Ekspor Sisik Ikan dari Jateng Masih Hasilkan Rp 6 Miliar Per Bulan
Sisik ikan olahan dari Jateng jadi salah satu komoditas ekspor hasil perikanan unggulan yang menghasilkan miliaran rupiah dalam sebulan. Komoditas itu potensial meskipun bahan baku masih bergantung pada negara lain.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sisik ikan olahan asal Jawa Tengah menjadi salah satu komoditas ekspor hasil perikanan unggulan bernilai miliaran rupiah setiap bulan. Komoditas itu berpotensi dikembangkan. Namun, sebagian besar bahan bakunya masih bergantung pada negara lain.
Data Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Semarang menyebutkan, sebanyak 58,74 ton sisik ikan diekspor ke Jepang pada Februari 2020. Total nilai ekonominya mencapai Rp 6 miliar. Unit pengolahan komoditas tersebut terletak di Magelang, Jawa Tengah.
Pada 2019, total ada 670 ton sisik ikan olahan yang diekspor dari Jateng senilai Rp 78 miliar. Jumlah tersebut meningkat signifikan dari tahun sebelumnya, yakni 268 ton senilai Rp 24 miliar. Sisik ikan pun masuk 10 komoditas perikanan dengan nilai tertinggi.
Menurut data BKIPM Semarang, pada Februari 2020 diekspor 4.238 ton produk perikanan senilai Rp 236 miliar, seperti daging rajungan, surimi, udang, cumi-cumi, dan sisik ikan. Lima negara tujuan utama ialah Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, China, dan Korea Selatan.
Nilai ekspor tersebut lebih tinggi 13 persen dibandingkan periode sama setahun sebelumnya, Rp 206 miliar. Adapun pada periode 24-30 Maret 2020, telah dan akan dikirim sebanyak 32 kontainer dari 19 unit pengolahan ikan di Jateng ke 10 negara tujuan ekspor.
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Data Informasi BKIPM Semarang Ely Musyarofah, Jumat (27/3/2020), mengatakan, sisik ikan diambil dari nila dan kakap merah. Di Jepang, sisik ikan jadi bahan kolagen, salah satunya bahan pembuat kosmetik. Namun, 70 persen bahan baku masih bergantung pada impor dari India dan Bangladesh. Sementara sisanya dari ikan lokal.
”Sisik ikan diolah dengan teknik tertentu, termasuk dicuci dan dikeringkan, sebelum kemudian diekspor ke Jepang,” kata Ely.
Ely menambahkan, masih terbatasnya suplai dari bahan baku lokal karena kebanyakan ikan yang diekspor dari Indonesia berbentuk utuh. Ada sejumlah unit pengolahan ikan filet, tetapi belum banyak yang memanfaatkan sisik ikan agar mendapat nilai tambah, untuk diolah dan diekspor.
Menurut dia, sisik ikan memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai komoditas ekspor unggulan di Jateng. ”Namun, (untuk bahan baku lokal) perlu ada keberlanjutan. Sempat ada pengolahan filet yang memanfaatkan sisik ikan, tetapi tidak rutin,” kata Ely.
Sisik ikan diolah dengan teknik tertentu, termasuk dicuci dan dikeringkan, sebelum kemudian diekspor ke Jepang.
Kepala BKIPM Semarang R Gatot Perdana menambahkan, saat ini momentum bagi Indonesia mengekspor sisik ikan ke Jepang. Sebab, di tengah wabah Covid-19, Jepang membatasi produk dari China, kompetitor Indonesia dalam ekspor sisik ikan.
”Biasanya, kita berkompetisi dengan China dalam mengekspor sisik ikan. Namun, saat ini Jepang sedang menyetop dari China sehingga bisa dimanfaatkan,” kata Gatot.