Sekitar 100.000 pemudik telah berada di Jawa Timur. Keberadaan pemudik bisa memicu ledakan kasus terkait wabah virus korona di Jawa Timur yang berpenduduk sekitar 40 juta jiwa.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sekitar 100.000 pemudik telah berada di Jawa Timur. Sekitar 50.000 orang datang dari luar provinsi dan mancanegara. Sebanyak 50.000 orang lainnya merupakan pemudik dengan pergerakan antarwilayah kabupaten/kota di Jawa Timur.
Pergerakan 100.000 orang dari luar dan di dalam wilayah provinsi berpenduduk 40 juta jiwa ini bisa memicu ledakan kasus warga terjangkit virus korona. Ledakan akan terjadi jika pemudik, terutama yang terindikasi positif virus korona, tidak terpantau dan tidak mengisolasi diri.
Sampai Rabu (1/4/2020) pukul 18.00 WIB, di Jatim tercatat 93 warga positif terjangkit virus korona. Sebanyak 420 orang merupakan pasien dalam pengawasan (PDP). Tercatat 6.565 jiwa adalah orang dalam pemantauan (ODP). Kondisi ini melonjak dibandingkan dengan sepekan sebelumnya atau Rabu lalu, yakni tercatat 51 warga positif, 190 PDP, dan 2.542 ODP.
Lonjakan jumlah ODP hingga warga positif diyakini terkait dengan kedatangan pemudik dan atau pergerakan orang pembawa virus korona dan menularkannya ke orang lain. Penularan akan terus terjadi jika pengawasan lemah serta masyarakat tidak disiplin menjaga kesehatan dan tidak mematuhi protokol antisipasi penyebaran wabah virus korona. Protokol dimaksud ialah menjaga jarak dengan orang lain dan memeriksakan diri meski tidak mengalami gejala secara medis.
Padahal, jumlah pemudik dari luar atau pergerakan pemudik dari dalam wilayah Jatim belum menggambarkan kondisi riil. Mengacu pada data arus mudik Lebaran 2019, jumlah pemudik di dan ke Jatim sebanyak 7,1 juta jiwa.
Pemudik otomatis ODP dan kalau ngeyel, bahkan nekat keluyuran, akan ditindak. (Mochamad Nur Arifin)
Di Jatim, ada hampir 170.000 pekerja sektor transportasi di dalam wilayah provinsi ini di mana 50.000 orang mudik sehingga masih ada 120.000 orang bertahan atau akan mudik. Gelombang kedatangan pemudik, jika benar-benar terjadi, bisa menimbulkan situasi darurat berupa ledakan jumlah kasus virus korona.
”Saya meminta para pemudik melapor ke aparatur setempat, apalagi jika mereka datang dari daerah terjangkit,” kata Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Surabaya.
Khofifah perlu meningkatkan kemitraan dengan para bupati/wali kota yang daerahnya kedatangan pemudik. Keandalan tim kesehatan terpadu beserta dukungan alat pelindung diri dan obat-obatan harus prima. Provinsi harus membantu kabupaten/kota yang kewalahan saat menghadapi lonjakan kasus virus korona.
Kedatangan pemudik
Antisipasi ledakan jumlah kasus ”terpaksa” diambil oleh kalangan bupati/wali kota. Di daerah-daerah yang warganya banyak merantau dan akan kedatangan pemudik, bupati/wali kota menerapkan pembatasan akses, pendataan, dan pengawasan. Daerah tidak bisa melarang warganya mudik di perantauan kecuali mengimbau dan meminta melalui pemimpin paguyuban.
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin yang dihubungi dari Surabaya mengatakan, akses dari dan ke ”Bumi Menak Sopal” hanya melalui tiga lokasi, yakni jalan raya nasional ke arah Pacitan (barat daya), Tulungagung (timur), dan Ponorogo (barat laut).
Akses lainnya, yakni jalan provinsi, kabupaten, dan desa, yang menghubungkan Trenggalek dengan daerah lain, ditutup dan dijaga. Lalu lintas dari dan ke Trenggalek cuma diperkenankan lewat tiga akses jalan raya nasional itu.
Menurut Arifin yang lebih akrab disapa Mas Ipin, di tiga akses utama, pergerakan lalu lintas juga amat dibatasi. Warga luar Trenggalek yang dianggap tidak terlalu berkepentingan ke kabupaten ini diminta kembali. Pemudik yang datang dicek kesehatannya, didata, dan otomatis diminta melakukan karantina diri selama dua pekan dengan pengawasan dari aparatur desa dan jejaring hingga rukun tetangga.
”Pemudik otomatis ODP (orang dalam pemantauan) dan kalau ngeyel, bahkan nekat keluyuran, akan ditindak,” kata Arifin.
Hal serupa diutarakan Bupati Magetan Suprawoto. Larangan mudik tidak diambil karena menyangkut hak prinsip warga. Namun, daerah menjadi kewalahan untuk memastikan dan memantau kedatangan pemudik.
”Tindakan tegas disiapkan, tetapi saya harap tidak perlu diambil jika warga, terutama yang berisiko dan dalam pemantauan, disiplin untuk karantina mandiri,” kata Suprawoto.
Tim kesehatan terpadu juga akan didorong untuk memeriksa kesehatan warga, terutama yang berstatus orang dengan risiko dan ODP. Jika ada yang terindikasi kuat terkena virus korona, warga dimaksud bisa dibawa ke fasilitas kesehatan untuk isolasi dan perawatan.