Gereja Protestan Maluku mulai membantu setengah juta warga jemaatnya yang terdampak pandemi Covid-19 lewat bantuan sosial, pemberdayaan ekonomi, serta pendampingan psikologis bagi korban dan keluarga.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Gereja Protestan Maluku mulai membantu warga jemaatnya yang terdampak pandemi Covid-19 lewat pemberdayaan ekonomi serta pendampingan psikologis bagi korban dan keluarga. Kendati dengan sumber daya terbatas, langkah gereja dengan jemaat sebanyak 527.328 jiwa yang tersebar di dua provinsi itu dapat membantu meringankan tugas pemerintah dalam penanggulangan bencana ini.
Sekretaris Umum Majelis Pekerja Harian Sinode Gereja Protestan Maluku Pendeta Elifas Tomix Maspaitella, di Ambon, Senin (20/4/2020), mengatakan, relawan bencana yang sudah dibentuk pihak gereja diberi peran untuk membantu operasional di lapangan. Struktur relawan sudah ada hingga tingkatan paling bawah, yakni tersebar di 762 komunitas jemaat.
Elifas mengatakan, aksi sudah mulai dilakukan lewat pemberian bahan pokok kepada warga jemaat yang terdampak. Sasaran yang diprioritaskan adalah pekerja harian, buruh serabutan, dan kalangan ekonomi lemah lainnya. ”Setiap komunitas jemaat memiliki data yang lengkap tentang kondisi anggotanya sehingga bantuan tidak salah sasaran,” katanya.
Menurut dia, bantuan untuk jemaat itu tidak besar mengingat sumber daya gereja yang sangat terbatas. Selain dari kas gereja, sesama warga jemaat yang memiliki kelebihan dapat membantu jemaat yang lain melalui gereja. Selebihnya adalah menunggu program bantuan dari pemerintah. ”Sebelum datang bantuan dari pemerintah, gereja lebih dulu bergerak, tentu dengan segala keterbatasan,” ujarnya.
Selain bantuan makanan, di setiap komunitas jemaat kini dibentuk kelompok untuk mendampingi pengolahan lahan pertanian. Yang menjadi fokus mereka adalah tanaman pangan lokal, seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, dan jagung. Di tengah situasi pandemi seperti saat ini, aliran logistik dari luar Maluku terhambat atau berkurang. Hampir semua kebutuhan pokok di Maluku disuplai dari luar daerah.
”Jadi, manakala jemaat di wilayah perkotaan kekurangan makanan, seperti beras atau sayuran, maka jemaat dari wilayah perdesaan akan menyuplai pangan lokal. Pangan lokal tersebar beragam di sejumlah wilayah sehingga nanti akan dikoordinir oleh Sinode. Metode sharing semacam ini sudah diterapkan pada saat bencana gempa, beberapa waktu lalu,” tuturnya.
Selain itu, pihak gereja juga menyiapkan pendampingan bagi orang dalam pemantauan Covid-19 beserta keluarga. Pendampingan itu untuk memberikan dukungan moril kepada mereka. Sejumlah jemaat yang terkait dengan Covid-19 merasa dikucilkan.
Gereja Protestan Maluku (GPM) merupakan institusi keagamaan terbesar dan memiliki jejaring luas di Maluku. Sebagian besar jemaatnya tersebar di Provinsi Maluku dan sedikit Maluku Utara. GPM merupakan anggota dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). GPM berdiri pada 6 September 1935 kemudian bergabung menjadi anggota PGI pada 25 Mei 1950.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol mengapresiasi inisiatif GPM dalam membantu masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Kendati dengan segala keterbatasan, langkah GPM telah meringankan beban pemerintah. Ia berharap agar komunitas keagamaan lain juga bersama ikut membantu pemerintah lewat aksi nyata.
”GPM sudah lebih dahulu melakukan itu sebelum pemerintah. Di Kota Ambon, pemerintah masih melakukan pendataan. Langkah GPM ini sebagai bentuk kepedulian gereja terhadap kemanusiaan. Mari kita semua bergerak dengan cara masing-masing,” ujar Benediktus.
Sementara itu, Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku Kasrul Selang mengatakan, Pemprov Maluku menyiapkan anggaran sebesar Rp 178 miliar untuk penanganan Covid-19 serta dampaknya. Namun, hingga Senin malam ini, belum ada pemberian bantuan dari pemerintah untuk warga terdampak.