Pengelolaan Stok Jadi Kunci Menjaga Harga Pangan di Tengah Pandemi
Di tengah meningkatnya kebutuhan dan harga pangan saat pandemi Covid-19, pengelolaan stok menjadi kunci menjaga harga pangan. Jaga pula daya beli petani di masa panen raya.
Oleh
M Paschalia Judith J/kornelis kewa ama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Stok beras pada akhir Maret 2020 sebanyak 3,97 juta ton. Stok ini mesti dikelola dari sisi distribusi agar harga di tingkat konsumen maupun petani sebagai produsen pangan tetap terjaga.
Jumlah stok beras itu berdasarkan data Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dihitung berdasarkan metode kerangka sampel area. "Stok ini bersifat kumulatif dan tersebar secara nasional," kata Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (3/4/2020).
Lantaran tersebar secara nasional, Guntur berharap, pemerintah dapat mengelola stok beras ini dengan distribusi yang lebih merata, terutama ke daerah-daerah yang minim stok atau yang harga berasnya tinggi. Dengan begitu, harga di tingkat konsumen dapat terkendali.
Di sisi lain, petani sebagai konsumen beras juga membutuhkan harga yang terjangkau agar daya belinya terjaga. "Akibat migrasi pekerja ke daerah sejak adanya imbauan pembatasan jarak fisik, harga-harga bahan pangan di wilayah tempat tinggal petani cenderung naik karena permintaan meningkat," ujarnya.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), rata-rata nasional harga beras medium di tingkat konsumen pada Jumat mencapai Rp 11.850 per kilogram (kg)-Rp 12.050 per kg. Harga ini lebih tinggi dibandingkan pekan lalu yang berkisar Rp 11.750 per kg-Rp 11.950 per kg.
Agar daya beli petani sebagai produsen pangan terjaga, kata Guntur, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani juga mesti terkendali dan tidak terlalu anjlok.
Akibat migrasi pekerja ke daerah sejak adanya imbauan pembatasan jarak fisik, harga-harga bahan pangan di wilayah tempat tinggal petani cenderung naik karena permintaan meningkat.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyatakan, pemerintah menggunakan harga pembelian pokok (HPP) sebagai instrumen pengendalian harga GKP di tingkat petani. Perum Bulog akan menyerap gabah petani.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020, HPP untuk GKP di tingkat petani Rp 4.200 per kg. BPS mencatat, rata-rata nasional harga GKP di tingkat petani pada Maret 2020 mencapai Rp 4.936 per kg.
Menurut Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta, terkendalinya harga pangan di tingkat konsumen penting, tertauma bagi daya beli petani. "Berdasarkan data yang kami himpun, sekitar 60 persen pengeluargan keluarga petani dialokasikan untuk membeli bahan pangan," katanya dalam seminar daring bertajuk "Menjaga Ketahanan Pangan selama Pandemi Covid-19".
Kementan dan BPS juga memperkirakan, produksi beras pada April 2020 sebanyak 5,27 juta ton, sedangkan konsumsi nasional mencapai 2,47 juta ton. Stok pada akhir April 2020 diperkirakan 6,77 juta ton. Sementara pada Mei 2020, produksi beras diperkirakan sebanyak 3,81 juta ton dan konsumsi 2,47 juta ton. Stok pada akhir Mei 2020 diproyeksikan dapat mencapai 8,03 juta ton.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyimpulkan, stok beras bagi masyarakat tergolong aman. "Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kebutuhan bahan pokok karena semua terkendali," ujarnya melalui siaran pers.
Dalam rangka menjaga harga di tingkat konsumen, Felippa berpendapat, pemerintah mesti mengelola stok itu. Salah satunya dengan mekanisme stok penyangga sebagai cadangan beras, terutama selama masa pandemi Covid-19. Terkendalinya harga pangan di tingkat konsumen ini penting agar bantuan jaring pengaman sosial berdampak signifikan pada masyarakat yang membutuhkan.
Berdasarkan salah satu penelitian CIPS, pemberian bantuan sosial dapat tak efektif apabila tak disertai dengan pengendalian harga pangan di tingkat konsumen.
Pemberian bantuan sosial dapat tak efektif apabila tak disertai dengan pengendalian harga pangan di tingkat konsumen.
Di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kelompok Tani Fajar Pagi di Desa Oekam, Kecamatan Amabi Oefeto, memanen 60 hektar jagung jenis komposit varietas Lamuru dengan produktivitas 6 ton per hektar. Ini capaian produksi tertinggi di NTT yang sebelumnya hanya sampai 5 ton per hektar. Jagung ini menjadi andalan stok pangan di tengah ancaman gagal panen tahun ini.
Gubernur NTT Viktor Laiskodat, Kamis sore, mengatakan, di tengah ancaman kemarau panjang dan gagal panen, sebagian petani di NTT, termasuk Kelompok Tani Fajar Pagi, membawa harapan. Mereka mampu memanfaatkan air hujan yang terbatas untuk menghasilkan jagung dengan kualitas sangat baik.
”Kita tidak boleh hidup hanya mengeluh dan berharap dari orang lain. Kita mesti bangkit dengan cara bekerja keras, memanfaatkan segala peluang, dan kemungkinan yang ada untuk membangun kemandirian di bidang pertanian, peternakan, dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Dengan ini, kita bisa keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan,” kata Laiskodat.