RS Moewardi Solo Produksi hingga 250 Baju Hazmat Alternatif Per Hari
Baju hazmat itu berbahan polypropylene spunbond sebanyak 200-250 buah per hari. Pembuatannya tetap mengacu pada standar dan prosedur higienitas.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi, Solo, Jawa Tengah, memproduksi alat pelindung diri jenis baju hazmat berbahan polypropylene spunbond sebanyak 200-250 buah per hari. Upaya ini mengantisipasi minimnya ketersediaan pakaian tersebut di tengah kebutuhan tinggi karena wabah virus korona baru pemicu Covid-19.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, di kantor Dinas Kesehatan Jateng, Kota Semarang, Senin (23/3/2020), mengatakan, saat ini, alat pelindung diri (APD) menjadi hal yang ramai diperbincangkan. Pasalnya, kebutuhan APD di sejumlah rumah sakit meningkat, tetapi ketersediaan terbatas. Padahal, APD sangat penting untuk keamanan tenaga kesehatan.
”RSUD Dr Moewardi dengan kreatif membuat sendiri. Bahannya sama (dengan hazmat buatan pabrik), lalu jahit sendiri. Melalui Dinkes Pemprov Jateng, kami akan siapkan lagi,” kata Ganjar.
”Dengan inovasi dan kreasi seperti ini, daerah bisa membantu (pemerintah) pusat. Tak membebani pusat. Belum lagi nanti akan banyak perusahaan yang bisa membuat seperti ini,” lanjutnya.
Ganjar menambahkan, saat ini pihaknya juga sedang mengecek ketersediaan masker untuk kebutuhan di Jateng. Sementara untuk hand sanitizer, sejumlah perusahaan dan pelajar telah menemukan cara pembuatannya sehingga diyakini bakal terpenuhi di tengah permintaan yang melonjak.
”Silakan rumah sakit di seluruh Jateng koordinasi dengan Dinkes Jateng apabila kekurangan APD. Kalau ada yang ingin belajar membuatnya sendiri juga boleh, datang langsung ke RSUD Dr Moewardi,” ujar Ganjar.
Adapun setiap Dinkes di 35 kabupaten/kota di Jateng juga diminta untuk mendata kebutuhan APD dan lainnya.
Harganya berkisar Rp 30.000-Rp 40.000, sedangkan yang buatan pabrik sekitar Rp 150.000, tetapi sulit dicari.
Kepala Bidang Pelayanan Penunjang RSUD Dr Moewardi, Solo Bambang SW menjelaskan, pakaian hazmat alternatif yang dibuat pihaknya terbuat dari polypropylene spunbond. Dalam memproduksi APD itu, RSUD Dr Moewardi menggandeng para penjahit lokal, dengan jumlah produksi 200-250 per hari.
”Harganya berkisar Rp 30.000-Rp 40.000, sedangkan yang buatan pabrik sekitar Rp 150.000, tetapi sulit dicari. Sejauh ini, kami produksi untuk keperluan internal, memenuhi kebutuhan rumah sakit, dan dinas kesehatan. Di RSUD Moewardi, satu pasien (untuk penanganan) membutuhkan 15 APD per hari,” tutur Bambang.
Meski dibuat sendiri, lanjutnya, standar dan prosedur keamanan dalam pembuatan pakaian hazmat tetap dikedepankan. Sebelum dibuat, para penjahit juga dipastikan dalam kondisi sehat, bersih, dan mencuci tangan. Selain itu, pakaian APD itu juga hanya untuk sekali pakai. Setiap habis dipakai langsung dibakar.
Sementara itu, hingga Senin, 23 Maret, pukul 08.20, terdapat 15 kasus positif Covid-19 di Jateng. Sebanyak 12 masih dirawat dan 3 orang meninggal. Kota Semarang dan Solo menjadi daerah dengan kasus positif terbanyak, masing-masing 6 kasus, disusul Kabupaten Magelang, Banyumas, dan Kota Pekalongan masing-masing 1 kasus positif.
Sementara itu, pada Senin, PT Phapros Tbk memberikan bantuan berupa 100 dus multivitamin produksi sendiri serta 100 liter hand sanitizer kepada Pemprov Jateng. ”Keduanya menjadi dua produk yang paling dicari masyarakat saat ini. Kami berupaya memenuhi agar masyarakat terhindar dari penularan Covid-19,” kata Direktur Utama PT Phapros Barokah Sri Utami.