Perlu Penelusuran Kontak Terkait PDP Meninggal yang Belum Dites
Penelusuran kontak terkait pasien dalam pengawasan (PDP) yang meninggal tapi belum diambil ”swab” harus dilakukan. Penelusuran kontak penting dilakukan untuk mencegah potensi penularan Covid-19 secara luas.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sejumlah orang yang berstatus pasien dalam pengawasan di Daerah Istimewa Yogyakarta meninggal sebelum diambil sampel swab atau usap tenggorokan dan hidung untuk keperluan tes laboratorium. Kondisi itu membuat mereka tidak bisa dipastikan menderita Covid-19 atau tidak. Namun, penelusuran kontak terkait PDP meninggal yang belum diambil swab itu perlu dilakukan demi mencegah potensi penularan Covid-19.
”Kalau ada pasien yang belum sempat di-swab kemudian meninggal dan dia dicurigai (terkait Covid-19), contact tracing (penelusuran kontak) tetap harus dilakukan,” kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DIY Joko Murdiyanto, Kamis (30/4/2020), di Yogyakarta.
Joko menjelaskan, saat pasien datang ke rumah sakit, dokter tentu melakukan pemeriksaan klinis untuk mengetahui kondisi kesehatan sang pasien. Dalam masa pandemi Covid-19 ini, dokter juga meminta keterangan mengenai riwayat perjalanan dan riwayat kontak dari sang pasien.
Berdasarkan pemeriksaan klinis serta keterangan ihwal riwayat perjalanan dan kontak itu, dokter bisa memutuskan apakah seorang pasien bisa dinyatakan sebagai PDP atau tidak. ”Ada syaratnya seorang pasien bisa dinyatakan sebagai PDP,” ujar Joko.
Di Indonesia, penetapan PDP mengacu pada persyaratan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 yang diterbitkan Kemenkes pada 27 Maret 2020, ada beberapa kriteria orang dinyatakan sebagai PDP.
Kriteria pertama adalah mereka yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) disertai demam 38 derajat celsius atau lebih, serta mengalami salah satu gejala penyakit pernapasan, misalnya batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, pilek, atau pneumonia (radang paru-paru). Mereka juga harus memiliki riwayat perjalanan di negara atau wilayah yang melaporkan transmisi lokal Covid-19.
Kriteria kedua adalah orang yang mengalami demam dengan suhu minimal 38 derajat celsius atau mengalami ISPA, serta memiliki memiliki riwayat kontak dengan pasien positif Covid-19 pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala.
Kriteria ketiga, orang dengan ISPA berat atau pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan. Sesuai protokol yang ada, orang yang dinyatakan PDP akan diambil sampel swab untuk keperluan pemeriksaan laboratorium guna memastikan apakah dia positif menderita Covid-19 atau tidak.
Joko memaparkan, penelusuran kontak terhadap PDP meninggal yang belum diambil swab perlu dilakukan untuk mencegah kemungkinan penularan Covid-19. Sebab, apabila penelusuran kontak tidak dilakukan, ada potensi terjadi penularan Covid-19 tanpa diketahui dinas kesehatan.
”Kalau misalkan ada pasien meninggal dan belum sempat di-swab, tapi gejala klinisnya dicurigai ke arah Covid-19, ya tetap harus ditelusuri dia kontak dengan siapa saja. Ini lebih baik daripada nanti kita kecolongan,” ungkap Joko.
Menurut Joko, penelusuran kontak terkait PDP meninggal yang belum diambil swab itu harus dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian. Berdasarkan prinsip kehati-hatian itu, pasien yang dicurigai menderita Covid-19 harus diperlakukan sama dengan pasien yang telah dinyatakan positif Covid-19.
”Lebih baik kita anggap (terkait Covid-19) sampai terbukti tidak. Tapi ini kan enggak ada buktinya. Jadi, ini bentuk kewaspadaan kita semua,” kata Joko. Kehati-hatian itu pula yang membuat jenazah PDP meninggal yang belum sempat diambil swab dimakamkan dengan prosedur Covid-19.
Joko menambahkan, penelusuran kontak merupakan langkah penting untuk membendung penularan Covid-19 secara lebih luas. Sebab, melalui penelusuran kontak, orang-orang yang dicurigai menderita Covid-19 bisa dideteksi secara dini sehingga bisa langsung dilakukan tindak lanjut, misalnya dengan isolasi ataupun diambil swab untuk pemeriksaan laboratorium.
”Contact tracing sangat penting karena penyakit Covid-19 ini penularannya cepat sekali,” kata Joko.
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie mengakui memang ada sejumlah PDP di DIY yang meninggal tanpa sempat diambil swab. Kondisi ini antara lain terjadi ketika PDP datang ke rumah sakit dalam kondisi kritis.
Contact tracing sangat penting karena penyakit Covid-19 ini penularannya cepat sekali.
”Memang belum (semua diambil swab). Tapi kita semaksimal mungkin mengambil swab,” kata Pembajun. Namun, belum ada data pasti berapa jumlah PDP di DIY yang meninggal tanpa sempat diambil swab.
Sementara itu, Juru Bicara Pemerintah Daerah DIY untuk Penanganan Covid-19, Berty Murtiningsih, mengatakan, apabila ada PDP meninggal yang belum sempat diambil swab, penelusuran kontak tetap dilakukan sepanjang tidak ada diagnosis lain mengenai sebab kematian. Namun, jika ada diagnosis dari rumah sakit bahwa pasien tersebut meninggal bukan karena Covid-19, maka penelusuran kontak tidak dilakukan.
”Iya (dilakukan penelusuran kontak), kecuali ada diagnosis lain dari rumah sakit terkait sebab kematiannya,” ujar Berty yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DIY.
Berty menambahkan, dalam proses pendataan, PDP meninggal yang belum diambil swab akan dimasukkan ke dalam daftar PDP apabila tidak ada diagnosis lain mengenai penyebab kematiannya. Sebaliknya, apabila ada diagnosis bahwa kematian sang pasien bukan karena Covid-19, maka datanya tidak dimasukkan ke dalam daftar PDP.