Demi Efisiensi, 3.310 Karyawan Hotel di NTB Dirumahkan
Ribuan karyawan hotel di Nusa Tenggara Barat dirumahkan. Hal itu terjadi sebagai dampak sepinya tamu akibat merebaknya Covid-19.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang terus meluas semakin memukul industri pariwisata di Nusa Tenggara Barat. Salah satunya pada usaha akomodasi seperti hotel yang harus tutup karena tidak ada tamu. Akibatnya, ribuan karyawan hotel terpaksa dirumahkan demi efisiensi.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB Ni Ketut Wolini di Mataram, Kamis (16/4/2020), mengatakan, akibat merebaknya Covid-19, dari 56 hotel anggota PHRI NTB, sebanyak 24 hotel tutup sementara. Sisanya, yakni 32 hotel, masih buka.
Meski demikian, tidak hanya hotel yang tutup sementara, hotel yang masih buka juga mengambil kebijakan merumahkan sebagian karyawan, termasuk pekerja harian.
Wolini mencatat, hingga saat ini, total karyawan yang dirumahkan sebanyak 3.310 orang. Itu terdiri dari 1.932 orang karyawan hotel yang tutup dan 1.378 orang dari hotel yang masih buka. ”Namun, data ini sewaktu-waktu bisa berubah tergantung perkembangan,” ujarnya.
Menurut Wolini, sejauh ini pihak hotel hanya merumahkan, bukan memutus hubungan kerja (PHK). Jika kondisi sudah normal, mereka akan kembali bekerja seperti biasa. ”Soal gaji, itu tergantung kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Namun, dalam kondisi sekarang, para pekerja sangat mengerti,” ujarnya.
Wolini menambahkan, bagi hotel yang buka, mereka menyiasati dengan menawarkan paket menginap, tetapi dengan harga di bawah harga normal. Harga yang ditawarkan lebih untuk memenuhi biaya operasional saja.
Mereka menyiasati dengan menawarkan paket menginap, tetapi dengan harga di bawah harga normal. Harga yang ditawarkan lebih untuk memenuhi biaya operasional saja.
General Manager Jayakarta Hotel, Batulayar, Lombok Barat Cherry Abdul Hakim mengatakan, mereka menawarkan tarif kamar kelas deluxe seharga Rp 2 juta untuk isolasi mandiri selama enam hari lima malam. Itu sudah termasuk sarapan di kamar.
Menurut Cherry, harga kamar yang mereka tawarkan turun sekitar 40 persen dari harga normal. Selain itu, dari total 171 kamar yang mereka miliki, mereka hanya membuka 10 kamar. Itu pun sudah melalui penyemprotan disinfektan sekali seminggu.
”Selain Jayakarta, sejumlah hotel yang juga menawarkan paket serupa, di antaranya Hotel Aruna Senggigi dan Puri Indah Mataram,” kata Cherry.
Penutupan hotel akibat sepinya tamu setelah merebaknya Covid-19 memang terjadi di seluruh NTB. Hotel di kawasan Tiga Gili, Lombok Utara, yang saat ini aksesnya ditutup untuk wisatawan, juga melakukan hal serupa sebagai langkah efisiensi.
Menurut Ketua Gili Hotel Association Lalu Kusnawan, hampir semua hotel di Gili sudah tutup karena tidak ada tamu. Sejumlah karyawan yang masih masuk hanya untuk pemeliharaan.
Hampir semua hotel di Gili sudah tutup karena tidak ada tamu. Sejumlah karyawan yang masuk hanya untuk pemeliharaan.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang saat ini dikembangkan sebagai salah satu destinasi superprioritas juga terpuruk. Menurut Ketua Mandalika Hotel Association (MHA) Samsul Bahri, tingkat okupansi 30 hotel yang tergabung dalam asosiasi tersebut turun hingga 2 persen dari total 1.000 kamar yang tersedia.
Kondisi itu tidak hanya pada hotel kecil, tetapi juga hotel-hotel besar di KEK Mandalika. Menurut Samsul, jika masih ada tamu, itu didominasi oleh wisatawan yang tidak bisa kembali ke negara asal, liburan panjang, atau mengerjakan proyek di Kuta.