Aturan teknis dari pembatasan sosial berskala besar mendesak diwujudkan. Aturan itu antara lain untuk mengendalikan arus mudik dari Jabodetabek dan mengefektifkan pembatasan di daerah.
Oleh
·4 menit baca
Aturan teknis dari pembatasan sosial berskala besar mendesak diwujudkan. Aturan itu antara lain untuk mengendalikan arus mudik dari Jabodetabek dan mengefektifkan pembatasan di daerah.
JAKARTA, KOMPAS— Pemerintah telah memilih pembatasan sosial berskala besar atau PSBB untuk mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia. Namun, aturan teknis, seperti kriteria pemberlakuan kebijakan itu dan tata cara penerapannya, saat ini masih disusun Kementerian Kesehatan.
Kondisi itu membuat di sejumlah daerah muncul kebijakan yang berbeda-beda terkait pembatasan sosial. Imbauan agar masyarakat tidak mudik guna menghindari penyebaran Covid-19 di daerah juga belum sepenuhnya dipatuhi. Hal ini ditengarai karena belum adanya saksi dan aturan pelaksanaan yang jelas terkait imbauan itu.
Saat ini, imbauan untuk tidak mudik antara lain termaktub dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemerintah Daerah. Imbauan serupa juga disampaikan sejumlah kepala daerah, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ia berharap warga asal Jateng yang sehari-hari tinggal di Jakarta, Surabaya, atau kota perantauan lain tidak mudik. ”Tolong, tidak pulang sekarang dan tetap di posisinya hingga ini mereda,” katanya, Jumat (3/4/2020).
Meski demikian, berdasarkan pantauan Kompas di beberapa wilayah di Pulau Jawa dan Sumatera, masih banyak warga yang mudik.
Di Kabupaten Blora, Jateng, selama masa darurat Covid-19, hingga Kamis (2/4) malam ada 10.867 warga Blora yang pulang dari perantauan. ”Kami minta para pemudik mengisolasi diri secara mandiri di rumah selama 14 hari. Jangan keluar rumah dulu karena 14 hari adalah masa inkubasi virus,” kata Sekretaris Kabupaten Blora Komang Gede Irawadi, Jumat (3/4).
Tiga contoh kasus
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memaparkan tiga kasus Covid-19 akibat aktivitas mudik. Kasus pertama terjadi di Ciamis. Seorang lansia menderita Covid-19 yang berasal dari anaknya yang mudik dari Jakarta. Dua kasus lain terjadi di Bandung. Dua warga dari Jakarta pulang ke Bandung. Saat dites, keduanya positif.
”Ini mengindikasikan potensi penyebaran Covid-19. Para pemudik rata-rata kaum milenial, sedangkan penderita kebanyakan lansia. Akan luar biasa mengkhawatirkan ketika arus mudik tak terkendali,” ujarnya.
Kecemasan ini, lanjut Kamil, akan membesar jika arus mudik mengarah ke selatan Jabar. Pasalnya, warga lansia tak mampu mayoritas ada di selatan Jabar.
Meski mayoritas kasus Covid-19 terjadi di daerah sekitar Jakarta, kini di daerah lain di pelosok Jabar mulai terpantau muncul orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19. Dari peta di Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar, warga yang diwaspadai membawa Covid-19 atau berstatus ODP mencapai 12.979 jiwa. Kasus terbesar di Sukabumi sebanyak 3.024 ODP. Hingga Jumat, 223 warga Jabar berstatus positif Covid-19.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Lampung Reihana menuturkan, kini di wilayahnya ada 35 PDP dan 1.098 ODP. Adapun jumlah kasus positif Covid-19 ada 11 kasus dengan 1 korban jiwa.
Menurut Reihana, jumlah PDP dan ODP ini dipengaruhi masuknya pemudik ke Lampung, khususnya dari wilayah episentrum Covid-19. Selain itu, sejumlah TKI juga pulang ke kampung halaman.
Awasi mudik
Guna mengantisipasi mudik, Bupati Trenggalek, Jawa Timur, Mochamad Nur Arifin menutup 40 akses dari dan ke Trenggalek. Perantau yang pulang kampung setelah lolos pemeriksaan kesehatan ditetapkan sebagai ODP. Mereka diberi pita merah dan harus menjalani karantina mandiri dua pekan. Yang terindikasi terinfeksi virus korona diisolasi di puskesmas atau rumah sakit dan berstatus PDP.
Sementara itu, Pemprov Sumatera Barat meminta para camat, wali nagari, dan wali jorong untuk mengawasi pendatang, terutama dari daerah terjangkit. Warga yang baru tiba di Sumbar wajib mengisolasi diri di rumah 14 hari.
Langkah sejumlah kepala daerah itu sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2020. Dalam butir kedua instruksi kepada gubernur dan bupati serta wali kota disebutkan, ”Melakukan koordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, ormas, dan tokoh masyarakat/agama untuk: menyosialisasikan dan mengimbau masyarakat agar tidak mudik guna menghindari penyebaran Covid-19.”
Lebih lanjut disebutkan, masyarakat yang telanjur mudik agar melakukan isolasi mandiri sebagai ODP, sedangkan pemerintah daerah mempersiapkan karantina kesehatan dan bantuan kedaruratan sesuai protokol kesehatan.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX, Kamis (2/4), menuturkan, aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 guna melaksanakan PSBB saat ini masih dibahas. Aturan turunan berupa peraturan menteri kesehatan ditargetkan rampung dalam dua hari ke depan.
”Sekarang masih harmonisasi antar-kementerian dan lembaga mengenai kriteria (PSBB). Tujuannya supaya segala aspek yang akan ditentukan dalam kriteria tersebut seperti mengenai bagaimana aturan pembatasan di fasilitas umum, sekolah, dan kebutuhan dasar menjadi jelas,” kata Terawan.