Susahnya Siswa-siswa di Pelosok Kaltim Mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh
Minimnya akses internet membuat puluhan sekolah di Kalimantan Timur terpaksa tetap melakukan beberapa kali kegiatan belajar di sekolah agar siswa dan guru tetap bisa berkomunikasi.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
Orangtua dan guru di pedalaman Kalimantan Timur harus berjuang mendampingi anak-anak belajar dari rumah di tengah minimnya akses internet. Puluhan sekolah terpaksa tetap melakukan beberapa kali kegiatan belajar di sekolah agar siswa dan guru tetap bisa berkomunikasi.
Di Kabupaten Mahakam Ulu, terdapat 64 sekolah dari SD sampai SMA yang tersebar di lima kecamatan. Hanya Kecamatan Long Bagun yang akses internetnya relatif stabil. Namun, untuk bisa membuat pertemuan daring melalui panggilan video masih sulit dilakukan di Long Bagun.
Sisanya, Kecamatan Long Hubung, Long Pahangai, Laham, dan Long Apari, masih belum bisa mengakses internet dengan mudah. Beberapa kantor desa memang sudah memiliki layanan internet, tetapi jaringan internet sangat lambat, apalagi jika dipakai banyak orang.
Maria Murdini (55), salah satu orangtua siswa SDN 003 Long Tuyoq di Kecamatan Long Pahangai, mengatakan, sudah hampir dua bulan putrinya, Oliv (8), belajar di rumah. Namun, putrinya masih harus pergi ke sekolah dua kali seminggu untuk mendapatkan pemaparan materi belajar dari guru.
”Di sini akses internet tidak ada, hanya di kantor desa saja dan itu sangat lambat. Ketika belajar di rumah, kami para orangtua yang harus berlaku menjadi guru mengawasi anak-anak supaya paham materi yang diberikan guru,” kata Maria ketika dihubungi, Rabu (29/4/2020).
Desa Long Tuyoq terletak di hulu Sungai Mahakam dan letaknya dikelilingi hutan. Dari pusat pemerintahan Kalimantan Timur di Samarinda, untuk menuju ke Mahakam Ulu mencapai 27 jam menyusuri Sungai Mahakam menggunakan perahu bermesin.
Maria setiap hari harus mengontrol tugas yang diberikan guru kepada putrinya. Ia harus mengontrol anaknya di samping kesibukannya berkebun. Hal itu memaksanya belajar apa yang anaknya pelajari.
Kepala SDN 03 Long Tuyoq Silvanus Silam Luhat mengatakan, jumlah siswa di sekolah yang ia pimpin hanya 54 siswa. Dalam satu kelas, jumlah siswa paling banyak hanya 13 orang. Itu membuatnya mudah menerapkan protokol kesehatan meski tetap melakukan pertemuan dengan siswa. Selain itu, seluruh siswa SDN 03 Long Tuyoq tinggal di dua desa yang berdekatan sehingga memungkinkan untuk melakukan pertemuan.
”Kami juga sudah menyediakan tempat untuk cuci tangan. Anak-anak juga mudah diberi jarak saat sekolah. Mereka juga mengenakan masker saat ke sekolah,” kata Silvanus.
Sulit akses internet
Kesulitan juga dihadapi oleh siswa SMP dan SMA di Mahakam Ulu. Rata-rata anak-anak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP dan SMA ke luar desa. Dari Desa Long Tuyoq, rata-rata anak-anak melanjutkan sekolah ke tingkat SMP dan SMA di pusat Kecamatan Long Pahangai, berjarak sekitar satu jam menaiki perahu bermesin. Beberapa dari mereka ada pula yang tinggal di asrama.
Itu membuat siswa SMP dan SMA berkumpul hampir setiap hari di kantor desa untuk berkomunikasi kepada guru dan mengirimkan tugas. Sinyal internet di kantor desa jangkauannya hanya sekitar 100 meter dari kantor desa. Proses pengiriman foto tak pernah mudah karena kemampuan internet yang terbatas.
”Anak-anak berkumpul di kantor desa untuk mengirim tugas atau meminta arahan guru melalui internet desa. Itu satu-satunya akses internet yang ada di desa kami. Itupun sinyalnya tidak stabil dan harus bersabar,” kata Kepala Desa Liu Mulang Hendrikus Helaq.
Kesulitan belajar dari rumah juga dialami oleh siswa-siswa di Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Berau, Kabupaten Paser, dan Kabupaten Kutai Timur. Beberapa daerah di sana belum tersedia jaringan internet yang baik, bahkan ada yang belum tersentuh jaringan internet sama sekali.
”Jumlah pastinya kami belum menghitung, tetapi beberapa wilayah di daerah itu belum tersedia jaringan internet. Ada wilayah yang bisa mengakses TVRI sehingga anak-anak bisa belajar di rumah dari program yang sudah disediakan oleh pemerintah,” kata Anwar di Samarinda ketika dihubungi.
Meski demikian, beberapa wilayah di pelosok Kalimantan Timur ada yang tidak bisa mendapat jaringan TVRI, seperti di beberapa desa di Kabupaten Mahakam Ulu dan Kabupaten Paser karena letaknya di tengah hutan dan di bagian Hulu Sungai Mahakam.
Anwar mengatakan, sebelum adanya pandemi Covid-19, Dinas Dikbud Kaltim sudah bekerja sama dengan RRI Samarinda untuk membuat program belajar melalui radio bertajuk ”Ibu Pertiwi Memanggil”. Pada mulanya program itu diperuntukkan bagi pelajar tingkat SMA dan SMK.
”Ketika ada pandemi ini, program itu akhirnya kami tujukan untuk pelajar dari SD, SMP, dan SMA,” kata Anwar.
Setiap pukul 11.00-12.00 Wita dari Senin-Jumat, para guru dari berbagai jenjang memberi pemaparan materi belajar. Sampai saat ini, rata-rata terdapat 220 orang pendengar di Kalimantan Timur yang berpartisipasi dalam program itu.
Di Kabupaten Paser, sebuah sekolah terletak di wilayah yang terisolasi. SDN 006 Batu Sopang di Desa Rantau Buta, Kecamatan Batu Sopang, terletak sekitar 135 kilometer dari Kantor Bupati Paser. Desa Rantau Buta belum teraliri listrik. Masyarakat di sana menggunakan genset kampung untuk penerangan. Sinyal internet tak masuk ke desa.
”Jumlah seluruh murid di sana hanya enam orang. Mereka tinggal tidak berjauhan. Oleh sebab itu, guru bisa bertatap muka dengan murid dan memberi materi beberapa kali dalam seminggu,” kata Kepala Dinas Dikbud Paser Murhariyanto.
Ia mengatakan, siswa, orangtua, dan guru juga harus bekerja keras untuk belajar di beberapa daerah lain. Murhariyanto menerima laporan dari dua kepala SMP di Kecamatan Long Ikis terkait sulitnya berkomunikasi dengan orangtua dan siswa saat belajar daring.
Kecamatan Long Ikis terletak sekitar 70 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Paser. Beberapa desa di sana tidak bisa mengakses internet karena lokasinya yang tertutup hutan dan jauh dari pemancar sinyal.
”Akhirnya, siswa dan orangtua berkumpul di tempat-tempat yang bisa mendapatkan akses internet untuk mengumpulkan tugas atau berkomunikasi dengan guru,” kata Murhariyanto.