Sepekan berjalan, peraturan dalam pembatasan sosial berskala besar masih longgar. Masyarakat masih melanggar peraturan yang ditetapkan karena belum ada sanksi yang tegas.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Sepekan berlalu, penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Kota Tegal, Jawa Tengah, masih longgar. Sanksi tegas bagi pelanggar aturan dalam PSBB juga belum diberlakukan.
PSBB di Kota Tegal memasuki hari yang ketujuh, Rabu (29/4/2020). Kendati demikian, kerumunan masyarakat masih terjadi di beberapa lokasi, seperti di Jalan Ahmad Yani, Jalan Sultan Agung, dan Jalan A R Hakim. Sebagian dari mereka tidak memakai masker.
Di pasar banyak orang, hawanya panas. Kalau pakai masker, pengap.
Pemandangan serupa terlihat di kawasan Pasar Pagi Kota Tegal. Berdasarkan pantauan Kompas, sebagian pedagang dan petugas parkir tidak memakai masker dengan benar. Masker kain dengan berbagai macam warna itu hanya dikalungkan di leher dan baru dipakai dengan benar ketika ada yang mengingatkan.
”Di pasar banyak orang, hawanya panas. Kalau pakai masker, pengap,” kata Titik (57), pedagang di Pasar Pagi Kota Tegal, Rabu (29/4/2020).
Sementara itu, di salah satu titik pemeriksaan di Jalan Proklamasi, pengendara yang melintas hanya dicek suhu badannya dan kendaraannya disemprot disinfektan. Pengendara sepeda motor yang berboncengan dibiarkan lolos begitu saja tanpa dicek kartu tanda penduduknya.
Adapun pengendara mobil yang duduk bersebelahan dengan sopir di kursi depan juga dibiarkan lewat. Tidak ada sosialisasi atau arahan untuk berpindah ke kursi belakang.
Padahal, dalam Peraturan Wali (Perwal) Kota Tegal Nomor 8 Tahun 2020 disebutkan bahwa semua orang wajib menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah. Larangan juga ditujukan kepada pengendara dan pembonceng sepeda motor yang tidak satu alamat serta pengendara mobil yang duduk bersebelahan dengan penumpang di kursi depan.
Dalam Perwali tersebut, Wali Kota Tegal juga melarang semua restoran dan warung makan menyediakan layanan makan di tempat. Mereka diminta menyediakan layanan pesan antar dan pesan bawa bagi para pembelinya. Di lapangan, aturan itu belum sepenuhnya ditaati. Sejumlah restoran masih mengizinkan pembelinya makan di tempat.
”Kalau dilarang makan di tempat, pembelinya (akan) kabur dan saya tidak jadi mendapatkan uang. Kalau tidak dapat uang, saya mau makan apa? Sudah tidak dapat bantuan, mau jualan juga dipersulit,” kata Yuli (50), pemilik warung makan di Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur.
Yuli mengatakan, dirinya mengetahui adanya larangan memberikan fasilitas makan di tempat bagi para pembeli. Kendati demikian, Yuli mengabaikan larangan tersebut karena belum ada sanksi tegas yang dikenakan kepada pelanggar aturan tersebut.
Pada hari pertama pelaksanaan PSBB, Kamis (23/4/2020), Wali Kota Tegal Dedy Yon mengatakan, sanksi bagi pelanggar aturan PSBB akan mulai diberlakukan pada hari kedua PSBB. Sebab, hari pertama PSBB masih digunakan untuk menyosialisasikan aturan-aturan PSBB.
Dedy mengatakan, sanksi yang akan dikenakan kepada pelanggar aturan PSBB adalah sanksi administrasi. Sanksi administrasi tersebut meliputi teguran lisan, peringatan tertulis, pengambilan paksa barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran, penghentian paksa sementara kegiatan, pembekuan izin, dan pencabutan izin.
Saksi tegas
Secara terpisah, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal Kusnendro mengatakan, ketidaktaatan sejumlah masyarakat terhadap aturan-aturan dalam PSBB disebabkan oleh belum adanya sanksi tegas yang dikenakan kepada para pelanggar. Sebagian masyarakat yang kedapatan melanggar aturan berkendara, misalnya, hanya diminta memutar balik tanpa diberi ”hukuman”.
”Kalau cuma diminta putar balik begitu, ya, tidak akan kapok. Harusnya ditilang atau bagaimana agar mereka jera,” ucap Kusnendro.
Kusnendro juga menyarankan Pemerintah Kota Tegal untuk berpatroli dan membubarkan kerumunan serta menyosialisasikan alasan tidak boleh berkerumun. Menurut dia, sampai saat ini masih banyak masyarakat di beberapa perkampungan yang berkerumun. Dengan adanya patroli rutin hingga ke perkampungan, potensi kerumunan dapat ditekan.
Kusnendro menambahkan, hingga hari ketujuh pemberlakuan PSBB, pihaknya masih terus menerima aduan dari masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan bahan pangan. Dari jumlah total 90.250 keluarga yang ada, baru sekitar 16.356 keluarga yang mendapatkan bantuan. Lebih kurang 6.000 keluarga terdampak lainnya mengeluhkan belum mendapat bantuan.
”Jumlah keluarga yang mendapatkan bantuan ini hanya 18 persen dari jumlah total keluarga yang ada. Kami berharap bantuan pangan itu bisa diberikan kepada sedikitnya 30 persen dari jumlah total keluarga terdampak pandemi Covid-19,” ujar Kusnendro.
Kusnendro berharap, pada penyaluran bantuan kedua yang direncanakan dilakukan pada pertengahan Mei, sebanyak 6.000 keluarga terdampak itu bisa mendapat bantuan. Pemerintah Kota Tegal disarankan melibatkan pejabat tingkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) dalam mendata ulang penerima bantuan.
Hingga Senin malam, jumlah kasus positif Covid-19 di Kota Tegal mencapai 7 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak dua orang dirawat dan dua orang dinyatakan sembuh. Adapun tiga orang meninggal dunia. Sebelumnya, Pemerintah Kota Tegal menargetkan, melalui PSBB bisa meminimalkan kasus positif Covid-19.