulan agar sektor pariwisata juga bisa mendapat keringanan pajak penghasilan bagi karyawan (PPh 21) dan pajak penghasilan badan usaha (PPh 25) seperti sektor manufaktur.
”Kami berharap sifatnya sudah bukan lagi imbauan, tetapi perintah, karena dari pengalaman stimulus pertama, ternyata kepala daerah tidak aware,” kata Maulana.
PHRI sudah mengajukan usulan agar sektor pariwisata juga bisa mendapat keringanan pajak penghasilan (PPh 21) dan pajak penghasilan badan usaha (Pph 25) seperti sektor manufaktur.
Sementara itu, dalam konferensi pers jarak jauh via daring, Senin, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan kebijakan dan langkah untuk mengurangi dampak Covid-19 bagi pelaku usaha di sektor pariwisata. Dalam waktu dekat, pemerintah akan mengumumkan langkah konkret.
Tidak hanya untuk hotel dan restoran, tetapi juga sektor usaha lainnya yang berkaitan di sektor pariwisata. Misalnya, agen biro perjalanan serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang ikut terpukul akibat terhentinya arus wisatawan dan lesunya bisnis hotel dan penginapan.
Beberapa di antaranya kebijakan realokasi anggaran Kemenparekraf untuk dialihkan ke kebutuhan penanganan Covid-19. Selain itu, pengusulan stimulus ekonomi yang bisa meringankan beban pelaku usaha di sektor pariwisata. Namun, Wishnu tidak menjelaskan secara rinci kebijakan-kebijakan itu. ”Supaya mengurangi potensi PHK karyawan di sektor ini,” ujarnya.
Secara terpisah, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menggelar audiensi via konferensi video jarak jauh dengan PHRI serta perwakilan serikat buruh dan pekerja di sektor pariwisata, Senin, untuk mengantisipasi ancaman PHK. Ia meminta agar pelaku usaha mencegah terjadinya PHK dengan segala daya upaya. Ia memahami, semua pihak, baik pengusaha maupun pekerja, sama-sama terdampak.
Pemerintah sedang menggodok sejumlah skema untuk memberi insentif bagi pekerja agar tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup meski pemasukannya tergerus di tengah wabah. Sementara itu, pengusaha juga diminta tidak melakukan PHK.
”Kedepankan dialog bersama, sama-sama terbuka dan memahami situasi. Yang dibutuhkan kerja sama untuk mencari solusi dan menghindari PHK,” katanya.
Kedepankan dialog bersama, sama-sama terbuka dan memahami situasi. Yang dibutuhkan kerja sama untuk mencari solusi dan menghindari PHK.
Wishnutama menegaskan, dengan kasus Covid-19 yang setiap hari terus meningkat pesat, prioritas pemerintah saat ini adalah menghentikan penyebaran secepatnya. Oleh karena itu, per 18 Maret 2020, pemerintah sudah meminta agar semua sektor pariwisata menunda semua kegiatannya selama periode masa darurat mengatasi Covid-19 ini.
”Prioritas saat ini adalah mengatasi wabah,” katanya.
Untuk membantu penanggulangan wabah, Kemenparekraf juga telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk bekerja sama dengan jaringan hotel. Hotel-hotel akan dialihfungsikan sebagai tempat istirahat para tenaga medis dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di berbagai daerah.
”Agar mereka lebih dekat dengan rumah sakit yang menangani wabah dan jika diperlukan, bisa dijadikan lokasi isolasi mandiri,” katanya.