DPRD dan Komnas HAM Desak Tutup Sementara Akses ke Maluku
DPRD dan Komnas HAM Maluku mempertanyakan sikap Pemerintah Provinsi Maluku yang belum menutup sementara akses ke provinsi itu. Hal tersebut dinilai membuka peluang masuknya virus korona jenis baru penyebab Covid-19.
Oleh
frans pati herin
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — DPRD Provinsi Maluku dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Maluku mempertanyakan sikap Pemerintah Provinsi Maluku yang belum menutup sementara akses ke provinsi itu. Hal tersebut dinilai membuka peluang masuknya virus korona jenis baru penyebab coronavirus disease 2019 atau Covid-19. Pemerintah daerah pun dianggap gagal melindungi warganya dari ancaman virus yang mematikan tersebut.
Hingga Kamis (2/4/2020), akses masuk ke Maluku, baik melalui kapal laut maupun pesawat udara, masih terbuka. Khusus akses laut, terhitung mulai 30 Maret hingga 1 April, sebanyak 1.497 orang tiba di Ambon melalui Pelabuhan Yos Sudarso. Itu belum termasuk pelabuhan di 10 kabupaten/kota lalinnya yang disinggahi kapal laut. Saat ini masih ada kapal penumpang yang sedang berlayar menuju Ambon.
Perlu langkah cepat untuk melindungi masyarakat di sini.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku Anos Yeremias mengatakan, kini sudah saatnya menunda kapal penumpang dan penerbangan masuk ke Maluku. Melihat tren kenaikan penderita Covid-19 di wilayah bagian barat dan tengah Indonesia, sangat besar kemungkinan virus tersebut merambat hingga ke Maluku. Seperti contoh, pasien Covid-19 pertama di Maluku yang sudah sembuh merupakan warga Bekasi, Jawa Barat, yang datang mengerjakan proyek di Ambon.
Penundaan perjalanan ke Maluku itu bertujuan melindungi masyarakat Maluku yang tinggal di daerah dengan akses kesehatan sangat minim. Fasilitas kesehatan dan tenaga medis tidak memadai. Jika wabah itu meledak di Maluku, banyak kemungkinan terburuk bakal terjadi. ”Perlu langkah cepat untuk melindungi masyarakat di sini,” ujar Anos.
Anos mengatakan, dirinya sudah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Maluku Ismael Usemahu untuk menyurati pihak PT Pelni selaku operator kapal dan Kementerian Perhubungan selaku regulatornya. Kepada Anos, Ismael mengatakan segera melaksanakan. ”Namun, hingga kini, dia (Ismael) tidak melakukan apa-apa. Pihak Kementerian Perhubungan dan Pelni belum menerima surat itu,” tutur Anos.
Kompas mencoba menghubungi Ismael melalui saluran telepon untuk mengonfirmasi terkait hal itu, tetapi tidak dijawab. Informasi yang dihimpun dari internal Pelni Ambon ataupun pihak Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Ambon belum ada surat dari Pemerintah Provinsi Maluku. Pelayaran dari dan menuju Ambon masih berjalan seperti biasa.
Desakan untuk menutup sementara akses masuk ke Maluku juga disampaikan Ketua Komnas HAM Provinsi Maluku Benediktus Sarkol. Ia menilai, pemerintah daerah tidak terlalu peduli dengan keselamatan warganya.
”Semua pihak sudah mengingatkan, tetapi tampaknya pemerintah tutup telinga. Kalau sampai virus korona masuk ke Maluku dan menimbulkan korban, itu artinya ada pembiaran,” kata Benediktus.
Benediktus pun mempertanyakan sikap pemprov tersebut. Ia mencontohkan, banyak daerah di Indonesia melakukan penundaan kedatangan penumpang, baik melalui darat, laut, maupun udara. Salah satunya yakni Provinsi Papua. Langkah yang diambil kepala daerah itu demi melindungi warganya. Ia berharap kepala daerah di Maluku lebih mengutamakan kepentingan masyarakat di atas segalanya.
Kepala Biro Humas dan Protokoler Provinsi Maluku Melky Lohi belum bisa menjawab pertanyaan Kompas karena masih mengikuti rapat penanggulangan virus korona di Maluku. Hingga Kamis malam, belum ada penyataan dari Pemprov Maluku terkait masuknya orang-orang ke Maluku.
Sehari sebelumnya, Melky mengatakan, opsi menutup sementara mobilitas penumpang ke Maluku adalah domain pemerintah pusat. Hingga Kamis malam, kasus positif Covid-19 di Maluku jadi nol. Satu pasien positif dinyatakan sudah sembuh. Sementara pasien dalam pengawasan sebanyak sembilan dan orang dalam pemantauan sebanyak 150.