Tantangan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di daerah kian kompleks oleh mobilitas pekerja informal ke kampung halaman yang akhir-akhir ini banyak terjadi.
Oleh
TIM KOMPAS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketiadaan regulasi yang tegas melarang warga mudik ke kampung halaman karena berpotensi membawa virus korona baru penyebab Covid-19 menghadirkan problem baru di daerah. Pengawasan ketat terhadap warga yang datang dari area episentrum Covid-19 mutlak diperlukan.
Meski mobilitas antardaerah secara umum menurun dan sudah ada imbauan tidak mudik, pergerakan warga perantau ke kota asal masih terjadi. Di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, misalnya, hingga Kamis (26/3/2020), setiap malam terpantau sekitar 20 bus membawa pemudik dari Jakarta dan sekitarnya.
Untuk meminimalkan penyebaran Covid-19, Pemerintah Kabupaten Blora rutin memeriksa kondisi kesehatan penumpang bus antarkota antarprovinsi. Bus juga disemprot disinfektan. Pemeriksaan dilakukan di Kunduran, perbatasan Blora dan Grobogan. Hal serupa dilakukan di Surabaya, Jawa Timur. Penumpang yang tiba di bandara, pelabuhan, terminal, dan stasiun di Surabaya wajib menjalani pemindaian suhu tubuh, juga melalui bilik disinfektan.
Pemerintah Provinsi DKI tengah mengkaji untuk membuat regulasi guna mencegah mobilitas pemudik.
Di Yogyakarta, Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X menginstruksikan agar warga dari daerah lain yang masuk ke DIY, termasuk pemudik, diperiksa kesehatannya. Mereka juga akan masuk kategori orang dalam pemantauan (ODP) serta wajib mengisolasi diri minimal 14 hari.
Sultan menambahkan, ODP di DIY lebih dari 1.000 orang. Jumlah itu diprediksi melonjak drastis karena banyak perantau pulang ke DIY. Untuk itu, aparat desa dan anggota TNI-Polri diminta memantau kedatangan pendatang. Terkait mobilitas pemudik, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sejak awal Maret juga sudah mengimbau warga untuk tidak mudik. Kini, Pemerintah Provinsi DKI tengah mengkaji untuk membuat regulasi guna mencegah mobilitas pemudik.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah melarang warga mudik guna mencegah penyebaran virus korona. Kini, pemerintah pusat tengah mengkaji kebijakan pembatasan mudik bersama. ”Apabila kita dapat mereduksi secara signifikan jumlah dan frekuensi program mudik bareng, volume arus mudik dari Jabodetabek akan dapat ditekan signifikan,” ujar Tito.
Analis kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, berpendapat, pemerintah harus segera membuat larangan mudik dan piknik supaya tidak terjadi pertemuan fisik guna mengurangi penyebaran Covid-19. Untuk mendukung kebijakan itu, pemerintah pusat perlu berkolaborasi dengan pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.
Ia mendorong Kemendagri tidak hanya mengimbau, tetapi juga mengeluarkan kebijakan yang tegas dan dibarengi penegakan hukum. Dalam diskusi daring di Jakarta, Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia Adib Khumaidi mengungkapkan, keterlambatan karantina di episentrum wabah dan lambatnya penapisan bisa menyebabkan Covid-19 terus meluas.
Anjuran isolasi mandiri tanpa ketegasan dan sanksi, menurut dia, gagal membendung arus orang meninggalkan Jabodetabek. Banyak pemudik membawa virus karena mayoritas yang terinfeksi hanya disertai gejala ringan, bahkan asimtomatis. Situasi ini menyebabkan banyak kasus positif di daerah dan memicu transmisi lokal, seperti di Subang, Indramayu, dan daerah lain.
Sukarelawan dokter
Kasus positif Covid-19 di Indonesia hingga Kamis (26/3/2020) pukul 12.00 mencapai 893 kasus dengan jumlah kematian 78 orang. Adapun pasien yang sembuh mencapai 35 orang. Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menyebutkan, penyebaran penyakit itu juga bertambah luas dari sebelumnya hanya ada di 24 provinsi menjadi 27 provinsi.
Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia Andre Rahardian mengatakan, bertambahnya kasus positif Covius-19 dan jumlah pasien yang dirawat membuat petugas kesehatan kewalahan. Selain tercukupinya alat pelindung diri, kini juga dibutuhkan setidaknya 1.500 dokter, terdiri dari dokter spesialis paru, dokter anestesi, dan dokter umum, serta setidaknya 2.500 perawat dan petugas administrasi untuk mengatasi pandemi Covid-19.
Menurut Andre, pihaknya sudah bekerja sama dengan banyak lembaga dan organisasi kesehatan di Indonesia untuk menjadi sukarelawan. Bahkan, banyak mahasiswa kedokteran tingkat akhir dipanggil untuk menjadi sukarelawan. Sementara itu, riset dan inovasi terkait penanganan Covid-19 akan dikembangkan secara terpadu.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pemerintah telah membentuk konsorsium riset dan inovasi untuk mendukung percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia.