Dampak ekonomi wabah Covid-19 mulai terasa di Ambon, Maluku. Banyak warga kecil kehilangan pendapatan sehingga semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Oleh
frans pati herin
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Dampak ekonomi wabah Covid-19 mulai terasa di Ambon, Maluku. Banyak warga kecil kehilangan pendapatan sehingga semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka terancam kekurangan bahan makanan. Pemerintah perlu menyiapkan solusi untuk menanggulangi dampak tersebut.
Taufiq (33), sopir angkutan kota di Ambon, Kamis (26/3/2020), mengatakan, untuk sementara ia berhenti beroperasi. Jumlah penumpang turun drastis setelah banyak orang memilih tinggal di rumah. Rata-rata penghasilan normal per hari yang mencapai Rp 250.000 kini anjlok hingga di bawah Rp 100.000.
”Saya sudah kembalikan mobil ke bos. Saya tidak mau paksa karena uang untuk isi bahan bakar saja tidak cukup, belum setoran ke bos dan uang untuk makan minum. Sekarang saya bingung, tidak tahu mau buat apa,” katanya saat ditemui di salah satu kamar kos di Karang Panjang, Ambon.
Di kos itu ia tinggal bersama istri dan seorang adiknya. Setiap bulan, ia harus membayar sewa kos sebesar Rp 700.000. Sementara untuk kebutuhan makan, tiap hari paling sedikit memerlukan Rp 50.000. ”Mau dapat uang sebanyak itu dari mana?” ujar Taufiq yang tidak punya penghasilan tambahan.
Lain lagi dengan Icha (24), karyawati sebuah warung makan yang kehilangan pekerjaannya setelah warung itu ditutup untuk mencegah penyebaran Covid-19. Icha dan dua karyawan lainnya dirumahkan. Janda satu anak itu pun otomatis kehilangan pendapatan. Ia memilih keluar dari kos dan pulang ke kampungnya di Pulau Seram.
Jika bertahan, ia tak bisa membayar sewa kamar per bulan seharga Rp 800.000. Selama ini, ia patungan memenuhi biaya itu dengan seorang temannya yang juga sama-sama dirumahkan. Gaji selama bekerja di rumah makan Rp 1 juta per bulan. ”Nanti kalau tidak ada lagi virus korona, saya balik ke Ambon untuk kerja lagi. Mudah-mudahan badai ini cepat berlalu,” kata Icha.
Sementara itu, Muklis (32), penjual sayur di Pasar Mardika, Ambon, tetap nekat berjualan meski wabah Covid-19 terus menyebar di Indonesia, termasuk Maluku. Ia berjualan untuk menghidupi istri dan tiga anaknya. Pria asal Buton, Sulawesi Tenggara, itu juga menyewa kamar kos dengan harga Rp 600.000 per bulan.
Ia tidak punya pilihan lain, seperti menumpang sementara di rumah keluarga. Ia tak punya keluarga dekat atau kerabat yang bisa menerimanya. ”Sudah jadi risiko hidup. Tetap jualan saja,” ujar Muklis.
Selama berjualan di pasar, ia menggunakan sapu tangan sebagai pengganti masker. Meski demikian, ia tidak bisa menjaga jarak dengan pedagang lain maupun pembeli. Tempat jualan yang sempit membuat mereka berdesakan.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol mendesak pemerintah mencari solusi bagi mereka yang kehilangan pendapatan, misalnya dengan memberikan bantuan makanan. Jika tidak, terbuka kemungkinan akan terjadi kelaparan.
”Yang paling terdampak adalah mereka yang bekerja dengan upah harian. Juga mereka dengan pendapatan harian dari hasil berjualan di pasar, tukang ojek, dan tukang becak,” ujar Benediktus.
Namun, hingga Kamis malam, Pemerintah Provinsi Maluku maupun Pemerintah Kota Ambon belum juga mengambil langkah terkait merosotnya pendapatan masyarakat. Pemerintah masih fokus pada penanganan pasien dan sosialisasi pencegahan penularan Covid-19. Di Maluku saat ini terdapat satu orang positif Covid-19, 4 pasien dalam perawatan, dan 98 orang dalam pemantauan.