Harga dan Permintaan Tinggi, Penyelundupan Burung Endemik Terus Terjadi
Sepanjang 2020, upaya penyelundupan satwa dilindungi ke Surabaya telah mencapai tujuh kali. Tingginya harga burung-burung eksotik di kalangan penghobi menyebabkan upaya penyelundupan terus terjadi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Karantina Pertanian Surabaya kembali menggagalkan upaya penyelundupan 233 burung dilindungi asal Pulau Sulawesi ke Jawa Timur. Burung-burung ini akan diperdagangkan dengan harga tinggi ke berbagai daerah memenuhi permintaan penghobi. Ini upaya penyelundupan satwa endemik ketujuh yang berhasil digagalkan dalam empat bulan terakhir.
Kepala Karantina Pertanian Surabaya Musyaffak Fauzi mengatakan, sebanyak 223 burung itu merupakan satwa endemik Sulawesi. Jenisnya beragam, mulai dari manyar, reo-reo, perling (sejenis jalak), nuri kecil, kolibri, dan pleci. Burung-burung ini banyak digemari penghobi di wilayah Jatim, terutama Surabaya.
”Saat ini, petugas karantina masih melakukan proses hukum untuk mengungkap pelaku. Adapun selama proses hukum berlangsung, untuk sementara waktu burung-burung itu ditempatkan di Karantina Pertanian Wilayah Tanjung Perak,” ujar Musyaffak, Jumat (10/4/2020).
Ia mengatakan, pengungkapan upaya penyelundupan satwa ini terjadi pada Kamis (9/4). Modus penyelundupannya klasik. Ratusan ekor burung yang merupakan satwa dilindungi itu ditemukan petugas di dalam sebuah truk. Kendaraan ini menyeberang dengan KM Darma Rucitra yang bertolak dari Pelabuhan Makassar menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Untuk mengelabui petugas, burung-burung itu disembunyikan di dalam kabin. Saat berlabuh di Pelabuhan Tanjung Perak itulah, petugas karantina yang memeriksa kapal dan barang muatan di dalamnya menemukan burung-burung tersebut. Pengemudi truk tidak dapat menunjukkan dokumen resmi tentang burung-burung tersebut, termasuk sertifikat kesehatan hewan dari daerah asal.
”Keberadaan burung-burung ini juga tidak dilaporkan kepada petugas di pelabuhan. Atas temuan tersebut, diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan. Poin pelanggaran terdapat pada Pasal 35,” kata Musyaffak.
Pelaku terancam hukuman maksimal dua tahun penjara dan denda paling tingi Rp 2 miliar.
Hingga saat ini, proses penyidikan pada penyelundupan 223 burung endemik Sulawesi itu masih berlangsung. Apabila terbukti ada pelanggaran, pelaku terancam hukuman maksimal dua tahun penjara dan denda paling tingi Rp 2 miliar.
Penyidik di Karantina Pertanian Surabaya, Sumitro, menambahkan, kasus kali ini menambah panjang deretan upaya penyelundupan satwa endemik jenis burung ataupun lainnya melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Berdasarkan catatannya, sebelum kasus ini, sejak awal tahun telah terjadi enam kasus. Rinciannya lima kasus penyelundupan dari Makassar dan satu kali dari Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Penyelundupan satwa endemik dari Pelabuhan Makasar sebelumnya terjadi pada 9 Maret dengan barang bukti sebanyak 420 kolibri. Masih pada hari sama, juga ada upaya penyelundupan 73 kadal air dan 4 ular. Selain itu, pada 15 Maret, tercatat upaya penyelundupan 395 jalak rio, 25 perling, dan 18 nuri.
Tiga hari kemudian, pada 18 Maret, terjadi penyelundupan 9 elang. Sementara itu, upaya penyelundupan satwa dari Kabupaten Ngada berupa 100 burung anis kembang. Kapal berlayar dari Pelabuhan Laut Laurentius Say.
Banyaknya kasus penyelundupan satwa dilindungi itu untuk tujuan diperdagangkan. Harga satwa-satwa ini di pasar gelap sangat tinggi karena banyak disukai penghobi. Namun, petugas Karantina Pertanian Surabaya terus waspada, termasuk potensi pemanfaatan celah saat pandemi Covid-19.