Ratu Pantura, Berbagi ”Panggung” di Tengah Pandemi Covid-19
Diana Sastra menyapa penggemarnya di sejumlah daerah hingga negeri orang. Rabu (1/4/2020) siang, nyanyian diva tarling (gitar-suling) pantura ini disiarkan langsung via Youtube.
Virus korona baru tidak hanya menyerang organ tubuh, tetapi juga organ tunggal, penyanyi, juru kamera, dan tukang dekorasi panggung. Mereka kehilangan lahan rezeki, tetapi tidak dengan rasa kemanusiaan.
Dari studio musik dekat kebun jati di Desa Megu Gede, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Diana Sastra (42) menyapa penggemarnya di sejumlah daerah hingga negeri orang. Rabu (1/4/2020) siang, nyanyian diva tarling (gitar-suling) pantura ini disiarkan langsung via Youtube.
Dalam acara #Ngamendirumahaja, Diana ingin membunuh kebosanan penggemarnya yang berdiam di rumah. Penyakit Covid-19 mengancam siapa saja di luar sana. Pimpinan Dian Prima Management ini juga sekaligus menggalang donasi untuk sukarelawan Covid-19.
Satu jam sebelum suaranya bergema pada pukul 15.00, penggemarnya mulai berkomentar di laman Youtube-nya. Intinya, mereka tak sabar menyaksikan idolanya. Sementara Diana sibuk mengecek suara dan musik dengan bantuan Anggi, si pemain keyboard dan Mulat sang penabuh gendang.
Nyanyian diva tarling (gitar-suling) pantura ini disiarkan langsung via Youtube.
Idris merekam aksi mereka dengan dua kamera yang tersambung secara daring ke Youtube. Salah satu kamera fokus menangkap wajah Diana yang tanpa riasan, tetapi tak jemu dipandang mata. Apalagi dengan rambut pendek hijaunya serta kemeja putih bermotif abstrak warna-warni.
Di balik kaca studio, Zam Zam dan Wahyudi mengedit video streaming dengan menambahkan nama dan jumlah donatur di layar. Ada pula Jay, operator audio. Sementara Tini dan Melina menyiapkan santap sore.
Fajar Andianto memastikan semuanya berjalan sesuai dengan rencana, termasuk meminta siapa saja yang datang mengambil jarak sekitar 1 meter dan mencuci tangan sebelum masuk studio. Ini demi mengantisipasi Covid-19 menyebar.
”Wis, gah aja bolak-balik maning (sudah, jangan keluar masuk studio lagi),” kata Zam Zam kepada Melina sebelum siaran langsung. Beberapa detik kemudian, suara Diana mengudara, menyapa penggemarnya dan donatur.
Baca juga: Adaptasi Tarling Dangdut Berselimut Jazz
”Buat mimi (ibu) Ety sing duwe (yang punya) Hong Kong sudah transfer Rp 500.000, terima kasih. Yang ada rezeki, ayo bareng-bareng membantu untuk Covid-19. Aja mendi-mendi (jangan ke mana-mana), di rumah saja,” ujar Diana sebelum melantunkan lagu ”Mas-mas Kula Melu”.
Sebutan pemilik Hong Kong merupakan bentuk apresiasi Diana kepada Ety yang jadi pekerja migran Indonesia di sana. Ucapan ”bos” juga lazim disematkan kepada penyawer dalam pentas tarling dangdut di pantura.
Sepi
Seiring Diana berdendang, aneka komentar mengalir di kolom percakapan. Ada yang memuji rambutnya, mengirimkan emoticon love, dan berkata ”jos”. Tanpa aba-aba, mereka mengisi presensi, seperti ”Bekasi hadir”, ”Tegal hadir”, ”Taiwan hadir”, bahkan ”Arab hadir”.
Jika biasanya Diana tampil setelah master of ceremony (MC) memanggil, kini ia sekaligus menjadi penyiar. Sebisa mungkin, pemilik akun Youtube dengan 91.900 pelanggan ini menyebut nama donatur dan penonton di kolom komentar. Teknologi digital membuka jalan komunikasi dengan penggemarnya nan jauh di sana.
Kalau virus ini ada wujudnya dan ketemu, saya gebukin.
Saking serunya, acara yang tadinya direncanakan sejam molor hingga dua jam. Penonton yang awalnya berjumlah belasan orang pun naik hingga lebih dari 230 warganet. Di sela- sela lantunan 11 lagu, ibu dua anak ini meluncurkan humor segar agar penonton tak jenuh.
”Korona sira ora balik-balik. Anak-anak ning umah nangis bae (korona, kamu enggak pulang-pulang. Anak-anak menangis karena di rumah saja). Kalau virus ini ada wujudnya dan ketemu, saya gebukin,” ucapnya dengan suara serak.
Diana memang sedang kesal dengan virus pandemi dunia itu. Tidak hanya karena merenggut 209 nyawa warga Indonesia per Senin (6/4), tetapi virus itu juga memukul aktivitas perekonomian warga, termasuk grup tarlingnya.
Terakhir kali grupnya pentas pada 24 Maret lalu di Majalengka, Jabar. Itu pun hanya sampai pukul 15.00 karena mematuhi larangan berkerumun demi mengantisipasi penyebaran Covid-19. Padahal, biasanya hingga tengah malam.
Permintaan pentas di pernikahan, sunatan, dan acara adat pun terpaksa mundur paling cepat Juni, bahkan Agustus mendatang. ”Padahal, setiap bulan itu minimal ada enam atau tujuh panggungan (panggilan pentas),” kata Fajar.
Sekali tampil, grupnya dibayar sekitar Rp 30 juta. Tarif tersebut sudah termasuk panggung, sound system, jasa live streaming, transportasi, dan upah untuk lebih dari 30 kru. Harga juga bergantung pada jauhnya jarak pemilik hajatan. Gudang seluas 580 meter persegi tempat penyimpanan panggung pun sepi.
Baca juga: Dian Anic, Diva Baru Dangdut Pantura
”HP (handphone) saya bunyi terus karena pesan dari anak-anak (kru). Ada yang bilang, bos beras entok (habis). Macam-macamlah. Tetapi, kami tetap berbagi selama ada rezeki,” ungkapnya.
Wahyudi (33), editor video Dian Prima Management, kini pusing mencari cara membayar cicilan sepeda motor dan rumah sekitar Rp 1,5 juta per bulan. ”Kata Presiden, ada kebijakan penundaan pembayaran cicilan motor. Tetapi, di lapangan, itu enggak berlaku. Saya belum bayar bulan ini,” kata warga Kecamatan Depok ini.
Rasa kemanusiaan
Tiga tahun terakhir, ia meraup sedikitnya Rp 350.000 per pentas. Kini, itu hanya impian akibat wabah Covid-19. Padahal, ibu dan tiga adiknya di rumah bergantung kepadanya. ”Seandainya pemerintah mau menanggung kebutuhan pokok kami, silakan melarang pentas,” kata Wahyudi.
Akan tetapi, seperti rakyat kecil lainnya, tamatan SMP ini hanya bisa pasrah. Paling tidak, ia mengeluh dengan menulis di dinding Facebook, seperti ”Saat dompet tak ada isinya, pekerjaan pun tidak ada dan perut lapar. Apakah kita diam saja di rumah?”.
Meski demikian, kehilangan panggung pentas tak membuat Wahyudi, Fajar, Diana Sastra, dan kru lain melupakan rasa kemanusiaan. Mereka tetap menghibur penonton meskipun tanpa saweran lagi. Bahkan, tak cukup dua jam, mereka mengumpulkan donasi lebih dari Rp 2,1 juta dan, menurut rencana, diserahkan kepada Gugus Tugas Covid-19 Cirebon.
Sebelumnya, beberapa pekan lalu, Diana sudah menghibur penggemarnya yang mungkin suntuk di rumah via saluran Vlognya dengan 3.560 pelanggan. Namun, tidak disiarkan langsung dan belum ada penggalangan dana.
”Sebagai seniman, saya ingin menghibur sekaligus mendekatkan diri kepada fans. Dan, untuk memanfaatkan Wi-Fi. Kan sudah bayar. Ha-ha-ha,” ujar Diana sebelum meminum obat sakit kepala. Pemilik 35 album lagu ini juga berencana berkolaborasi dengan penyanyi Jawa Timur, yakni Jihan Audy dan Wandra, untuk menghibur penggemar via siaran langsung Youtube.
Khaerudin Imawan, kandidat doktor UGM yang tengah meneliti komunikasi budaya tarling, menilai, apa yang dilakukan Diana tidak hanya menjaga penggemarnya, tetapi juga mempertahankan tarling tetap hidup.
”Panggung dilarang, kan ada media sosial. Toh, dia dan fans tetap berkomunikasi. Cara ini lebih efektif dibandingkan tampil di layar kaca,” katanya.
Diana dan krunya memberi bukti. Kepedulian tetap tumbuh dalam keadaan merana. Belum ada panggung tak membuat mereka berhenti berkarya atas nama solidaritas.