Kartino Ali, Kapten Literasi dari Cirebon
Kartino Ali adalah guru tak biasa. Dia biasa mengenakan kostum ”superhero” agar anak-anak didiknya bisa menikmati proses pembelajaran. Ia dijuluki ”Kapten Literasi”.
Kartino Ali (45) adalah guru tak biasa. Dia rela merogoh kocek sendiri dan mengenakan kostum superhero demi mengajak anak didiknya belajar. Sempat dianggap aneh, guru SMPN 2 Kota Cirebon ini kini menjelma jadi kebanggaan banyak orang.
Melalui panggilan video Whatsapp, Kartino menunjukkan miniatur kebun binatang dari bahan tak terpakai di rumahnya di Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020). Minatur itu dibuat dari bekas wadah kue tar yang alasnya dilapisi kain. Hewan mainan ditata di atasnya.
Nantinya, siswa diminta membuat hal serupa dan menceritakannya dalam bahasa Inggris. Libur sekolah akibat pandemi Covid-19 tidak menghalangi peringkat pertama guru berprestasi tingkat SMP Kota Cirebon tahun 2019 ini berkreasi.
Untuk pelajaran deskripsi teks berbahasa Inggris, Kartino mengunggah video presentasinya selama 9 menit di laman Youtube. Siswa selanjutnya ditugaskan membuat deskripsi soal Covid-19. Uniknya, dalam video itu, ia mengajar sambil mengenakan topeng ala pahlawan. ”Supaya siswa enggak bosan belajar di rumah,” ucapnya diiringi tawa.
Topeng itu berwarna biru dengan hiasan tanduk menyerupai motif batik megamendung khas Cirebon. Selain topeng, ia juga punya baju biru dengan lambang bintang di dada layaknya tokoh pahlawan super fiksi Captain America.
Akan tetapi, Kartino membumbuinya berbeda. Tamengnya bukan didominasi warna biru-merah Amerika Serikat, melainkan rasa Indonesia bermotif megamendung berhuruf L di tengahnya yang merujuk kata ”Literasi”. Itu sebabnya, bapak dua anak ini dikenal sebagai ”Kapten Literasi”.
Untuk pelajaran deskripsi teks berbahasa Inggris, Kartino mengunggah video presentasinya selama 9 menit di laman Youtube. Siswa selanjutnya ditugaskan membuat deskripsi soal Covid-19.
Panggilan itu berawal ketika Kartino menjadi narasumber pada Jambore Literasi Jabar pada 2016. Ini bagian dari kegiatan West Java Leader’s Reading Challenge (WJLRC), program Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengembangkan kapasitas literasi guru dan anak didik. Kartino termasuk alumnus WJLRC yang sempat mengikuti pelatihan terkait literasi di Australia pada 2013.
Selama jambore, Kartino bersama penggiat WJLRC lainnya memberikan pelatihan kepada 2.600 kepala sekolah dan wakil kepala sekolah dari 1.300 sekolah. Pada hari terakhir, mereka harus mengenakan kostum.
Ketika narasumber lainnya mengenakan pakaian tokoh Jepang hingga Zorro, Kartino memilih kostum ala Captain America dengan lambang L, ”literasi”. Kebetulan, film Avengers, dengan salah satu tokoh utama Captain America, tengah naik daun saat itu. Permintaan foto bareng pun berdatangan.
Belakangan, desainer dari Caruban Carnival memodifikasi kostum tersebut dengan menambahkan corak batik megamendung khas Cirebon. Peringkat III guru SMP berprestasi se-Jabar ini pun menjelma menjadi ikon literasi Kota Cirebon.
Metode unik
Akan tetapi, Kartino dikenal bukan hanya karena kostumnya. Penulis 21 buku ini doyan keliling sekolah-sekolah berbagai tingkatan hingga perpustakaan demi menggiatkan literasi. Meja kerjanya juga disulap menjadi perpustakaan mini berisi belasan novel dan buku pelajaran.
Bagian bawah tangga sekolahnya bahkan ia jadikan lorong literasi. Siapa pun boleh membaca buku di sana.
”Tetapi, banyak juga yang enggak mengembalikan bukunya. Sekarang, kami bikin piket. Jadi, siswa berjaga untuk memastikan buku tidak hilang,” lanjut Kartino, anak pegawai pertambangan timah di Belitung ini.
Kartino juga mendirikan komunitas barisan insan literasi gemilang atau Bintang. Setiap tahun, pelajar yang menjadi anggota komunitas ditantang menamatkan membaca minimal 24 buku. Bahkan, ada yang sampai 96 buku setahun!
”Sekarang, siswa lagi bikin dua buku, yakni kumpulan surat untuk guru dan kumpulan pantun,” ujar pengurus Gelemaca, Gerakan Literasi Masyarakat Cirebon Kota, ini.
Soal metode pembelajaran, Kartino tak kalah kreatif. Baru-baru ini, ia membuat hopscotch style (permainan gaya engklek). Permainan berbentuk tas gandeng itu dapat digelar menjadi arena permainan tradisional, engklek, dengan 5 kotak memanjang dan 3 kota melebar. Cara mainnya, siswa melompat dengan satu kaki dari kotak ke kotak.
Lalu, pesertanya mengambil kartu berisi pertanyaan dalam kantong kotak. Tidak hanya menjawab, siswa juga diminta membuat kalimat hingga paragraf dalam bahasa Inggris, merujuk jawaban dari kartu tersebut.
”Ini bisa diterapkan untuk mata pelajaran apa saja. Makanya, saya buat dua. Guru lain bisa pakai,” kata Kartino yang sejak kecil punya perpustakaan berisi novel-novel Kho Ping Hoo, Maria A Sardjono, dan Agatha Christie milik ibunya, Maryani.
Karya lainnya adalah Megamendung (meniru gaya menebak tudung), L2D (leaflet lingkaran deskripsi), dan Mpo Jali (media pohon jati literasi). Sejauh ini, siswa menikmati karyanya dan bahkan mengantarnya meraih prestasi.
Akan tetapi, semuanya tidak selalu mulus. Belum terbiasa, masih ada beberapa orang yang meragukan niat baiknya.
”Saya sempat dianggap aneh oleh guru dari sekolah lain. Katanya, ngapain bikin media pembelajaran yang butuh biaya. Terus, ngapain juga pakai kostum kapten literasi, padahal sudah tua,” ujar mantan sales dan penjual susu di atas sepeda ini.
Baginya, merogoh kocek jutaan rupiah belum sebanding dengan kebahagiaannya ketika anak-anak fokus memperhatikannya mendongeng atau menerangkan bahan pembelajaran. ”Saya enggak merasa malu melakukan ini, tetapi bangga karena banyak yang terinspirasi,” ucap Kartino yang kerap disapa kapten.
Saya enggak merasa malu melakukan ini, tetapi bangga karena banyak yang terinspirasi.
Dia juga pernah diancam agar tidak membentuk huruf L dengan jarinya. ”Waktu itu masa kampanye. Katanya, itu sama saja mendukung calon nomor dua. Padahal, L itu, kan, tandanya literasi, ha-ha-ha,” katanya.
Kini, keraguan dan ancaman itu terbukti tak cukup ampuh menghentikan cintanya pada nilai-nilai penting literasi. Ia beralasan, literasi tidak hanya soal membaca, tetapi juga kemampuan memaknai kehidupan.
Sebagai guru, misalnya, harus memahami metode pembelajaran yang tepat bagi siswa di tengah gerak zaman. ”Saya akan terus berkarya. Literasi harga mati, literasi selalu di hati, literasi sampai akhir hayat,” ucapnya.
Kartino
Lahir: Manggar, Belitung Timur, 21 April 1974
Istri: drg Linda Indra Puspitasari
Anak: Fatika Ilone Linkaputri, Farisya Tsania Linkaputri
Pekerjaan/aktivitas:
- Guru SMPN 2 Kota Cirebon
- Pengurus Gelemmaca, Gerakan Literasi Masyarakat Cirebon Kota
- Pengurus Komunitas Guru Penulis Jabar
Pendidikan:
- S-2 Unindra PGRI Jakarta
- S-1 UPI, Bandung
- SMA Perguruan Islam Belitung
- SMPN 1 Manggar Belitung
- SDN 5 Manggar Belitung
Prestasi:
- Peringkat 1 Guru SMP Berprestasi Kota Cirebon 2019
- Peringkat 3 Guru SMP Berprestasi Jabar 2019
- Pemenang Een Sukaesih Award 2018
- Guru Berprestasi PGRI Kota Cirebon 2017
- Guru Teladan Literasi Jabar 2015