Solidaritas Mahasiswa Perantauan di Bandung Saat Pandemi Covid-19
Wabah Covid-19 membuat mahasiswa perantauan di Bandung, Jabar, serba salah. Mereka tegas tak ingin pulang kampung di tengah pandemi. Bantuan sesama mahasiswa menjadi salah satu cara untuk bisa menghadapi pandemi ini
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·5 menit baca
Wabah Covid-19 membuat mahasiswa perantauan di Bandung, Jawa Barat, serba salah. Mereka tegas tak ingin pulang kampung membawa risiko di tengah pandemi. Namun, pilihan itu juga berisiko karena memenuhi kebutuhan sehari-hari juga tak ringan. Bantuan sesama mahasiswa pun jadi salah satu cara bertahan menghadapi pandemi ini.
Di serambi Masjid Ash-Shafir, kompleks Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) NHI Bandung, Selasa (7/4/2020), Aie Natasha (22) bersama beberapa sahabatnya menyiapkan meja kecil. Terik matahari Bandung, siang itu tidak menurunkan semangat mereka untuk membantu sesama.
Lewat pukul 12.00, Mifra (22), mahasiswa asal Padang, Sumatera Barat, mendatangi pelataran masjid bersama beberapa mahasiswa lain. Aie minta Mifra memperlihatkan formulir daring di ponselnya. Salah satu teman Aie, Brandon Sebastian Kurniawan (20), mengarahkan alat pengukur suhu ke kepala Mifra.
Seusai prosedur itu, Mifra lantas mengambil paket di atas meja. Bantuan yang diberikan siang itu paket makanan yang terdiri dari nasi bakar, ayam goreng, air mineral dalam kemasan, dan pisang sebiji.
”Saya diminta orangtua tetap di Bandung agar semuanya sehat dan selamat. Kalau pulang, saya khawatir bisa membawa Covid-19 ke rumah. Apalagi dari Padang juga sudah diimbau tidak mudik,” tuturnya sambil memasukkan paket makanan tersebut ke dalam tas jinjing.
Mifra mengikuti nasihat orangtuanya tidak pulang kampung. Namun, tinggal di rantau tanpa kepastian membuatnya gundah. Akibat Covid-19, warung-warung makan langganannya tutup. Tidak hanya itu, ia juga kehilangan pekerjaan paruh waktunya di salah satu usaha kecil yang kini tutup di sekitar kampus. Lagi-lagi karena korona.
Kegiatan yang dimulai dari 26 Maret 2020 itu didukung Ikatan Orangtua Mahasiswa (IOM) bersama alumni, baik secara organisasi maupun perorangan.
Akhir Maret, Mifra melihat pengumuman NHI Covid Help Desk di media sosial dan langsung mendaftarkan diri. Baginya, bantuan dari sesama mahasiswa menjadi salah satu jalan keluar dalam ketidakpastian.
”Bantuan makanannya didapatkan sekali dalam dua hari. Tidak masalah, cukup membantu bagi saya sehingga tidak terlalu bergantung pada mi instan. Parah juga kalau cuma makan mi instan setiap hari,” tuturnya sambil tertawa.
NHI Covid Help Desk adalah gerakan sukarela mahasiswa NHI Bandung untuk membantu sesama mahasiswa di tengah pandemi. Fokus utamanya adalah mahasiswa rantau yang memilih tidak pulang kampung. Kegiatan yang dimulai 26 Maret 2020 itu didukung Ikatan Orangtua Mahasiswa (IOM) bersama alumni, baik secara organisasi maupun perorangan.
Sebagai Wakil Ketua NHI Covid Help Desk, Aie menjelaskan, para orangtua dan alumni memberikan bantuan dari segi materiil dan nonmateriil untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Gerakan ini dilakukan 21 mahasiswa lintas jurusan tanpa ada latar belakang organisasi. Kini, sudah ada 146 mahasiswa yang terdaftar sebagai penerima bantuan.
Mahasiswa rantau
Tidak hanya para mahasiswa penerima bantuan, mahasiswa yang tergabung dalam NHI Covid Help Desk juga mahasiswa perantauan. Enam mahasiswa yang bertugas membagikan paket makanan Selasa siang itu bukan warga Bandung. Aie berasal dari Balikpapan, Brandon dari Karawang, Ferly Perdian (20) dari Cikampek, Yohanes Vito (21) dari Jambi, sedangkan Elizabeth Okita dan Riober Joshua (22) berasal dari DKI Jakarta.
Aie menjelaskan, ia bersama belasan mahasiswa ikut berkontribusi di lapangan karena masih berada di Bandung, sedangkan sisanya membantu di bagian desain dan media sosial. ”Yang di lapangan ada sekitar 17 orang. Kami bertugas bergantian, ada yang menjaga di masjid untuk memberikan paket dan ada yang berkeliling mengantar paket ke mahasiswa yang tidak bisa ke masjid,” tuturnya.
Yohanes menambahkan, ia tidak pulang atas izin keluarganya. Selain khawatir tertular Covid-19, ia juga sedang mempersiapkan tugas akhir yang akan berlangsung akhir April ini.
”Jadi daripada bosan berdiam diri, saya ikut membantu di sini. Tetapi tetap saja menggunakan alat pelindung yang lengkap, seperti masker dan sarung tangan karet,” tuturnya.
Sejak dibentuk 26 Maret 2020, bantuan pertama yang diberikan NHI Covid Help Desk kepada mahasiswa adalah paket kesehatan. Mereka kesulitan mendapatkan barang-barang tersebut di saat pandemi menyerang.
Paket ini terdiri dari beberapa helai masker kain, sanitasi tangan, dan vitamin.
Setelah paket kesehatan dibagikan, para mahasiswa mendapat paket makanan yang dibagikan setiap dua hari.
Akan tetapi, kata Aie, tidak semua mahasiswa mendapatkan paket tersebut. Penyebabnya, alat yang terbatas sesuai apa yang didapatkan dari orangtua, alumni, ataupun donasi dari pihak lainnya.
”Kami mendapatkan 50 paket makanan dari katering salah satu alumnus beberapa malam sebelumnya. Setelah itu, rekan-rekan yang terdaftar dikabari untuk mengisi formulir yang kami sediakan di Instagram. Kami akan sesuaikan slot dengan jumlah makanan yang didapat. Jadi, siapa cepat, dia yang dapat,” tutur Aie.
Aie dan teman-teman tidak hanya menunggu mahasiswa untuk mengambil paket bantuan di tempat yang disediakan. Jika ada rekan-rekan mahasiswa yang sakit dan tidak bisa keluar, mereka bersedia mengantarkan paket ke tempat tujuan.
Jika teman yang sakit menunjukkan gejala Covid-19, seperti demam tinggi, sesak napas, dan batuk, tim cepat tanggap yang dibentuk akan menghubungkan mahasiswa dengan pihak klinik kampus. Aie mengatakan, setelah itu pihak klinik akan meneruskan ke fasilitas kesehatan yang telah menjadi rujukan di Kota Bandung.
”Teman-teman mahasiswa yang mengisi formulir bisa menambahkan keterangan. Nanti kami akan mengantarkan paketnya langsung ke depan pintu rumah kos. Tetapi tetap dengan aturan menjaga jarak, apalagi kalau mahasiswanya sakit dengan gejala Covid-19,” tuturnya.
Dhias (21), mahasiswa asal Madiun yang sakit beberapa hari sebelumnya, mendapatkan kiriman obat penurun panas karena demamnya melebihi 37 derajat celsius. Di tengah kekhawatiran akibat jauh dari orangtua, bantuan dan perhatian dari rekan sesama mahasiswa di NHI Covid Help Desk membuatnya merasa lebih tenang dan tidak sendirian.
”Wali Kota Madiun juga sudah meminta kami, mahasiswa, untuk tidak pulang dahulu. Di rumah juga ada adik-adik. Jadi, saya lebih baik di sini saja sambil menyelesaikan tugas akhir,” ujarnya.
Bagi mahasiswa perantauan, perhatian dan bantuan teman senasib menambah semangat untuk tetap bertahan di ”negeri” orang. Ancaman penyakit Covid-19 yang membatasi pergerakan mereka tidak menghentikan keinginan mereka untuk saling membantu sesama. Covid tak bisa mengalahkan kebersamaan anak-anak muda itu.