Bupati Klaten Bantah Gunakan Bansos Terkait Covid-19 untuk Kampanye
Selama beberapa hari terakhir, Bupati Klaten Sri Mulyani ramai dibicarakan di media sosial karena diduga memanfaatkan bantuan sosial untuk kepentingan kampanye. Namun, Sri Mulyani membantah tuduhan itu.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
KLATEN, KOMPAS — Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Mulyani membantah tuduhan memanfaatkan bantuan sosial terkait Covid-19 untuk kampanye pemilihan kepala daerah. Dia bahkan menyebut kasus bantuan hand sanitizer yang menimbulkan kehebohan selama beberapa hari terakhir ini sengaja dibuat pihak tertentu untuk menyerang dirinya.
”Oh, ya enggak (terkait kampanye). Saya, kan, bukan calon (kepala daerah). Saya sekarang memang bekerja selaku kepala daerah,” kata Sri Mulyani seusai meninjau tempat isolasi untuk pemudik di Desa Ngalas, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten, Rabu (29/4/2020).
Seperti diberitakan, selama beberapa hari terakhir, para pengguna media sosial dihebohkan unggahan sejumlah akun Twitter yang menunjukkan bantuan hand sanitizer dengan botol yang ditempeli stiker bergambar wajah Sri Mulyani. Di botol itu juga terdapat tulisan ”Hand Sanitizer Bantuan Bupati Klaten Hj Sri Mulyani”.
Akan tetapi, berdasarkan unggahan di sejumlah akun Twitter, setelah stiker dengan gambar wajah Sri Mulyani dicopot, ternyata ada stiker bertuliskan Kemensos yang tertempel di botol hand sanitizer itu. Hal itu memunculkan dugaan Sri Mulyani telah menyalahgunakan bantuan sosial (bansos) dari Kementerian Sosial (Kemensos) untuk kampanye.
Dalam pilkada mendatang, Sri Mulyani memang jadi calon kuat bupati karena dia telah mendapatkan rekomendasi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Saat ini, Sri menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Klaten.
Menanggapi kasus itu, Sri Mulyani menjelaskan, bantuan hand sanitizer yang dibagikan itu sebenarnya terdiri dari dua jenis. Bantuan hand sanitizer pertama berasal Kemensos dengan tulisan ”Kemensos” pada botolnya. Sementara itu, bantuan hand sanitizer kedua berasal dari pribadi dirinya. Pada bantuan jenis kedua inilah yang terdapat stiker dengan wajah Sri Mulyani dan tulisan ”Hand Sanitizer Bantuan Bupati Klaten Hj Sri Mulyani”.
Menurut Sri Mulyani, hand sanitizer dengan stiker bergambar wajah dirinya itu tidak dibeli dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Klaten. Dia menyebut anggaran pembelian hand sanitizer tersebut berasal dari uang pribadinya dan sejumlah donatur.
”Hand sanitizer yang ada tempelan (bantuan) bupati itu murni pengadaan non-APBD. Jadi, dari saya sebagai Sri Mulyani dan dari teman-teman yang membantu,” ujar Sri Mulyani.
Hand sanitizer yang ada tempelan (bantuan) bupati itu murni pengadaan non-APBD. Jadi, dari saya sebagai Sri Mulyani dan dari teman-teman yang membantu.
Sri Mulyani memaparkan, berdasarkan pengecekan yang dilakukannya, diduga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menempelkan stiker bergambar wajah dirinya ke botol hand sanitizer yang merupakan bantuan dari Kemensos. Menurut Sri Mulyani, tindakan itu sengaja dilakukan untuk menyerang dirinya.
”Kalau masalah hand sanitizer itu, setelah saya cek-cek dan saya pelajari, memang ada unsur kesengajaan. Saya sudah pegang orangnya yang sengaja ingin menjatuhkan atau membunuh karakter diri saya,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan, tindakan itu bisa jadi dilakukan lawan politik atau orang yang merasa kecewa padanya. Dia menyebut tindakan itu bisa diketahui karena jumlah bantuan hand sanitizer dari Kemensos sangat terbatas dan tercatat dengan detail. Oleh karena itu, penerima bantuan hand sanitizer tersebut bisa dilacak dengan mudah.
”Jadi, ada yang sengaja yang ingin menjatuhkan (saya). Bisa lawan politik, orang yang kecewa juga bisa, orang internal juga bisa. Semua bisa dimungkinkan,” ujar Sri Mulyani.
Jadi, ada yang sengaja yang ingin menjatuhkan (saya). Bisa lawan politik, orang yang kecewa juga bisa, orang internal juga bisa. Semua bisa dimungkinkan.
Terkait pemberian bantuan hand sanitizer dengan stiker bergambar wajahnya, Sri Mulyani menilai tindakan itu tidak melanggar aturan apa pun. Sebab, anggaran pengadaan hand sanitizer tersebut bukan berasal dari anggaran negara.
Sri Mulyani menyebut dirinya memang telah mendapat rekomendasi dari PDI-P untuk maju dalam Pilkada Klaten berikutnya. Namun, dia menuturkan, saat ini dirinya belum menjadi calon kepala daerah dan tahapan pilkada juga belum dimulai. ”Apa yang saya langgar? Pilkada kapan saja belum tahu,” ujarnya.
Meski begitu, Sri Mulyani mengakui gambar wajahnya memang dipakai dalam sejumlah program Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten. Salah satu yang menggunakan gambar wajah Sri Mulyani adalah kemasan beras merek ”Srinuk” yang dikembangkan Pemkab Klaten. Selain itu, wajah Sri Mulyani juga bisa ditemukan pada sejumlah baliho yang terpampang di sejumlah wilayah Klaten.
Menurut Sri Mulyani, pemakaian gambar dirinya itu merupakan sesuatu yang sah. ”Kan, sah-sah saja lha wong saya kepala daerahnya. Kalau programnya Bupati Klaten pakai fotonya Bupati Boyolali, nanti orang bingung,” ujarnya.
Bawaslu mengkaji
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Klaten Arif Fathurrokhman mengatakan, pihaknya tengah mengkaji masalah bantuan hand sanitizer tersebut. Saat ini, Bawaslu Klaten juga melakukan koordinasi secara intens dengan Bawaslu Jateng terkait masalah itu.
Selain itu, Bawaslu Klaten juga berkoordinasi dengan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang beranggotakan unsur kepolisian dan kejaksaan. Arif menyebut Bawaslu Klaten sedang mengklarifikasi sejumlah pihak terkait mengenai masalah ini.
Arif juga menyampaikan, apabila dibutuhkan, Bawaslu Klaten juga akan melakukan klarifikasi kepada Sri Mulyani selaku Bupati Klaten. ”Kalau memang dipandang perlu, tetap kami klarifikasi,” ujarnya.
Menurut Arif, apabila masalah tersebut memang mengandung unsur pelanggaran aturan pilkada, Bawaslu Klaten akan memperlakukannya sesuai ketentuan yang berlaku. Namun, apabila masalah tersebut mengandung unsur pelanggaran di luar aturan pilkada, Bawaslu Klaten akan melimpahkan kasus itu ke instansi lain yang mempunyai kewenangan.
”Jika mengandung unsur pelanggaran perundang-undangan lainnya, Bawaslu akan meneruskan kasus ini ke instansi yang berwenang,” kata Arif.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zaenur Rohman, mengatakan, penempelan gambar wajah kepala daerah pada produk bansos yang menggunakan anggaran negara merupakan tindakan tidak etis.
Sebab, bansos yang memakai anggaran negara tidak boleh dipakai untuk kepentingan pribadi kepala daerah, misalnya meningkatkan popularitas menjelang pilkada. ”Saya mengatakan, itu tindakan yang tidak etis,” kata Zaenur.
Zaenur menambahkan, pemanfaatan bansos untuk meningkatkan popularitas pribadi kepala daerah juga akan menimbulkan konflik kepentingan. ”Konflik kepentingan terjadi jika kepentingan dinas itu bercampur dengan kepentingan pribadi. Atau jika seorang pejabat menggunakan kewenangan jabatan untuk kepentingan pribadi,” katanya.