Pemerintah Provinsi Maluku belum menutup akses. Namun, di Ambon, warga yang baru datang ke daerah itu wajib menjalani karantina.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Hingga Senin (30/3/2020), sebanyak 134 orang dikarantina di sejumlah mes milik pemerintah di Kota Ambon, Maluku. Karantina itu berlaku bagi mereka yang baru tiba di Ambon menggunakan pesawat udara ataupun kapal laut, yang kondisinya dianggap membahayakan warga lain. Terkait penanggulangan wabah korona baru penyebab penyakit Covid-19 itu, pemerintah daerah tidak menutup akses keluar dan masuk ke Maluku.
Pada Senin pagi, KM Nggapulu menurunkan 431 penumpang di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon. Penumpang itu berasal dari wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Satu per satu penumpang diperiksa identitas diri dan kesehatannya.
Dari jumlah itu, sebanyak 171 orang bukan warga Maluku. Mereka datang untuk berbagai keperluan. Mereka lalu diarahkan ke beberapa mes pemerintah untuk dikarantina selama 14 hari ke depan.
Sementara sisanya yang merupakan warga Maluku diperbolehkan pulang ke rumah dan diminta mengisolasi diri selama 14 hari ke depan. ”Baik yang di mes maupun di rumah, semua tercatat dan masuk pantauan kami. Akan dilakukan pemeriksaan kondisi kesehatan mereka secara berkala,” kata anggota Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 Provinsi Maluku, Melky Lohi, Senin malam.
Selain di Ambon, KM Nggapulu juga akan menurunkan ratusan penumpang di tiga pelabuhan lain di Maluku, yakni Kepulauan Banda, Kota Tual, dan Kepulauan Aru. Menurut Melky, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk menerapkan karantina bagi mereka yang baru tiba. Fasilitas di daerah selain Kota Ambon diketahui sangat minim.
Hingga Senin, pasien yang positif terinfeksi virus korona sebanyak satu orang dan kini dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ambon. Sementara pasien dalam pengawasan tujuh orang. Mereka tersebar di Kota Ambon sebanyak tiga orang, Maluku Tengah satu orang, Kota Tual satu orang, dan Kepulauan Aru dua orang. Adapun jumlah orang dalam pemantauan sebanyak 124 orang.
Sampel semua pasien dalam pengawasan sudah dikirim ke Laboratorium Kementerian Kesehatan di Jakarta pekan lalu, tetapi belum diumumkan. Maluku baru menerima alat tes cepat (rapid test) sebanyak 2.000 unit beserta paket alat pelindung diri bagi tenaga medis juga dengan jumlah sama. Bantuan itu dalam proses pengiriman ke kabupaten/kota. Penggunaan rapid test sangat membantu proses penanggulangan Covid-19.
Pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota maupun provinsi didesak untuk segera menutup akses masuk keluar orang. Dikhawatirkan, orang-orang dari luar datang membawa virus ke Maluku. Sebagai contoh, pasien postif Covid-19 yang ada di Ambon merupakan warga Bekasi, Jawa Barat. Ia datang untuk mengerjakan proyek bangunan salah satu perusahaan di Ambon.
Dikhawatirkan, jika wabah ini meledak di Maluku, akan sulit ditangani lantaran minimnya fasilitas kesehatan, tenaga medis, serta akses transportasi antarpulau. ”Orang-orang hanya menunggu kapan waktunya meninggal. Kalau sampai terjadi, ini adalah pembiaran dan masuk dalam kategori pelanggaran HAM,” kata Ketua Komnas HAM Maluku Benediktus Sarkol.
Melky Lohi yang juga Kepala Biro Humas dan Protokoler Provinsi Maluku menerangkan belum ada opsi menutup akses masuk ke Maluku. Pemerintah provinsi hanya menunggu arahan dari pemerintah pusat. Sejauh ini, pemerintah daerah masih sebatas mengimbau warga untuk tinggal di rumah.
Orang-orang mulai takut setelah tahu banyak korban meninggal. Virus ini lebih bahaya dibandingkan orang baku tembak saat kerusuhan.
Pantauan Kompas di pusat Kota Ambon, volume kendaraan mulai sedikit. Pada malam hari, ”Kota Musik Dunia” itu mulai hening. Hampir semua rumah kopi dan kafe yang biasanya diisi livemusic ditutup. Pada malam hari, di jalanan sesekali terdengar lalu lalang kendaraan.
”Orang-orang mulai takut setelah tahu banyak korban meninggal. Virus ini lebih bahaya dibandingkan orang baku tembak saat kerusuhan,” kata Mey (73), warga.