Polisi menggagalkan pengiriman 1,7 ton merkuri ilegal senilai Rp 2,2 miliar. Kapal motor kayu yang mengangkut merkuri itu dari Pulau Seram, Maluku, dengan tujuan Baubau, Sulawesi Tenggara, dicegat di Laut Banda.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Polda Maluku menggagalkan pengiriman 1,7 ton merkuri ilegal senilai Rp 2,2 miliar. Kapal motor kayu yang mengangkut merkuri itu dari Pulau Seram, Maluku, dengan tujuan Baubau, Sulawesi Tenggara, dicegat di Laut Banda. Nakhoda kapal mengaku pernah mengangkut merkuri dengan jumlah yang hampir sama beberapa waktu lalu.
Direktur Polisi Perairan dan Udara Polda Maluku Komisaris Besar Harun Rosyid di Ambon, Rabu (25/3/2020), mengatakan, penangkapan itu dilakukan pada Senin (23/3/2020). Satu tersangka berikut kapal berukuran 5 gros ton dan barang bukti sudah dibawa ke Ambon keesokan harinya. Dua tersangka yang sempat melarikan diri berhasil ditangkap dan dibawa ke Ambon pada Rabu malam.
Polda Maluku sudah berkoordinasi dengan Polda Sulawesi Tenggara untuk mengejar pemilik merkuri yang diduga berdomisili di Baubau.
Barang bukti merkuri itu dikemas dalam puluhan jeriken. Merkuri dibeli di Pulau Seram dengan harga Rp 1 juta per kilogram kemudian akan dijual di Baubau dengan harga berkisar Rp 1,3 juta per kilogram. Artinya, total harga seluruh merkuri itu sekitar Rp 2,2 miliar. ”Polda Maluku sudah berkoordinasi dengan Polda Sulawesi Tenggara untuk mengejar pemilik merkuri yang diduga berdomisili di Baubau,” ujar Harun.
Ia menambahkan, penangkapan itu terjadi saat kapal patroli milik Polairud mencurigai ada muatan barang ilegal yang dibawa sebuah kapal motor bernama Cahaya Baru. Saat kapal patroli mendekat, kapal tersebut malah melaju semakin kencang menuju daratan terdekat. Polisi mengeluarkan tembakan peringatan sebanyak tiga kali, tetapi tidak diindahkan. Akhirnya, polisi memutuskan menembak buritan kapal beberapa kali.
Kapal masih terus melaju ke daratan hingga terdampar di pesisir Desa Simi, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru. Anak buah kapal, yakni BA (27) dan AB (31), loncat dari kapal dan melarikan diri ke hutan. Adapun nakhoda kapal, ZA (54), yang juga hendak melarikan diri, berhasil ditangkap. Setelah menggeledah, polisi menemukan merkuri di dalam kapal itu. ZA dibawa ke Ambon, sementara BA dan AB ditangkap pada Rabu pagi.
Merkuri itu dibawa dari Pulau Seram, tepatnya Desa Iha, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat. Merkuri diproduksi di desa itu. Bahan baku merkuri, yakni batu sinabar, ditambang dari Gunung Tembaga yang terletak tidak jauh dari desa tersebut. Kepada polisi, ZA mengatakan, ia pernah mengangkut merkuri beberapa waktu lalu. Ini kali kedua. Perjalanan dari Pulau Seram ke Baubau memakan waktu lebih dari dua hari.
ZA telah diserahkan ke penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Maluku. BA dan AB akan menyusul setelah tiba di Ambon pada Rabu malam. Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku Komisaris Besar Eko Santoso mengatakan, ZA telah ditetapkan sebagai tersangka. Sejumlah penyidik kini bergerak ke lokasi produksi merkuri di Desa Iha.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat menilai para pelaku kejahatan memanfaatkan kesempatan di tengah penyebaran penyakit Covid-19 yang kini mengglobal sehingga menyita perhatian aparat. Ia mengatakan, sejauh ini pengawasan di pintu keluar Pulau Seram, terutama kawasan tambang sinabar itu, tetap diprioritaskan. Pasalnya, tambang sinabar di Pulau Seram menjadi perhatian pemerintah pusat.
Tambang itu pernah ditutup pada akhir 2017 atas perintah Presiden Joko Widodo. Namun, produksi merkuri itu menandakan tambang sinabar masih beroperasi. ”Anggota kami sudah sering menangkap. Kenapa bisa sampai seperti itu? Itu yang kami terus dalami,” ujarnya. Diduga, ada orang kuat yang berada di balik langgengnya penambangan sinabar dan produksi merkuri di daerah itu.
Penggunaan merkuri untuk tambang menjadi perhatian dunia. Merkuri menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan, otak, jantung, ginjal, hati, paru, sistem saraf, dan sistem kekebalan tubuh. Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar peredaran merkuri dihentikan. Tahun 2017, pemerintah meratifikasi Konvensi Minamata yang melarang perdagangan dan penggunaan merkuri.
Hal itu ditindaklanjuti dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata tentang Merkuri serta Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (Kompas, 31/12/2019).