Sempat Serang Polisi, Dua Anggota MIT Tewas Ditembak di Poso
Dua anggota kelompok terorisme Mujahidin Indonesia Timur tewas ditembak aparat keamanan di Poso. Meskipun terus dikejar, kelompok itu masih aktif merekrut anggota.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Dua anggota Mujahidin Indonesia Timur tewas ditembak aparat gabungan Polri-TNI di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (15/4/2020). Keduanya sempat menyerang polisi dengan senjata di depan bank di Poso. Polisi tersebut terluka di dada.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Komisaris Besar Didik Supranoto menyatakan, keduanya ditembak di Moengko, wilayah kota Poso. ”Tim gabungan bergerak setelah keduanya menyerang anggota (polisi) di bank,” katanya saat dihubungi di Palu, Sulteng, Rabu.
Penembakan tersebut terjadi sekitar pukul 12.45 Wita. Didik memastikan, kedua orang tersebut anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang saat ini dipimpin Ali Kalora. Keduanya juga masuk dalam 17 daftar pencarian orang (DPO) dengan identitas Ali alias Darwin Gobel dan Muis Fahron alias Abdullah. Keduanya tercatat sebagai warga Poso.
Penembakan tim gabungan merupakan buntut serangan yang dilakukan keduanya terhadap polisi yang hendak bertugas di salah satu bank di kota Poso.
Didik menyebutkan, aparat gabungan Polri-TNI, bagian dari Satuan Tugas Operasi Tinombala masih mengolah tempat kejadian perkara. Jenazah keduanya belum dipastikan dibawa ke RS Bhayangkara, Palu, seperti biasanya atau di RSU Poso.
Penembakan tim gabungan merupakan buntut serangan yang dilakukan keduanya terhadap polisi yang hendak bertugas di salah satu bank di kota Poso, Rabu sekitar pukul 09.15 Wita. Kronologi kejadian, dengan mengendarai sepeda motor, keduanya menyerang Brigadir Satu Ilham yang baru memarkir kendaraan di halaman bank.
Salah seorang dari kedua teroris sempat menembak polisi dari jarak dekat. Namun, perkelahian antara polisi dan kedua teroris terus berlangsung. Masih dengan sepeda motor, keduanya lalu melarikan diri, tetapi senjata dan satu telepon genggam mereka tertinggal di lokasi. Didik menyatakan, dari kontak tersebut Ilham terluka tembak di bagian dada dan dirawat di RSU Poso.
Sejak awal, menurut Didik, kedua pelaku penyerangan polisi itu diduga kuat anggota MIT. Hal itu terindikasi dari aksi mereka yang hanya menyerang polisi dan tak melakukan aksi lain, seperti perampokan. MIT memang menyasar aparat sebagai target utama, meskipun ada juga banyak warga sipil di sekitar hutan yang selama ini dibunuh.
Ryan (32), warga Poso, menyatakan, sesaat setelah serangan di bank itu, warga sempat ramai mendatangi lokasi kejadian. Setelah itu, warga bubar dan aktivitas berjalan normal. Orang tetap ramai lalu lalang dan berjualan di pasar.
Aktivis Lembaga Pengkajian dan Studi HAM Sulteng, Moh Arfandi, menyatakan, kepolisian hendaknya serius menangani anggota MIT Poso. Operasi yang digelar selama ini dinilai tak membuahkan hasil. Malahan kelompok itu terus merekrut anggota. ”Artinya kinerja aparat perlu dievaluasi,” katanya.
Dengan tewasnya dua orang tersebut, saat ini tersisa 15 anggota MIT yang terus dikejar Satuan Tugas Operasi Tinombala di pegunungan Kabupaten Poso dan Parigi Moutong. Menjelang akhir Maret lalu, dua orang menyerahkan diri. Dari mereka, satu orang tercatat DPO MIT, sedangkan satunya lagi simpatisan yang baru bergabung.
Kepala Polda Sulteng Inspektur Jenderal (Pol) Syafril Nusral awal Februari lalu menyatakan, MIT masih aktif merekrut anggota. Ini diketahui dari terus bertambahnya jumlah DPO dan ditangkapnya sejumlah simpatisan yang hendak bergabung dengan kelompok itu.
MIT masih aktif merekrut anggota. Ini diketahui dari terus bertambahnya jumlah DPO dan ditangkapnya sejumlah simpatisan yang hendak bergabung dengan kelompok itu.
Akhir tahun lalu, jumlah kelompok itu diperkirakan hanya tujuh orang. Namun, jumlahnya terus bertambah pada awal tahun ini menjadi 18 orang sebelum dua orang tewas ditembak dan satu orang menyerahkan diri.
MIT didirikan Santoso sekitar 2011 untuk membentuk negara sendiri. Santoso tewas ditembak pada pertengahan 2016 saat Operasi Tinombala digelar secara besar-besaran. Kelompok itu lalu dipimpin kaki tangan Santoso, Basri. Tiga bulan kemudian, ia menyerahkan diri kepada aparat.
Saat ini kelompok itu dipimpin oleh Ali Kalora yang juga dikenal dekat dengan Santoso. Dia diketahui memiliki keahlian merakit bom.
Selain menyerang aparat keamanan, anggota MIT juga sering membunuh warga di sekitar hutan tempat mereka bergerilya. Dalam catatan Kompas, sejak 2014 hingga pertengahan 2019, mereka membunuh 12 warga sipil. Pola kejahatannya terbilang sadis, yakni dengan memutilasi para korban.