Pemda Tak Percepat Realokasi APBD untuk Penanganan Covid-19, Dana Transfer ke Daerah Bakal Dipotong
Instruksi dikeluarkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kepada seluruh pemda untuk mempercepat realokasi anggaran guna penanganan Covid-19 karena banyak pemda belum melakukannya. Pemda diberi tenggat tujuh hari.
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah agar mempercepat realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah guna penanganan pandemi Covid-19. Jika dalam tujuh hari sejak instruksi dikeluarkan percepatan tidak dilakukan, sanksi akan dijatuhkan. Kementerian Keuangan bakal memotong dana transfer ke daerah.
Hal itu tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto, di Jakarta, Jumat (3/4/2020), mengatakan, Mendagri mengeluarkan instruksi itu setelah melihat banyak daerah belum melakukan pemfokusan anggaran untuk penanganan Covid-19.
Di dalam instruksi itu disebutkan, percepatan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu (refocusing) atau realokasi anggaran untuk tiga hal.
Pertama, meningkatkan kapasitas penanganan kesehatan. Kedua, penanganan dampak ekonomi, seperti pembebasan pajak daerah dan penguatan modal UMKM. Terakhir, penyediaan jaring pengamanan sosial, seperti pemberian bantuan uang atau barang untuk keluarga miskin dan pekerja informal.
Pengutamaan penggunaan alokasi anggaran atau realokasi lewat optimalisasi penggunaan dana belanja tidak terduga di APBD 2020.
Namun, jika tidak cukup, bisa diambil dari enam pos anggaran lainnya. Di antaranya, belanja modal yang kurang prioritas serta pemangkasan biaya perjalanan dinas dan kegiatan seminar.
Bagi pemerintah daerah yang belum melaksanakan instruksi itu paling lama tujuh hari sejak instruksi dikeluarkan, akan dilakukan rasionalisasi dana transfer.
Adapun terkait anggaran Pilkada 2020 di 270 daerah yang diminta Komisi II DPR direalokasi untuk penanganan Covid-19, Ardian menjelaskan, realokasi anggaran itu menunggu payung hukum yang menyebutkan Pilkada 2020 ditunda. Payung hukum dimaksud bisa peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang merevisi jadwal Pilkada 2020 di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Sejauh ini, keputusan penundaan Pilkada 2020 baru berdasarkan pada hasil rapat dengar pendapat Komisi II DPR, Mendagri, dan penyelenggara pemilu, Senin lalu. Rapat itu meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan perppu penundaan pilkada, tetapi hingga kini perppu belum diterbitkan.
”Kalau anggaran pilkada tak boleh diganggu gugat. Pergeseran anggaran adalah dengan dasar hukum. Yang anggaran pilkada menunggu perppu atau aturan lebih lanjut,” ujar Ardian.
Anggota KPU, Pramono Ubaid, juga telah mengingatkan KPU di daerah agar tidak menyepakati terlebih dulu realokasi anggaran pilkada sebelum ada payung hukum.
Sementara itu, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengingatkan pentingnya pengawasan anggaran penanganan Covid-19. Jika tidak, dia khawatir anggaran dikorupsi seperti kerap terjadi pada anggaran penanganan bencana sebelumnya.
Terkait hal itu, Ketua KPK Firli Bahuri telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 yang ditujukan kepada seluruh instansi pemerintah.
Dalam surat itu, KPK mengingatkan, pengadaan barang dan jasa harus didasarkan pada aturan yang berlaku. Pengadaan harus efektif, transparan, dan akuntabel serta tetap berpegang pada konsep harga terbaik.
KPK juga membentuk tim khusus untuk mengawal dan bekerja bersama satuan tugas penanganan Covid-19 di pusat dan daerah serta dengan pemangku kepentingan lainnya.