Pembatasan Sosial di Pedalaman Papua Belum Optimal
Pembatasan sosial bagi masyarakat di pedalaman Papua belum optimal karena kearifan lokal yang kental. Pemda setempat pun mengeluarkan kebijakan karantina untuk mencegah penyebaran virus korona jenis baru.
Oleh
FABIO COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pelaksanaan pembatasan sosial (social distancing) di sejumlah daerah pedalaman Papua belum optimal di tengah pandemi virus korona jenis baru. Hal ini disebabkan minimnya kesadaran warga dan faktor budaya kekeluargaan warga yang begitu kental.
Pastor Linus Dumatubun yang bertugas di daerah pedalaman Kabupaten Asmat saat dihubungi dari Jayapura, Minggu (12/4/2020), mengungkapkan, warga masih tetap berkumpul bersama dalam kegiatan adat dengan jumlah ratusan orang. Padahal, pihak gereja sudah berulang-ulang mengingatkan mereka tentang bahaya virus korona jenis baru.
Adapun Linus bertugas memberikan pelayanan rohani dan pendampingan bagi masyarakat di Kampung Yuveri dan Yaun. Terdapat sekitar 100 keluarga di dua kampung tersebut.
Ia mengungkapkan, layanan kesehatan di dua kampung tersebut sangat tergantung kehadiran petugas kesehatan dari distrik atau kecamatan. Karena itu, diperlukan upaya pencegahan masuknya Covid-19 ke masyarakat di dua kampung tersebut.
”Saya terus berupaya memberikan sosialisasi bahaya Covid-19 kepada masyarakat di dua kampung ini melalui pemutaran video. Diperlukan adanya kesadaran masyarakat serta upaya petugas kesehatan dari Pemda Asmat.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat dr Steven Langi mengakui, warga di pedalaman Asmat rawan terjangkit Covid-19. Hingga saat ini sudah terdapat empat warga Asmat dengan status orang dalam pemantauan.
Steven menambahkan, tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Asmat terus berupaya menyosialisasikan cara pencegahan virus tersebut di setiap kampung.
”Pemda Asmat juga telah melarang masuknya kapal ke Asmat selama beberapa pekan terakhir. Hanya kapal barang yang bisa berlabuh di Asmat,” tutur Steven.
Kepala Bagian Humas Pemkab Puncak Jaya Akbar Fitrianto mengatakan, pihaknya juga mengalami kendala warga setempat yang belum melaksanakan imbauan pemerintah terkait pembatasan. Diketahui terdapat 35 orang dalam pemantauan di Puncak Jaya.
Masih terdapat rumah ibadah yang menggelar acara keagamaan yang dihadiri ratusan orang, acara adat bakar batu, dan pertemuan di honai atau rumah adat khas pegunungan tengah Papua dengan jumlah lebih dari 10 orang.
”Bupati Yuni Wonda beserta seluruh jajarannya terus mengunjungi seluruh kecamatan di Puncak Jaya untuk mengingatkan warga terkait pentingnya pembatasan sosial,” tutur Akbar.
Ia menambahkan, Pemkab Puncak Jaya mengambil kebijakan karantina wilayah dengan masuknya warga dari jalur darat ataupun udara ke seluruh wilayah Puncak Jaya. Hal ini dipengaruhi kebudayaan warga setempat untuk berkumpul yang sulit untuk dibatasi.
Pemda Asmat juga telah melarang masuknya kapal ke Asmat selama beberapa pekan terakhir. Hanya kapal barang yang bisa berlabuh di Asmat,
Hal senada disampaikan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak. Faktor kekeluargaan warga yang begitu kuat menyebabkan kebijakan pembatasan sosial bagi masyarakat di pedalaman Mamberamo Tengah.
”Salah satu alasan saya menutup akses masuk ke Mamberamo Tengah karena faktor pelaksanaan pembatasan sosial bagi masyarakat setempat yang sulit terlaksana. Dengan cara ini akan mencegah masuknya virus korona,” kata Ricky.