Di Tengah Pandemi, Petani Gambut Kalteng Tetap Produktif
Di tengah pandemi Covid-19, petani lahan gambut di Kalteng mulai panen raya.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Di tengah pandemi Covid-19, petani lahan gambut di Kalimantan Tengah mulai panen raya. Di Kabupaten Pulang Pisau, tiga kelompok tani memanen 675 gabah kering giling di lahan bekas rawa gambut seluas 150 hektar. Lalu, di Kabupaten Kapuas, petani memanen di lahan gambut berpasir yang luasnya lebih dari 100 hektar.
Di Kabupaten Pulang Pisau, tepatnya di Desa Gadabung, petani mengolah rawa gambut tanpa membakar. Mereka bersama penyuluh pertanian menggunakan beberapa jenis varietas padi unggulan yang ditanam di lahan seluas 150 hektar.
Kepala Desa Gadabung Suprapto menjelaskan, merebaknya pandemi Covid-19 tidak membuat petani berhenti produktif. Justru, petani kian ditantang untuk bisa bekerja dengan menerapkan protokol kesehatan.
”Kebijakan desa, tidak hanya semprot disinfektan di rumah-rumah, tetapi juga pada peralatan (pertanian). Selain itu, para petani juga dilengkapi masker kain dan sarung tangan saat bekerja,” ungkap Suprapto, saat dihubungi dari Palangkaraya, Kalteng, Selasa (21/4/2020).
Suprapto menjelaskan, hasil yang didapat tahun ini memang tidak sebanyak tahun lalu atau bahkan lima tahun lalu. Namun, hasil itu tetap menguntungkan bagi para petani. ”Kalau dulu membakar, saat ini, kan, tidak membakar,” katanya.
Di lahan tersebut kini mereka menghasilkan setidaknya 4,5 ton gabah kering tiap hektar. Totalnya, hasil panen dapat mencapai 675 ton gabah kering. Bahkan, biasanya, hasilnya bisa lebih dari tujuh ton per hektar.
Ini dulunya rawa gambut semua dan tidak bisa ditanami padi sama sekali.
Nisrup (52), petani dari Kelompok Tani Gadabung, mengungkapkan, panen tersebut belum selesai dan baru permulaan. Masih ada 1.200 hektar lahan yang ditanami padi dengan estimasi panen mencapai lima hingga enam ton gabah kering per hektar.
”Ini dulunya rawa gambut semua dan tidak bisa ditanami padi sama sekali. Setelah menjadi sawah dan mendapatkan varietas yang tepat, ini bisa produktif sekali ternyata,” kata Nisrup.
Nisrup menambahkan, adanya pandemi dan imbauan pemerintah untuk menjaga jarak tentunya berpengaruh terhadap proses pertanian, termasuk mengubah cara kerja petani. Mereka pun berupaya melaksanakan protokol jaga jarak, tetapi tetap produktif. ”Kami memang takut mati karena korona, tetapi lebih takut kalau mati karena kelaparan,” ungkap Nisrup.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (TPHP) Provinsi Kalteng Sunarti menjelaskan, petani merupakan garda depan perjuangan ekonomi di tengah pandemi. Mereka tetap produktif meski dengan menjalankan protokol kesehatan.
”Sejak awal pandemi di bulan Maret hingga kini, di sejumlah wilayah sudah melakukan panen raya. Mereka tetap produktif di tengah pandemi. Ini penting karena kebutuhan beras juga pasti meningkat,” kata Sunarti.
Dari data Dinas TPHP Provinsi Kalteng, sejak Maret sampai April 2020, terdapat 44.448,69 hektar atau hampir empat kali luas Kota Bogor lahan yang dipanen di Kalimantan Tengah dengan hasil mencapai 129.041,11 ton gabah kering giling. Jumlah itu memenuhi kebutuhan beras di Kalteng selama Maret dan April sekaligus surplus sekitar 17.851 ton beras.
Potensi lahan gambut, lanjut Sunarti, masih sangat mungkin dikembangkan lagi. Hingga kini, pihaknya masih terus mencari varietas unggul yang mampu bertahan di lahan gambut. Tidak semua varietas mampu bertahan di lahan dengan tingkat keasaman tinggi itu.
Di Kabupaten Kapuas, tepatnya di Desa Humbang Raya, Kecamatan Mantangai, pihaknya juga sudah melakukan panen, bahkan di lahan gambut yang berpasir. Terdapat dua varietas unggul yang digunakan, yakni padi Inpari 42 dengan hasil 7,68 ton gabah kering per hektar dan varietas Inpari 30 yang menghasilkan 8,48 ton gabah kering per hektar.
Kedua varietas itu ditanam di lahan gambut berpasir dengan luas total mencapai 100 hektar. Dengan pengelolaan dan pendampingan dari penyuluh pertanian, panen pun dilaksanakan dengan hasil lebih kurang mencapai 850 ton gabah kering. ”Petani pun dibekali alat pelindung diri. Alat yang standar pasti sarung tangan, pelindung kaki, dan helm. Tetapi, kini ditambah masker,” ungkap Sunarti.