Banjir melanda enam desa di Lembah Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Sabtu (2/5/2020) dini hari, akibat luapan Sungai Lariang dan tiga sungai yang membentuk Sungai Lariang. Ratusan rumah terendam.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Banjir melanda enam desa di Lembah Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Sabtu (2/5/2020) dini hari, akibat luapan Sungai Lariang dan tiga sungai yang membentuk Sungai Lariang. Ratusan rumah terendam dengan ketinggian air mencapai 75 sentimeter hingga 1 meter. Warga mengungsi ke rumah saudara mereka yang tidak terkena banjir.
Sabtu sore, banjir sudah surut, tetapi belum tandas. ”Warga bersama dengan anggota Polri dan TNI di lokasi bergotong royong membersihkan air dan material banjir di rumah-rumah warga dan jalan,” kata Kepala Subbagian Penerangan Masyarakat Polda Sulteng Komisaris Sugeng Lestari. Titik banjir itu juga belum bisa dijangkau karena akses dari Poso ke Lembah Napu masih tertutup longsor.
Data yang dirilis Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah menyebutkan, bencana alam itu melanda enam desa, yakni Wuasa, Kaduwaa, Alitupu, Banyusari, dan Watumaeta di Kecamatan Lore Utara serta Talibosa di Kecamatan Lore Peore. Kondisi terparah terjadi di Desa Banyusari. Rumah terendam di desa itu mencapai 117 unit atau separuh lebih dari total rumah di desa itu.
”Di Banyusari ada dua rumah yang hanyut. Daerah itu terdampak parah karena anak sungai yang kelebihan air bertemu di situ membentuk Sungai Lariang,” kata Idris Tunulele (48), warga Desa Wuasa, saat dihubungi dari Palu, Sulteng, Sabtu.
Idris mengatakan, sebelum banjir, hujan lebat melanda Lembah Napu pada Jumat (1/5/2020) hingga Sabtu dini hari. Adapun sungai yang meluap adalah Sungai Watumaeta di Desa Watumaeta dan Desa Alitupu, Sungai Pembalaa di Desa Wuasa, serta Sungai Kaduwaa di Desa Kaduwaa. Sungai-sungai itu bertemu membentuk Sungai Lariang di sekitar Desa Banyusari yang berhulu di Taman Nasional Lore Lindu yang mengelilingi sebagian besar Lembah Napu.
Air juga membawa lumpur dan potongan kayu.
Idris menyebutkan, rumah warga yang dilanda banjir kebanyakan berada di pinggir sungai. Air juga membawa lumpur dan potongan kayu. Ketinggian air mencapai 75 sentimeter hingga 1 meter.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Poso Marhaento Bouti menyatakan, saat ini pihaknya belum bisa bergerak ke lokasi banjir karena adanya longsor di antara Desa Sangginora dan Tangkura, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, yang merupakan jalan utama dari kota Poso ke Lembah Napu. Lalu lintas saat ini masih lumpuh. Otoritas terkait saat ini mulai membersihkan material longsoran.
Terkait bantuan kebutuhan pokok untuk warga terdampak banjir, Marhaento memastikan, pihaknya berkoordinasi dengan aparat desa dan kecamatan di lokasi banjir untuk mengurus kebutuhan warga.
Idrus menyatakan, Lembah Napu yang berjarak sekitar 60 kilometer dari kota Poso atau 120 kilometer dari Palu itu selama ini jarang dilanda banjir. Banjir terakhir melanda daerah penghasil hortikultura itu pada 2012. Banjir hanya melanda tak lebih dari 20 rumah di Desa Wuasa akibat luapan Sungai Pembalaa.
Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Mutiara, Palu, secara umum cuaca di Kabupaten Poso masih perlu diwaspadai hingga Senin (4/5/2020). Di daerah itu ada potensi tinggi pembentukan awan tebal dan diprediksi turun hujan dalam dua hari ke depan. Selain Poso, daerah yang patut diwaspadai adalah Kabupaten Tolitoli yang juga punya riwayat banjir dan Kabupaten Banggai Laut.