Sejumlah Kepala Desa di Tegal Menilai BLT dari Dana Desa Terlalu Besar
Pemerintah pusat memutuskan untuk mengalokasikan sebagian dana desa untuk penyaluran bantuan langsung tunai kepada keluarga miskin. Namun, menurut sejumlah pihak jumlah bantuan yang disalurkan dinilai terlalu besar.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar memutuskan untuk mengalokasikan sebagian dana desa untuk penyaluran bantuan langsung tunai kepada keluarga miskin atau yang kehilangan pekerjaan selama pandemi coronavirus disease 2019 atau Covid-19. Sejumlah kepala desa di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, menyarankan besaran bantuan langsung tunai yang diberikan bisa dikurangi agar jumlah penerima manfaat bisa lebih banyak.
Melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020, dana desa memiliki payung hukum untuk menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat. Dalam peraturan itu disebutkan, besaran BLT yang akan disalurkan Rp 600.000 per keluarga setiap bulan. Keluarga miskin dan masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19 akan diberi BLT selama April-Juni 2020 (Kompas.id, 15/4/2020).
Keputusan tersebut menuai reaksi penolakan dari sejumlah kepala desa di Kabupaten Tegal. Mereka menilai jumlah BLT yang akan disalurkan kepada masyarakat terlalu besar.
”Semakin besar jumlah bantuan yang disalurkan, akan semakin sedikit masyarakat miskin yang bisa menerima bantuan. Harapan kami adalah nilai bantuannya tidak terlalu besar tetapi bisa merata, (jumlah) yang dapat bisa lebih banyak,” kata Ketua Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Tegal Mulyanto di Kantor Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal, Kamis (16/4/2020).
Menurut Mulyanto, dalam peraturan itu disebutkan, desa yang mendapat dana desa kurang dari Rp 800 juta harus mengalokasikan 25 persennya untuk BLT. Sementara itu, desa yang mendapat dana desa Rp 800 juta hingga Rp 1,2 milar harus menyisihkan 30 persennya untuk BLT. Adapun desa yang mendapat dana desa lebih dari Rp 1,2 miliar wajib menyalurkan 35 persennya.
Mulyanto menuturkan, desanya mendapat dana desa Rp 1,2 miliar. Jika 35 persen dari dana tersebut wajib dialokasikan untuk BLT, artinya ada Rp 450 juta yang akan disalurkan kepada setiap keluarga miskin selama tiga bulan. Dalam jangka waktu 3 bulan, setiap keluarga miskin akan menerima BLT Rp 1,8 juta.
”Dengan jumlah tersebut, hanya ada sekitar 300 keluarga yang akan memperoleh BLT. Padahal, di desa saya ada 900 warga miskin di luar aparatur sipil negara, TNI, Polri, dan warga miskin yang mendapat bantuan pangan nontunai maupun bantuan program keluarga harapan,” imbuh Mulyanto yang juga Kepala Desa Dermasuci, Kecamatan Pangkah tersebut.
Kepala Desa Dukuhjati Kidul Muhamad Irfai mengatakan, selain membuat jumlah warga miskin yang menerima BLT jadi sedikit, peraturan tersebut bisa memicu konflik sosial. Menurut Irfai, besaran BLT yang akan disalurkan ini tiga kali lebih besar dari besaran bantuan dari pemkab dan pemprov.
”Besaran bantuan dari pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi itu sekitar Rp 200.000 per keluarga per bulan. Nanti pasti akan memicu kecemburuan sosial kalau warga yang ini saya masukkan ke penerima BLT dan warga yang itu saya masukkan ke penerima bantuan pemerintah kabupaten atau provinsi,” ujar Irfai.
Irfai menyarankan besaran BLT disamakan dengan bantuan lainnya, yakni sekitar Rp 200.000 per keluarga setiap bulan. Dengan begitu, jumlah penerima manfaat akan lebih banyak dan bantuan yang diberikan akan lebih merata.
Bahan pokok
Di Kota Pekalongan, sejumlah akademisi, tokoh masyarakat, dan pengusaha membuat gerakan bernama Pekalongan Peduli Sosial Ekonomi (P2SE). Gerakan ini ditujukan untuk menggalang bantuan dari masyarakat dan akan kembali disalurkan bagi masyarakat yang membutuhkan.
Jenis bantuan yang akan disalurkan adalah bantuan bahan kebutuhan pokok. Adapun penyalurannya akan dilakukan menggunakan kartu Kios Pekalongan Peduli yang bisa dicairkan di Kios Pekalongan Peduli.
”Kami masih terus menggalang bantuan sembari mempersiapkan toko-toko yang akan kami jadikan sebagai Kios Pekalongan Peduli. Rencananya, kartu Kios Pekalongan Peduli akan mulai kami salurkan sebelum Ramadhan,” ujar Ketua P2SE Suryani.
Sebelumnya, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pekalongan menyumbangkan Tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) mereka selama tiga bulan melalui gerakan tersebut. Wali Kota Pekalongan Saelany Machfudz mengatakan, di masa pandemi, kerja sama dan kepedulian dari berbagai pihak untuk memberi bantuan bagi masyarakat terdampak sangat dibutuhkan.