Gelombang Pemudik Picu Kecemasan di Tengah Keterbatasan Pemda
Arus mudik ke Cirebon, Jawa Barat, dan sekitarnya diperkirakan terus meningkat hingga menjelang Lebaran 2020. Hal ini menjadi kekhawatiran, di tengah keterbatasan kemampuan pemerintah daerah menangani Covid-19.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Gelombang pemudik ke wilayah Kabupaten Cirebon dan Kuningan, Jawa Barat, dikhawatirkan menimbulkan masalah baru dalam memutus rantai penularan Covid-19. Ini karena infrastruktur kesehatan dan sumber daya pemerintah daerah yang masih terbatas.
Hingga Senin (13/4/2020) siang, kasus positif Covid-19 di Kabupaten Cirebon dan Kuningan masing-masing mencapai tiga orang. Sementara Kabupaten Majalengka, Indramayu, dan Kota Cirebon masing-masing mencatat satu kasus serupa. Semuanya merupakan pemudik yang baru pulang dari Jakarta dan sekitarnya, Bandung, serta Batam (Kepulauan Riau).
”Pemudik masih akan datang sampai Lebaran. Ini yang kami khawatirkan. Hampir setiap hari kami rapat membahas ini. Bahkan, sampai pukul setengah 12 malam,” kata Sekretaris Gugus Tugus Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Cirebon Sri Laelan di Cirebon, Senin.
Jumlah pemudik yang terdata di Kota Cirebon mencapai 487 orang. Jumlah tersebut, katanya, bakal bertambah sebelum Lebaran seperti tahun lalu yang mencapai lebih dari 19.000 orang. Lonjakan pemudik berpotensi menambah kasus Covid-19.
Saat ini, seorang perempuan lansia yang diketahui datang dari Jakarta meninggal akibat Covid-19. Adapun 33 orang tercatat dalam pemantauan (ODP) dinas kesehatan setempat, sedangkan 2 pasien dalam pengawasan (PDP) masih dirawat.
Menurut Laelan, keputusan pemerintah pusat yang tidak melarang warga mudik mengharuskan Pemkot Cirebon bersiap menerima pemudik. Padahal, pihaknya terbatas alat medis dan tenaga medis. Jumlah ventilator, misalnya, hanya enam alat. Padahal, ventilator sangat dibutuhkan bagi pasien Covid-19 saat kondisi gawat.
Bahkan, di Ciayumajakuning (Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) kurang dari 50 ventilator.
”Bahkan, di Ciayumajakuning (Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) kurang dari 50 ventilator. Kami sudah mendorong rumah sakit untuk mengajukan penambahan alat,” katanya.
Keberadaan dokter spesialis paru-paru yang menangani pasien Covid-19 juga belum memadai. Di RSUD Gunung Jati yang merupakan RS rujukan utama penanganan Covid-19 di Ciayumajakuning, misalnya, hanya terdapat satu dokter spesialis paru yang aktif. Dua dokter lainnya masing-masing memasuki masa pensiun dan cuti hamil.
”Idealnya, ada tiga dokter spesialis paru-paru di sana. Kami sudah membuat kesepakatan dengan dokter spesialis paru-paru di Ciayumajakuning agar dapat bertugas lintas wilayah tanpa terkendala surat izin praktik,” katanya.
Adapun ruang isolasi di Kota Cirebon saat ini tersedia 35 tempat tidur. Pihaknya tengah menyiapkan tempat karantina bagi 320 pemudik yang mengalami gejala Covid-19 dan tidak bisa menjalankan isolasi mandiri.
”Kami juga berencana membuat karantina tingkat RW sebanyak 550 keluarga. Jadi, mereka akan mendapatkan bantuan Rp 100.000 per keluarga agar tetap di rumah. Ini persiapan untuk kondisi terburuk saat Covid-19 mewabah,” katanya.
Untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 dari pemudik, Pemkab Kuningan menerapkan pemeriksaan di wilayah perbatasan dan karantina wilayah parsial (KWP). Terdapat lima posko, yakni Sampora, Cipasung, Mekarjaya, Cibingbin, dan Mandirancan.
Pemudik yang melintasi perbatasan akan didata, menjalani pemeriksaan suhu tubuh, dan mencuci tangan dengan sabun. Jika ditemukan suhu tubuh 38 derajat celsius ke atas, akan dibawa ke puskesmas terdekat. Petugas juga menyemprotkan disinfektan pada setiap kendaraan.
Penerapan KWP juga akan menutup akses keluar masuk desa/kelurahan serta beberapa ruas jalan protokol pukul 18.00-06.00. Kebijakan itu berlaku mulai Rabu (1/4/2020) hingga waktu yang belum ditentukan.
Aturan ini tidak mengikat penjual bahan kebutuhan pokok, angkutan logistik, bahan bakar minyak, air dalam kemasan, serta pelaku pasar tradisional atau modern. Tenaga medis, farmasi, dan sukarelawan Covid-19 juga masih bebas melintasi daerah tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan Susi Lusiyanti mengatakan, ruang isolasi berkapasitas sekitar 100 orang di Kuningan tidak akan cukup jika pemudik tidak menjalani isolasi mandiri. ”Isolasi mandiri itu cukup bertemu keluarganya saja di rumah, tidak berkeliaran. Ini kendala utama kami,” katanya.
Apalagi, diperkirakan lebih dari 50.000 pemudik telah memasuki Kuningan. Pihaknya akan menerapkan karantina wilayah parsial di kecamatan dengan jumlah pemudik terbanyak dan terjadi peningkatan kasus Covid-19.
Selain persoalan alat dan tenaga medis, pemda di Ciayumajakuning juga memiliki keterbatasan untuk deteksi dini.
Selain persoalan alat dan tenaga medis, pemda di Ciayumajakuning juga memiliki keterbatasan untuk deteksi dini. Kuningan, misalnya, baru mendapatkan 1.160 alat tes uji cepat Covid-19 dari Pemprov Jabar. Sementara pihaknya mengajukan 5.000 alat. Padahal, tes tersebut dapat memetakan penyebaran Covid-19 di daerah.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon Nanang Ruhyana mengatakan, uji cepat dibutuhkan karena kasus Covid-19 terus bertambah. Saat ini, misalnya, tiga orang di Cirebon terkonfirmasi positif Covid-19. Pekan lalu, tercatat dua kasus positif.
Sementara pemudik sudah lebih dari 26.000 orang. ”Kami sudah menerima 440 alat tes uji cepat, sedangkan kebutuhannya 2.400 alat tes. Pekerja migran Indonesia yang datang juga kami tes,” katanya.