Pedoman teknis pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar menyangkut penanganan Covid-19 telah diterbitkan. Pemda dan Gugus Tugas dapat segera mengajukan permohonan pembatasan.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan Menteri Kesehatan terkait pedoman pembatasan sosial berskala besar untuk mempercepat penanganan Covid-19 telah diterbitkan. Peraturan itu telah mengatur secara detail hingga, misalnya, draf formulir permohonan yang dapat diisi pemerintah daerah dan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Menteri Kesehatan pada Jumat (3/4/2020) juga telah menerbitkan surat keputusan mengenai Tim Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Covid-19. Tim itu akan memberikan rekomendasi penetapan PSBB setelah melakukan kajian epidemiologis serta kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
”Jadi, kajian akan dilakukan dengan terlebih dahulu ada usulan dari daerah atau Ketua Gugus Tugas dengan dilengkapi ketentuan-ketentuan yang dibutuhkan, seperti data peningkatan kasus, data penyebaran kasus, dan data kejadian transmisi lokal,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (4/4/2020).
Dari hasil kajian tersebut, tim penetapan PSBB akan memberikan rekomendasi kepada Menteri Kesehatan paling lama satu hari sejak permohonan diterima. Kemudian, Menteri Kesehatan akan menetapkan PSBB di wilayah tertentu dalam jangka waktu paling lama dua hari sejak permohonan penetapan diterima.
Meski demikian, sejumlah hal dalam pedoman ini dinilai dapat memperlambat upaya penanggulangan kasus di daerah. Padahal, situasi semakin darurat.
Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, menilai, pedoman PSBB justru memperlambat penanganan penularan Covid-19 di daerah.
”Pedoman itu seakan-akan bukan untuk menghadapi pandemi. Soal data, misalnya, secara rutin sudah dilaporkan oleh daerah sehingga seharusnya tidak perlu aturan yang memperlambat pelaksanaan,” kata Pandu yang dihubungi dari Jakarta.
Seharusnya tidak ada waktu lagi untuk menunda-nunda (PSBB).
Hal serupa disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Dalam diskusi grup terfokus (FGD) tanpa tatap muka bertajuk ”Darurat Kesehatan Masyarakat, What’s Next” pada Sabtu, ia menyampaikan, ketentuan PSBB oleh pemerintah terlalu birokratis.
”Korban positif dan meninggal jumlahnya nyata terus bertambah. Seharusnya tidak ada waktu lagi untuk menunda-nunda (PSBB). Jangan ada lagi pertimbangan ekonomis dan politik, keselamatan masyarakat adalah hal utama,” ucapnya.
Hingga 4 April, jumlah kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia mencapai 2.092 kasus dengan 191 orang meninggal. Dari total kasus yang dilaporkan, wilayah dengan kasus paling tinggi adalah DKI Jakarta (1.028 kasus), Jawa Barat (247 kasus), Banten (173 kasus), Jawa Timur (152 kasus), dan Jawa Tengah (120 kasus).
Masih dikaji
Hingga Sabtu (4/4/2020) atau empat hari setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, belum ada daerah yang menerapkan PSBB sesuai regulasi pusat.
Koordinator Protokol Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Muhammad Fikser mengatakan, Pemerintah Kota Surabaya berencana mengajukan PSBB kepada pemerintah pusat. Namun, hal itu belum dapat dilakukan karena masih melengkapi sejumlah kajian.
”Prosesnya panjang, tidak hanya mengajukan surat permintaan PSBB, tetapi juga harus disertai kajian dan analisis yang lengkap,” katanya.
Namun, berbagai upaya pencegahan sudah dilakukan Pemkot Surabaya. Upaya yang dilakukan antara lain mengurangi akses masuk Surabaya dengan menutup sejumlah ruas jalan, meliburkan sekolah, melakukan penyemprotan disinfektan, serta membagikan tambahan makanan bergizi.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga belum mengajukan permohonan PSBB. ”Kami menunggu petunjuk (tata cara) dari pusat. Kemudian, implementasinya disesuaikan dengan kondisi setempat. Yang penting, masyarakat cuci tangan, tetap di rumah, menggunakan masker, menjaga jarak, dan menjaga kebugaran,” ujar Gubernur Kalbar Sutarmidji.
Salah satu alasan belum ada pengajuan adalah agar tidak menimbulkan polemik di daerah. Sutarmidji tidak ingin kebijakan yang maksudnya baik malah menimbulkan polemik.
Pemerintah Kota Yogyakarta juga mengaku belum berencana mengajukan usulan PSBB kepada pemerintah pusat. Untuk mencegah penyebaran penyakit Covid-19 secara lebih luas, Pemkot Yogyakarta masih fokus pada pengawasan dan pendataan terhadap warga pendatang atau pemudik yang masuk Yogyakarta.
”Wilayah kami tidak luas. Upaya pencegahan sejauh ini masih efektif,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi, Sabtu.
Hingga kini, Pemkot Yogyakarta mengklaim belum ada transmisi lokal penyakit Covid-19 di Yogyakarta.
Pemerintah daerah di Kuningan dan Cirebon, Jawa Barat, juga belum mengusulkan penerapan PSBB. Namun, bukan berarti pemda berdiam diri. Sejak dua minggu lalu, Pemerintah Kabupaten Kuningan telah meliburkan sekolah dan kampus. Tempat hiburan juga diminta tidak beroperasi.
Anggaran sekarang (Rp 7,5 miliar dari biaya tak terduga) tidak cukup jika ada PSBB.
Berdasarkan Surat Edaran Bupati Kuningan Nomor 443.1/1095/BPBD, akses keluar-masuk desa/kelurahan dan beberapa ruas jalan protokol ditutup pukul 20.00-06.00.
Juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Cirebon, Nanang Ruhyana, mengatakan, masih menghitung dampak sosial dan ekonomi jika PSBB diterapkan.
”Kami sedang menghitung kebutuhan anggaran. Anggaran sekarang (Rp 7,5 miliar dari biaya tak terduga) tidak cukup jika ada PSBB,” ujarnya.
Adapun Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit, Sabtu, mengatakan, Sumbar juga belum mengajukan PSBB kepada pemerintah pusat. Untuk penerapan PSBB, butuh kajian terlebih dahulu agar kebijakan yang diambil efektif dan tidak menimbulkan masalah lain. (TAN/ETA/SYA/ESA/HRS/IKI/JOL)