Sejumlah warga Jawa Tengah yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya diperkirakan ”mudik awal” meski belum memasuki bulan Ramadhan 2020. Mereka diimbau tidak mudik dulu serta mementingkan kesehatan diri dan bersama.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah warga Jawa Tengah yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya diperkirakan ”mudik awal” meskipun belum memasuki bulan Ramadhan 2020. Mereka diimbau tidak mudik dulu serta mementingkan kesehatan diri dan bersama di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Antisipasi mudik awal tersebut, antara lain, dilakukan di Kabupaten Jepara, Minggu (22/3/2020) dan Selasa (24/3/2020). Bertempat di Mayong Square dan Terminal Welahan, para penumpang bus menuju Jepara dicek dan didata untuk kemudian terus dipantau.
”Kami memeriksa suhu tubuh penumpang serta mengedukasi mereka, seperti tidak usah keluar rumah dulu selama dua minggu. Jika kondisi tak membaik, mereka diminta melapor ke PSC (Public Safety Center) 119 Jepara,” kata Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jepara Arwin Noor Isdiyanto, Rabu (25/3/2020).
Menurut Arwin, pemeriksaan pada bus itu hanya dilakukan dua hari, untuk kemudian dilakukan pemantauan langsung di masyarakat. Pembentukan gugus tugas di tingkat kecamatan dan desa dinilai lebih efektif ketimbang pemeriksaan di bus-bus.
”Sudah kami evaluasi dan berikutnya kami memilih mendekat hingga ke tingkat desa agar lebih terpantau. Di kampung, saat ada orang pulang dari luar kota, maka lingkungannya akan tahu. Jadi, diarahkan untuk melapor ke desa. Ini akan lebih efektif,” lanjut Arwin.
Arwin menuturkan, pada pengecekan Selasa lalu, terdata sedikitnya 500 penumpang bus yang masuk ke Jepara. Mereka berasal dari Jabodetabek. Kendati demikian, secara umum tak ada peningkatan pergerakan signifikan karena memang banyak warga Jepara yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya.
Menurut data Pemerintah Provinsi Jateng, jumlah pemudik pada Lebaran 2019 diperkirakan 8,6 juta orang. Jumlah tersebut meningkat sekitar 16 persen dari Lebaran 2018. Peningkatan itu antara lain karena telah terhubungnya jalan tol dari Jakarta sampai Surabaya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, ”rembesan" pemudik ke Jateng memang telah diprediksi dan diproyeksikan. Pihaknya akan mengomunikasikan hal itu dengan pemerintah daerah lain, terutama DKI Jakarta dan Jawa Barat, terkait antisipasi lonjakan pemudik pada masa tanggap darurat Covid-19 secara nasional.
”Saya mengusulkan agar sebelum keluar Jakarta atau Jabar, ada kerja sama di perbatasan untuk mencatat kondisi masing-masing. Insya Allah kami komunikasikan. Lebih baik lagi jika yang ada di tempat kerja saat ini tidak usah mudik dulu dan yang ada di sini tidak usah nengok dulu,” tutur Ganjar.
Menurut Ganjar, mudik lebih awal menjadi pilihan karena sejumlah perusahaan dan kantor di Jakarta mengurangi jam kerja, bahkan tak beroperasi. Ia mengingatkan, apabila pemudik dalam kondisi fit, hal itu tak masalah. Namun, jika tidak fit, bisa berpotensi membahayakan warga yang sehat.
Kondisi itu berbenturan dengan kebijakan belajar dari rumah bagi siswa. ”Apabila (pemudik) tak fit berinteraksi dengan siswa atau siapa pun yang mestinya di rumah tetapi di luar rumah, maka berbahaya. Tim kami sedang menghitung-hitung ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo menyebutkan, pihaknya menganalisis data statistik serta secara epidemiologis tentang perkembangan wabah Covid-19 di Jateng. Segala bentuk pencegahan dilakukan guna menekan angka kasus.
”Dari analisis tersebut, kita akan melihat bagaimana agar keberlangsungan ini tidak terlalu lama. Upaya promotif dan preventif terus kami lakukan, seperti diagnosis dini. Jadi, kami lakukan pencegahan, deteksi dini, pengobatan, dan penindakan yang tepat,” ucap Yulianto.
Menurut data Pemprov Jateng pada Rabu (25/3/2020) pukul 17.30, terdata 38 kasus positif Covid-19 di Jateng, dengan rincian 34 orang dirawat dan 4 orang meninggal. Jumlah itu meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan sehari sebelumnya, Selasa, yang terdata 19 kasus positif.