Wabah Covid-19 membuat banyak hotel di seluruh Indonesia berhenti beroperasi sementara waktu. PHRI berharap pemerintah juga memberikan bantuan sosial bagi pekerja hotel.
Oleh
TIM KOMPAS
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nasib bisnis perhotelan dan usaha pendukungnya di seluruh Indonesia ikut terpuruk akibat merebaknya wabah Covid-19. Sedikitnya 1.266 hotel di seluruh Indonesia berhenti beroperasi untuk sementara waktu dan mulai menawarkan cuti di luar tanggungan bagi pekerja.
Ini gambaran umum karena tingkat hunian merosot sangat drastis. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Selasa (7/4/2020), mengatakan, tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja karena tanggungan pesangon bisa lebih besar daripada beban gaji untuk para pekerja.
Berdasarkan data PHRI, sedikitnya 130.000 pekerja hotel terdampak langsung akibat kondisi ini. ”Kalau dipetakan, ada (hotel) yang masih mampu membayar (gaji) utuh, ada yang hanya sebagian, dan ada yang tidak bisa bayar. Hotel yang tidak bisa bayar gaji lebih dominan,” katanya.
Situasi sulit ini tidak dapat diprediksi kapan berakhir.
Hariyadi menegaskan, ”Kami tidak menggunakan istilah dirumahkan karena kalau dirumahkan ada konsekuensi, yakni harus membayar 70 persen gaji pekerja.” Di banyak kota, keterpurukan bisnis perhotelan sangat terasa.
Di Bandung, Jawa Barat, sedikitnya 600 dari total 2.500 hotel di Jabar berhenti sementara. Ketua PHRI Jabar Herman Muchtar mengatakan, penurunan tingkat hunian terjadi sejak pertengahan Februari 2020. Tetamu asing, terutama dari China, membatalkan pesanan kamar.
Herman mengatakan, pembayaran gaji dan pesangon pekerja diserahkan pada kebijakan setiap perusahaan hotel. Menurut Herman, situasi sulit ini tidak dapat diprediksi kapan berakhir. Diharapkan pemilik dan pekerja hotel saling memahami. ”Sejauh ini belum ada gejolak. Komunikasi antara perusahaan dan pekerja sangat penting agar situasi tetap terkendali,” ujarnya.
PHRI Jabar berharap pemerintah juga memberikan bantuan sosial kepada pekerja hotel yang dirumahkan. ”Bantuan bisa dalam bentuk uang tunai dan bahan pangan,” ucapnya. Dari Yogyakarta, PHRI Daerah Istimewa Yogyakarta melaporkan, 70 persen dari 496 hotel anggota PHRI DIY juga berhenti beroperasi sementara.
Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono menjelaskan, ada hotel yang menerapkan pekerja bekerja selama 15 hari dalam sebulan dan gaji dimodifikasi. ”Ini bukan PHK. Kami kasihan juga dengan pekerja. Kami senasib. Selama hotel masih mampu membayar, jangan lakukan PHK. Setiap hotel punya kebijakan tersendiri,” kata Deddy.
Anjloknya tingkat hunian menimbulkan kerugian yang tak sedikit. Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) DIY Heryadi Baiin mengungkapkan, sejumlah hotel mengalami kerugian sekitar Rp 60 miliar pada 20-31 Maret 2020. Jumlah kerugian itu merupakan total kerugian yang dialami dari 78 hotel yang melapor.
Dampak negatif wabah Covid-19 juga dirasakan pemandu wisata. Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) DIY Imam Widodo mengatakan, 470 anggota HPI DIY sudah tidak lagi bekerja karena tidak ada wisatawan yang datang ke DIY.
”Kami sudah libur semua, tidak ada yang bekerja. Karena memang tidak ada tamu yang datang sehingga kami juga enggak bisa kerja,” ujar Imam.
Terus bertambah
Di Kota Batam, Kepulauan Riau, 21 hotel juga berhenti beroperasi sementara. Sedikitnya 1.142 orang kehilangan pekerjaan dan 3.325 orang mengalami pengurangan jam kerja hingga 20 hari per bulan. Ketua PHRI Kota Batam Muhammad Mansur mengatakan, 15 hotel dari total 21 hotel yang berhenti beroperasi merupakan hotel berbintang.
Diperkirakan jumlah hotel yang tutup akan terus bertambah hingga pandemi Covid-19 berakhir. ”Inilah kenyataan yang sedang terjadi. Kami tinggal menunggu waktu hotel mana lagi yang akan menyusul tutup operasinya,” kata Mansur.
Lebih lanjut ia mengatakan, ”Kami juga tidak bisa mengandalkan tamu lokal karena sekarang semua orang diminta tetap di rumah. Hotel yang masih buka itu hanya berusaha mempertahankan tamu yang long stay.”
Keadaan bisnis hotel di Sumatera Utara pun setali tiga uang. Sebanyak 24 hotel di Sumut tutup sementara waktu sambil menunggu pandemi reda. ”Industri pariwisata sangat terpuruk akibat pandemi Covid-19. Hotel yang punya hingga 300 kamar pun paling terisi 2-3 kamar setiap hari,” kata Ketua PHRI Sumut Denny S Wardhana.
Ada 20.000 kamar hotel di Sumut dan 10.000 kamar di antaranya berada di Kota Medan. Potensi kehilangan pendapatan diperkirakan lebih dari Rp 75 miliar per bulan. Denny pun sudah menutup hotelnya, yakni Garuda Plaza Hotel di Medan. ”Kami punya 285 kamar, tetapi yang terisi sejak 15 Maret sekitar tiga kamar saja per hari,” katanya.
Di Palu, Sulawesi Tengah, pengusaha hotel juga mulai menutup usahanya untuk sementara sehingga sedikitnya 575 pekerja hotel berhenti bekerja. Tidak terkena PHK, mereka akan kembali bekerja saat pandemi kembali pulih. Ada 68 hotel di Palu, Luwuk, dan Tojo Una-Una, Sulteng. Ketua PHRI Sulteng Fery Taula mengatakan, pembatasan fisik membuat acara-acara di hotel tidak dapat dilakukan.
Butuh waktu
Terkait kondisi ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah strategi yang dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase tanggap darurat, fase pemulihan, dan fase normalisasi. Mengacu riset Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO), Wishnutama memperkirakan, industri pariwisata kemungkinan baru pulih pada 2022.
”Kami sudah menyiapkan langkah pemulihan dan normalisasi yang bisa mempercepat proses pemulihannya,” kata Wishnutama di Jakarta, Selasa. Salah satu fokus industri pariwisata, ujarnya, adalah memperbaiki kondisi psikologis wisatawan agar begitu pandemi berlalu, arus kunjungan kembali normal bersama sektor lain.
”Pariwisata terkait erat dengan sektor lain, industri transportasi. Jadi memang tak bisa kita sendiri saja yang pulih, semua sektor dan negara harus pulih pada saat bersamaan,” katanya. (NDU/HRS/NCA/VDL/OKA/JOL/VIO/NSA/TAM/AGE)