Daerah Perlu Segera Penuhi Ketentuan
Ketentuan mesti dipenuhi daerah yang mengajukan pembatasan sosial berskala besar. Menkes akan menetapkan status itu dalam dua hari setelah ada usulan.
Ketentuan mesti dipenuhi daerah yang mengajukan pembatasan sosial berskala besar. Menkes akan menetapkan status itu dalam dua hari setelah ada usulan.
JAKARTA, KOMPAS — Setiap kepala daerah diminta segera memenuhi ketentuan untuk mengajukan pembatasan sosial berskala besar. Hal itu demi percepatan penanggulangan pandemi Covid-19.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi di Jakarta, Minggu (5/4/2020), mengatakan, kepala daerah yang meminta pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kepada Menteri Kesehatan mesti menyertakan data pendukung. Di antaranya, data peningkatan kasus dilengkapi kurva epidemiologi, peta penyebaran kasus, dan data kejadian transmisi lokal dari hasil penyelidikan epidemiologi.
Kepala daerah yang mengajukan permohonan PSBB juga harus menyampaikan informasi kesiapan daerah dalam aspek kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasaranan kesehatan, serta operasionalisasi jaringan sosial dan keamanan. Ketentuan itu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB terkait Percepatan Penanganan Covid-19.
”Sebelum PMK itu terbit, Pemerintah (Provinsi) DKI Jakarta dan (Kabupaten) Fakfak (Papua Barat) sudah mengajukan permohonan PSBB. Namun, data yang diperlukan kurang dari ketentuan sehingga perlu dilengkapi,” ujarnya.
Dalam aturan itu juga dinyatakan, usulan terkait penetapan PSBB juga bisa diajukan oleh Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo. Namun, Doni menyatakan belum mengusulkan penetapan PSBB di area tertentu.
Oscar menambahkan, PSBB akan ditetapkan Menkes dalam dua hari sejak permohonan diterima dari kepala daerah atau ketua gugus tugas. ”Kami upayakan responsif terhadap usulan ini dengan pertimbangan cepat dari tim penetapan. PSBB dilakukan untuk menekan penularan Covid-19,” katanya.
Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Pandu Riono, menilai, pedoman PSBB terlalu rumit, justru memperlambat penanganan Covid-19 di daerah. Kondisi darurat kini membutuhkan langkah cepat sehingga jangan sampai birokrasi menghambat.
Sejumlah daerah mempertimbangkan pengajuan PSBB ke Menkes. Sementara itu, Ketua Rumpun Tracing Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur Kohar Hari Santoso mengatakan, teridentifikasi 21 kluster penularan Covid-19 di Jatim.
Sekretaris Kabupaten Sidoarjo Achmad Zaini menuturkan, PSBB belum diterapkan di wilayahnya. Hal itu mengingat, antara lain, kemampuan keuangan daerah menjamin kebutuhan warga terbatas dan Sidoarjo jadi pusat industri Jatim. Padahal, kesadaran warga menjalani pembatasan sosial rendah meski ada patroli.
Di Kalimantan Tengah, sejumlah perusahaan perkebunan sawit beroperasi meski akses masuk ke kebun diperketat. Menurut Sekretaris Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Kalimantan Tengah Halind Ardi, para pelaku usaha sawit memberlakukan protokol kesehatan dari pemerintah.
Gunakan masker
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan, pada 5 April 2020 ada penambahan 181 kasus dari hari sebelumnya sehingga total kasus 2.273 orang, dan 164 pasien meninggal. Itu menandai terjadi penularan dari orang terinfeksi, tetapi tak bergejala dan warga tak disiplin jaga jarak.
Untuk itu, pemakaian masker diwajibkan, terutama di luar rumah. Itu sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa penggunaan masker efektif mencegah penularan virus Sars-CoV-2, penyebab Covid-19, yang bisa menular melalui cairan pernapasan saat batuk atau bersin. ”Per 5 April ini kami lakukan pemeriksaan (metode tes PCR/ polymerase chain reaction) kepada 9.712 warga.
Pemeriksaan ini penting untuk menegakkan diagnosis Covid-19,” ucapnya. Terkait pengadaan alat tes PCR, RI menerima bantuan tambahan 50.000 alat dari LG Group di Korea Selatan. Lambatnya pemeriksaan spesimen korona membuat banyak pasien dalam pengawasan (PDP) meninggal sebelum keluar hasil tes. Itu mengganggu layanan di rumah sakit. Pemerintah dituntut mengutamakan pemeriksaan massal Covid-19.
”Korban meninggal tak cuma karena ganasnya Covid-19, tetapi juga terlambat ditangani. Banyak PDP meninggal sebelum tes keluar,” kata Eva Sri Diana, dokter spesialis paru. Hasil pemeriksaan spesimen pasien tercepat diketahui sepekan sehingga ruang isolasi kelebihan kapasitas. Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara Alwi Mujahit Hasibuan menjelaskan, hasil tes PCR harus ditunggu 10 hari.
(TAN/AIK/IKI/IDO/BRO/ RTG/AIN/NIK)