Asa Baru Kembali Ke Jamu
Di tengah kebingungan melindungi diri dari ancaman pandemi Covid-19, banyak warga kembali tersadar akan khasiat berbagai jenis rimpang dan olahannya berbentuk jamu.
Di tengah kebingungan melindungi diri dari ancaman pandemi Covid-19, banyak warga kembali tersadar akan khasiat berbagai jenis rimpang dan olahannya berbentuk jamu. Resep warisan leluhur yang diyakini mustajab memperkuat daya tahan tubuh itu pun diburu.
Jamu antikorona, begitu namanya. Selama dua pekan terakhir, Sriningsih (31), penjual jamu keliling asal Japunan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, setiap malam sibuk meramu resep jamu untuk memenuhi permintaan para pelanggan. Berapa pun dibuat pasti ludes terjual.
Baca juga : Demam Korona, Jamu Sutini Jadi Primadona
”Itu sebenarnya jamu empon-empon. Warga sekarang menyebutnya jamu antikorona. Khasiatnya meningkatkan daya tahan tubuh, menghilangkan capek dan pegal linu. Sekarang wajib bawa kalau jualan,” ucap Sriningsih, Minggu (22/3/2020).
Itu sebenarnya jamu empon-empon. Warga sekarang menyebutnya jamu antikorona.
Racikan jamu empon-empon terdiri dari temulawak, kunir, jahe, serai, dan kayu manis. Untuk menambah khasiat, sebagian pelanggan meminta ramuan itu dicampur jamu cabe puyang.
Sriningsih sebenarnya sudah paham racikan jamu itu sejak lama. Namun, ia tak sering membuat karena bercita rasa pahit dan kurang disukai konsumen. Belakangan, setelah muncul wabah Covid-19, banyak orang baru teringat manfaat dan khasiatnya.
Jenis jamu lain yang banyak dicari meliputi kunir asam dan beras kencur. Meningkatnya animo masyarakat mengonsumsi jamu membuat omzet Sriningsih yang semula sekitar Rp 600.000 per hari kini meningkat 20 persen menjadi lebih dari Rp 700.000 per hari.
Baca juga : Masker Langka, Warga Minum Jamu
Peningkatan minat ini juga membuat Sriningsih yang biasanya berjualan pukul 08.00-13.00 kini bisa pulang lebih cepat, sekitar pukul 11.00. ”Semua jamu lebih cepat habis,” ucapnya.
Mardiman (43), pembuat dan penjual jamu keliling asal Kelurahan Rejowinangun Selatan, Kota Magelang, mengatakan, sejak dua pekan lalu dirinya mulai memproduksi jamu empon-empon. ”Setiap hari saya membuat 15 botol jamu empon-empon dan semuanya selalu habis. Bahkan, banyak pembeli sengaja pesan dahulu,” ujarnya.
Meningkatnya permintaan jamu membuat harga bahan bakunya ikut naik hingga dua kali lipat. Agus (45), pedagang bahan jamu dan empon-empon di Pasar Rejowinangun, Kota Magelang, mengatakan, harga jahe yang biasanya Rp 30.000-Rp 35.000 per kilogram (kg) sejak dua minggu lalu naik menjadi Rp 50.000-Rp 60.000 per kg. Khusus jahe merah yang biasanya dihargai maksimal Rp 50.000 per kg kini menjadi Rp 80.000-Rp 90.000 per kg. Harga temulawak yang sebelumnya Rp 8.000 per kg menjadi Rp 15.000 per kg.
Kendati harga naik, permintaan tetap tinggi. Agus mencontohkan, penjualan temulawak yang biasanya hanya 5 kg per hari kini mencapai 15 kg per hari. Volume pembelian pun naik.
”Jika satu orang biasanya hanya beli 0,5 kg jahe atau temulawak sekarang bisa beli 2-3 kg,” ujarnya.
Jamu daring
Tidak hanya secara konvensional, jamu marak dibeli secara daring (online) seiring pembatasan sosial. Natalia Dewi (31), penjual jamu daring di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengatakan, pesanan jamu meningkat drastis dalam masa pandemi Covid-19. Tidak hanya dari dalam kota, tetapi juga luar kota, seperti Jakarta dan Depok.
”Semula, saya jualan jamu lewat online ini untuk sampingan. Tidak setiap hari ada pesanan. Namun, sekarang setiap hari setidaknya kirim lima paket,” kata Natalia, Kamis (19/3/2020).
Aplikasi Instagram dipilih untuk menjual jamu dengan nama akun Mbale Jampi. Pembeli biasanya menanyakan ketersediaan jamu dengan mengirimkan pesan langsung kepadanya. Ada juga yang bertanya lewat aplikasi Whatsapp. Bagi pembeli dari luar Yogyakarta, pengiriman jamu lewat jasa ekspedisi. Sementara untuk pelanggan dalam kota, pesanan jamu bisa dikirimkan lewat ojek daring.
Jamu Mbale Jampi ada beragam jenis, mulai dari peras hingga bubuk. Semuanya dibuat dengan proses alami. Seiring munculnya Covid-19, ia juga membuat racikan khusus atas permintaan pelanggan.
”Banyak yang tanya, ada tidak jamu korona. Ternyata itu empon-empon. Lalu saya buat racikannya,” kata Natalia.
Racikan khusus itu diberi nama Mix Booster yang dijual sebagai jamu bubuk. Natalia menjualnya Rp 50.000 per bungkus berisi 250 gram. Jamu tersebut berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh. Adapun bahan bakunya temulawak, jahe, kunyit, kayu manis, kapulaga, dan secang. Bubuk gula aren ditambahkan agar tidak pahit.
Anindwitya Rizqi Monica (24), penjual jamu daring lain di Yogyakarta, juga mengalami lonjakan pesanan. ”Biasanya laku 300-an botol per bulan. Maret ini sudah terjual hampir 400 botol, padahal belum genap satu bulan,” ujarnya.
Monica menggunakan sistem pesan dahulu untuk menjual jamu lewat akun Instagram. Jamu yang dijual antara lain beras kencur, kunir asam, dan gula asam. Jamu dikemas dalam botol berukuran 250 mililiter (ml) dan 650 ml. Jamu dalam kemasan botol berukuran 250 ml dijual Rp 13.000, sedangkan untuk kemasan 650 ml Rp 27.000. Selain dipesan daring, jamu itu juga disetorkan ke hotel-hotel.
”Beberapa waktu terakhir ini, saya agak kewalahan dengan banyaknya pesanan. Kami baru bisa memproduksi sedikit. Sekitar 150 botol sekali produksi. Produksi juga baru dua kali seminggu,” kata Monica.
Sejak tiga hari lalu, mulai dari bapak hingga dua anak saya yang masih kecil, semuanya minum jamu empon-empon.
Banyak konsumen mengaku telah membuktikan khasiat jamu dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Ada juga yang menjadikan jamu sebagai terapi herbal.
Hada (51), warga Secang, Kabupaten Magelang, mengatakan rutin mengonsumsi jamu dalam setahun terakhir setelah menderita asam urat. Bahkan, ia merasa jamu lebih berdampak positif daripada obat-obatan yang dikonsumsi. Apalagi, jamu tak meninggalkan efek samping.
Ketika tukang jamu langganannya membuat jamu empon-empon, dia langsung tertarik. ”Tidak secara khusus untuk korona, saya mencoba sebagai upaya menjaga tubuh dari serangan berbagai virus,” ujarnya.
Ari (30), warga Kota Magelang, bahkan menambah pembelian jamu untuk dikonsumsi keluarga. ”Sejak tiga hari lalu, mulai dari bapak hingga dua anak saya yang masih kecil, semuanya minum jamu empon-empon,” ujarnya.
Adapun Anies Gustiarsih (32), konsumen jamu daring asal Sleman, menyatakan sangat terbantu dengan penjualan jamu secara daring. Ia tak harus keluar rumah jika ingin mengonsumsi jamu.
”Kita semua, kan, diminta tidak banyak beraktivitas di luar. Jadi, sangat praktis kalau bisa dipesan lewat online seperti ini,” ucapnya.
Kearifan lokal
Guru Besar Farmakologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mustofa mengatakan, jamu dan empon-empon sudah dikonsumsi nenek moyang untuk menjaga kesehatan sejak dahulu. Sejumlah penelitian dengan metode kultur sel dan uji coba pada hewan menunjukkan, jamu dan empon-empon, seperti kunci, kencur, dan temulawak, mengandung senyawa aktif yang mampu meningkatkan sistem imun.
Dalam buku The Power of Jamu (2017), Dr Martha Tilaar mencatat, jamu sudah dikenal masyarakat Nusantara sejak ratusan tahun silam. Di Candi Borobudur, misalnya, terdapat relief kalpataru, pohon mitologis yang melambangkan kehidupan abadi. Di bawah pohon itu tergambar orang sedang menghancurkan bahan-bahan untuk pembuatan jamu. Selain itu, pada dinding Candi Borobudur juga ditemukan relief perempuan sedang mencampur tanaman untuk pemulihan dan perawatan tubuh.
Sementara dalam eJournal Kedokteran Indonesia berjudul ”Jamu, Obat Tradisional Asli Indonesia: Pasang Surut Pemanfaatannya di Indonesia” (2013), Ernie H Purwaningsih dari Departemen Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menjelaskan, istilah djamoe dimulai sejak abad 15-16 M yang tersurat dalam primbon di Kartasura.
Adapun uraian jamu secara lengkap terdapat di Serat Centhini yang ditulis Kanjeng Gusti Adipati Anom Mangkunegoro III (1810-1823). Djamoe merupakan singkatan dari djampi yang berarti ’doa’ atau ’obat’ serta oesodo (husada) yang berarti ’kesehatan’. Dengan kata lain, djamoe berarti doa atau obat untuk meningkatkan kesehatan.
Maraknya konsumsi jamu belakangan bisa dimaknai sebagai usaha manusia meningkatkan kesehatan. Sebuah laku positif untuk menjaga warisan kearifan lokal sekaligus melestarikan aneka tanaman obat Nusantara.