Aparat Dahulukan Tindakan Persuasif di Surabaya Raya
Aparatur negara di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik mendahulukan tindakan persuasif untuk mendisiplinkan masyarakat selama penerapan PSBB pada Selasa (28/4/2020).
Oleh
IQBAL BASYARI/AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Aparatur negara di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, Jawa Timur, mendahulukan tindakan persuasif untuk mendisiplinkan masyarakat selama pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang mulai berlaku Selasa (28/4/2020).
Sekretaris Provinsi Jawa Timur Heru Tjahjono, di Surabaya, Minggu (26/4/2020), mengatakan, regulasi sebagai pedoman pelaksanaan PSBB di wilayah yang disebut Surabaya Raya itu telah selesai. Saat ini, regulasi tersebut sedang dalam masa sosialisasi.
Untuk tingkat provinsi, telah terbit Peraturan Gubernur Jatim Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Jatim. Selain itu, ada pula Keputusan Gubernur Jatim Nomor 188/202/KPTS/013/2020 tentang Pemberlakuan PSBB dalam Penanganan Covid-19 di Wilayah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik.
Di tingkat kabupaten/kota, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah menerbitkan Peraturan Wali Kota Nomor 16/2020 tentang Pedoman PSBB dalam Penanganan Covid-19 di Kota Surabaya. Peraturan serupa juga dikeluarkan Bupati Gresik Sambali Halim Radianto melalui Peraturan Bupati Nomor 12/2020 dan Wakil Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin selaku Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Sidoarjo melalui Peraturan Bupati Nomor 31/2020.
Sekretaris Kota Surabaya Hendro Gunawan mengatakan akan mendahulukan langkah persuasif atau halus. Masyarakat akan diingatkan terlebih dahulu agar tidak mengulangi hal-hal yang masuk dalam kategori pelanggaran peraturan PSBB. ”Petugas gabungan dari Pemerintah Kota Surabaya, TNI, dan Polri akan mengawal jalannya PSBB agar berjalan maksimal,” ujarnya.
Hendro mengungkapkan, meskipun tidak tercantum dalam Peraturan Wali Kota Surabaya, akan diberlakukan jam malam. Ketentuan ini juga ditempuh Sidoarjo dan Gresik. Jam malam diterapkan pada pukul 21.00-04.00 WIB setiap hari selama PSBB berlaku dua pekan.
Mereka harus bersedia kerja sama dalam pemeriksaan atau tidak diperkenankan masuk-keluar Gresik.
Pemilik usaha makanan dan minuman juga tidak diizinkan membuka layanan makan di tempat. Hendro mengingatkan, pelanggaran peraturan PSBB dikenai sanksi teguran lisan, tertulis, tindakan pemerintahan lainnya, dan atau pencabutan izin.
Wakil Bupati Gresik Mohammad Qosim, saat dihubungi dari Surabaya, mengatakan, di seluruh wilayah kabupaten itu didirikan pos-pos pemeriksaan. Pergerakan manusia dari dan ke Gresik jelas dibatasi, tetapi tidak secara kaku. Ada warga Gresik yang bekerja di Surabaya dan Sidoarjo, begitu pula sebaliknya. ”Mereka harus bersedia kerja sama dalam pemeriksaan atau tidak diperkenankan masuk-keluar Gresik,” kata Qosim.
Menurut Qosim, beberapa hal penting yang harus dipatuhi, misalnya, pengguna sepeda motor dilarang berboncengan, kapasitas mobil hanya bisa diisi separuhnya, serta harus bersedia diperiksa suhu tubuh di pos pemeriksaan dan menunjukkan identitas kependudukan.
Adapun jam malam di Gresik diberlakukan pada pukul 21.00-04.00 WIB. Dalam masa puasa, Peraturan Bupati Gresik menegaskan, kegiatan ibadah secara berjemaah dilaksanakan di rumah. ”Pelanggaran peraturan ada sanksinya dari teguran lisan, tertulis, bahkan pencabutan izin usaha,” ujar Qosim.
Anggota Tim Surveillance Covid-19 Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, mengingatkan, aparatur perlu bertindak tegas terhadap pelanggar aturan PSBB. Salah satu alasannya, kesadaran masyarakat diyakini belum kuat, terlebih saat awal-awal pelaksanaan.
Menurut Windhu, jika sejak awal penindakan diberlakukan kepada pelanggar, kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat bisa cepat tumbuh. Hal ini akan membuat PSBB jadi efektif untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Beberapa hal yang berpotensi terjadi pelanggaran, kata Windhu, antara lain tentang sejumlah jenis usaha yang masih boleh beroperasi selama PSBB. Aparat perlu berpatroli dan memberikan sanksi kepada usaha-usaha di luar 11 jenis usaha yang masih diperbolehkan beroperasi.
”Tidak cukup kalau hanya diberikan sanksi administrasi berupa teguran. Jika tetap melanggar, seharusnya bisa diberikan sanksi berupa pencabutan izin,” kata dosen senior Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair tersebut.
Windhu menyarankan Pemerintah Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik mengambil pelajaran dari pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta. Di Ibu Kota, pemerintah setempat mengevaluasi pelaksanaan PSBB tahap pertama. Evaluasi itu antara lain catatan tentang mobilitas warga yang masih tinggi, perkantoran yang masih buka, pengendara kendaraan bermotor yang melebihi batas, dan warga yang tidak mengenakan masker.
Windhu mengatakan, aturan turunan dari Peraturan Gubernur Jatim tentang PSBB di tingkat kabupaten dan kota harus sejalan. Di Sidoarjo, misalnya, dalam peraturan bupati ada pasal yang bertentangan. Dalam Pasal 4 Ayat 2 disebutkan bahwa ada pengecualian pelaksanaan shalat berjemaah di masjid dan mushala yang tetap diperbolehkan dengan memperhatikan protokol kesehatan. ”Kalau ada satu daerah saja yang bocor, PSBB ini jadi tidak efektif, penularan akan tetap terjadi,” ujarnya.