Belum Usulkan PSBB, Pemkot Yogyakarta Perketat Pengawasan Pendatang
Pemerintah Kota Yogyakarta belum berencana mengajukan usulan pembatasan sosial berskala besar kepada pemerintah pusat. Mereka mengutamakan pengawasan terhadap para pendatang.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kota Yogyakarta belum berencana mengajukan usulan pembatasan sosial berskala besar kepada pemerintah pusat. Guna mencegah penyebaran penyakit Covid-19 meluas, pemerintah setempat masih fokus pada upaya pengawasan dan pendataan warga pendatang atau pemudik yang memasuki wilayah Yogyakarta.
”Sampai sekarang kami belum mengajukan PSBB (pembatasan sosial berskala besar). Wilayah kami, kan, tidak begitu luas. Upaya-upaya pencegahan sejauh ini masih kami nilai efektivitasnya. Kebijakan yang berjalan saat ini juga masih cukup efektif,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi, saat dihubungi, Sabtu (4/4/2020).
Heroe menuturkan, hingga saat ini, kasus positif Covid-19 di Kota Yogyakarta masih merupakan kasus impor. Hal ini karena para pasien yang positif Covid-19 di Yogyakarta diketahui memiliki riwayat perjalanan dari daerah yang juga terjadi penyebaran Covid-19.
Sampai sekarang, Pemkot Yogyakarta juga mengklaim belum ada transmisi atau penularan lokal penyakit Covid-19 di Yogyakarta. Meski begitu, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta terus melakukan pemantauan terhadap penyebaran penyakit Covid-19 di kota tersebut.
Heroe memaparkan, Pemkot Yogyakarta terus melakukan pemantauan terhadap pemudik yang pulang kampung ke wilayah Yogyakarta. Berdasarkan data Pemkot Yogyakarta, hingga Jumat (3/4/2020), tercatat ada lebih dari 1.000 pemudik yang datang ke Kota Yogyakarta sejak akhir Maret 2020.
Menurut Heroe, warga yang datang itu telah didata oleh pemerintah setempat di tingkat RT ataupun RW. Mereka juga diminta untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Menurut laporan yang diterima Pemkot Yogyakarta, para pemudik mematuhi permintaan isolasi mandiri tersebut.
Warga yang datang itu telah didata oleh pemerintah setempat di tingkat RT ataupun RW. Mereka juga diminta untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.
”Kami lihat masyarakat sudah melakukan pemeriksaan dan antisipasi diri. Artinya, masyarakat sudah sadar. Dan, orang yang datang (pemudik) itu sudah tahu apa yang harus dilakukan,” kata Heroe.
Heroe menyatakan, sampai saat ini penanganan Covid-19 dari Pemkot Yogyakarta masih mengikuti arahan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta yang telah menetapkan status tanggap darurat. Namun, Pemkot Yogyakarta belum memutuskan berapa nilai anggaran yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19.
Saat dihubungi secara terpisah, Wakil Bupati Gunung Kidul Immawan Wahyudi menyatakan, kebijakan pembatasan sosial sebenarnya sudah diberlakukan di kabupaten tersebut. Pembatasan sosial itu di antaranya berupa meliburkan sekolah, membatasi akses jalan keluar-masuk di desa, dan penutupan sejumlah destinasi wisata.
”Pembatasan sosial itu sudah jalan dan bentuknya macam-macam. Di tingkat desa, misalnya, kepala desa melakukan pembatasan akses jalan,” kata Immawan.
Pembatasan sosial di Gunung Kidul tidak mencakup penutupan pasar di desa-desa. Penutupan pasar itu bisa membuat masyarakat kesulitan mendapat kebutuhan barang pokok.
Meski demikian, Immawan mengatakan, kebijakan pembatasan sosial yang diterapkan itu tidak boleh membuat masyarakat kesulitan mendapatkan barang kebutuhan pokok. Oleh karena itu, dia menyebut, pembatasan sosial tersebut tidak mencakup penutupan pasar di desa-desa. Hal ini karena penutupan pasar bisa membuat masyarakat kesulitan mendapat kebutuhan barang pokok.
Dalam kesempatan sebelumnya, Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, Pemprov DIY masih melakukan kajian terkait kebijakan PSBB yang ditetapkan pemerintah pusat. Oleh karena itu, belum bisa dipastikan apakah Pemprov DIY akan mengajukan usulan PSBB kepada pemerintah pusat atau tidak.
Untuk sementara, Kadarmanta menyebut, penanganan Covid-19 di DIY masih berpatokan pada status tanggap darurat yang telah ditetapkan Pemprov DIY sebelumnya. ”Teman-teman masih mengkaji apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Tapi, pada prinsipnya, kan, kita sudah menetapkan status tanggap darurat,” ujarnya.