Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, tidak akan memberlakukan ”lockdown” atau karantina wilayah untuk menghadapi penyebaran Covid-19. Padahal, pendatang dari episentrum Covid-19 terus berdatangan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, tidak akan memberlakukan lockdown atau karantina wilayah untuk menghadapi penyebaran Covid-19. Padahal, pasien dalam pengawasan dan orang dalam pemantauan di Kota Cirebon terus bertambah. Sebagian besar merupakan pendatang dari Jakarta dan sekitarnya.
”Kota Cirebon tidak memberlakukan lockdown. Semoga tidak. Ini tidak menguntungkan secara ekonomi,” kata Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis menjawab pertanyaan Kompas di Balai Kota Cirebon, Jumat (27/3/2020).
Selama ini, Cirebon menjadi pusat perekonomian di bagian timur Jabar. Selain dipadati 107 hotel dan sembilan pusat perbelanjaan, kota seluas 37 kilometer persegi itu juga menjadi tempat perwakilan kantor pemerintah pusat dan provinsi.
Karantina wilayah yang tidak memperbolehkan orang masuk dan keluar kota, menurut Azis, merugikan secara ekonomi. Apalagi, Cirebon yang berada di antara Jabar dan Jawa Tengah telah terhubung dengan jalan tol, rel ganda, serta Bandara Internasional Jabar Kertajati di Kabupaten Majalengka.
Saat ini, katanya, belum ada kasus positif Covid-19 di Kota Cirebon. Seorang pasien tercatat dalam pengawasan yang dirawat di ruang isolasi. Namun, jumlah orang dalam pemantauan terkait Covid-19 mencapai 123 orang, padahal pekan lalu masih berkisar 40 orang. ”Hampir seluruhnya merupakan pendatang dari luar kota,” katanya.
Cirebon menjadi daerah tujuan warga yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya, bahkan luar negeri. Dalam dua pekan terakhir, rata-rata penumpang yang turun di stasiun-stasiun Daop 3 Cirebon sebanyak 4.396 orang per hari. Mereka umumnya berasal dari Jakarta.
Padahal, Jakarta menjadi episentrum wabah Covid-19 dengan 598 kasus positif dan korban meninggal 51 orang. Secara nasional, kasus positif Covid-19 saat ini mencapai 1.046 orang dengan korban jiwa 87 orang.
Menurut Azis, langkah antisipasi penyebaran Covid-19 telah dilakukan. Selain meliburkan kegiatan belajar-mengajar di sekolah dan kampus serta melarang warga berkerumun, pihaknya juga rutin menyemprotkan disinfektan di jalan protokol hingga terminal dan pasar. Minggu ini, penyemprotan telah dilakukan tiga kali.
”Kami akan ketat memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan melibatkan warga. Semuanya, dari tingkat kecamatan hingga RT (rukun tetangga), harus melaporkan jika ada pendatang dari luar,” ujar Azis. Petugas puskesmas akan memantau para pendatang tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon Edy Sugiarto menambahkan, kebijakan karantina memerlukan biaya besar. ”Pemerintah harus memastikan sekitar 320.000 warga bisa makan tiga kali sehari karena tidak boleh bekerja dan hanya di rumah. Ini yang berat,” katanya.
Biaya tak terduga yang disiapkan Pemkot Cirebon, misalnya, berkisar Rp 2 miliar. Padahal, kebutuhan untuk alat pelindung diri di puskesmas di Kota Cirebon mencapai Rp 2,3 miliar. Untuk itu, Edy meminta masyarakat menerapkan pembatasan sosial demi mengurangi penyebaran Covid-19.