Penerapan Antisipasi Covid-19 di Jawa Barat Ikut Protokol Pemerintah Pusat
Penerapan sistem pembatasan kontak fisik di Jabar tetap merunut kepada arahan dari pemerintah pusat. Pengumuman tidak mudik dan tidak berwisata dilaksanakan sesuai dinamika lapangan memperhitungkan hak asasi manusia.
Oleh
machardin wahyudi ritonga
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Penerapan sistem pembatasan kontak fisik di Jawa Barat tetap merunut kepada arahan dari pemerintah pusat. Pengumuman untuk tidak mudik dan tidak berwisata dilaksanakan sesuai dinamika lapangan dengan memperhitungkan sudut pandang hak asasi manusia.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, di Bandung, Minggu (5/4/2020), menyatakan, antisipasi penyebaran Covid-19 dilaksanakan dengan proaktif, yaitu pendekatan yang sesuai dengan dinamika di masyarakat. Tes mandiri dilaksanakan untuk melihat peta persebaran Covid-19 secara menyeluruh, tetapi tetap berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
Kamil menjelaskan, perbedaan penanggulangan Covid-19 antara pusat dan Jabar hanya terbatas penerapan teknis dengan mempertimbangkan situasi di lapangan. Penerapan tersebut antara lain upaya tes mandiri, pembentukan gugus tugas, dan pembatasan sosial skala besar (PSBB).
Tes mandiri, menurut Kamil, dilaksanakan mengacu pada penanganan Covid-19 di Korea Selatan. Negara tersebut memiliki jumlah hampir sama dengan Jabar, yakni sekitar 50 juta jiwa. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga meminta pemerintahan mempercepat tes sehingga bisa melihat persebarannya.
”Mengacu Korsel, kami akan menerapkan tes jangka pendek untuk 100.000 penduduk. Setelah itu, untuk jangka menengah, kami menerapkan pemeriksaan untuk 300.000 penduduk. Hasilnya nanti akan menjadi acuan kami dalam memetakan persebaran sehingga bisa menentukan kebijakan selanjutnya,” katanya.
Tes mandiri tersebut, tutur Kamil, didukung perangkat pemeriksaan dan laboratorium pengetesan dari rapid diagnostic test (RDT) sebagai tes awal hingga metode polymerase chain reaction (PCR) untuk hasil finalnya. ”Status positif Covid-19 akan kami laporkan ke pusat jika warga berpotensi telah melaksanakan tes PCR,” ujarnya.
Pembatasan mudik
Menurut Kamil, hal yang sulit dilakukan dalam antisipasi persebaran Covid-19 adalah edukasi kepada masyarakat terkait pembatasan kontak fisik. Padahal, kesadaran pembatasan itu perlu dilaksanakan karena merunut aturan pemerintah pusat, Jabar tidak menerapkan lockdown atau karantina wilayah.
Kamil berpendapat, pemerintah tidak menerapkan kebijakan larangan untuk mudik karena dikhawatirkan bisa melanggar hak asasi manusia (HAM). ”Setiap orang berhak pulang ke rumah. Namun, dalam kasus ini, kami berupaya menyadarkan masyarakat agar tetap tidak mudik demi menekan persebaran Covid-19. Kami akan tetap mengikuti protokol dari pemerintah pusat,” ujarnya.
Di Jabar, pembatasan mobilisasi warga diawali maklumat terkait anjuran tidak mudik dan tidak piknik. Menurut Kamil, anjuran tersebut dilakukan agar warga tetap melaksanakan pembatasan sosial dan tidak membawa virus korona jenis baru itu dari Jabodetabek yang memiliki kasus positif terbanyak di Indonesia.
Pemuka agama, Abdullah Gymnastiar, yang akrab dipanggil Aa Gym, meminta warga menerapkan disiplin pembatasan sosial sesuai dengan arahan pemerintah. ”Pandemi Covid-19 akan berakhir jika semua masyarakat disiplin, baik dalam menjaga jarak atau tidak keluar. Walaupun keluar, semua harus menjaga jarak. Jangan biarkan ada penularan,” tuturnya.