Kelaparan, Warga Pulau Terluar Maluku Hidup dari Bantuan Tetangga
Sejumlah warga di Desa Eliasa, Pulau Selaru, Maluku, kehabisan makanan sehingga mengalami kelaparan. Mereka menyambung hidup dengan meminta makanan dari tetangga yang sama-sama kesulitan di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Sejumlah warga di Desa Eliasa, Pulau Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, kehabisan makanan sehingga mengalami kelaparan sejak beberapa hari terakhir. Mereka menyambung hidup dengan meminta makanan dari tetangga yang juga tengah kesulitan menghadapi pandemi Covid-19. Pemerintah daerah setempat mengakui, masyarakat di pulau itu belum tersentuh bantuan lantaran hingga saat ini masih dalam proses pendataan.
Pendeta Frets Salakan, tokoh agama di Desa Eliasa, saat menghubungi Kompas di Ambon, Sabtu (2/5/2020), menuturkan, warga yang kelaparan itu kebanyakan buruh serabutan dengan penghasilan tidak menentu. ”Mereka (adalah warga) yang biasa bantu bersihkan rumput laut, angkat ikan, dan bantu kerja bangunan. Sekarang semua berhenti total sehingga tidak ada uang untuk beli makanan,” katanya. Hampir semua warga di desa itu hidup di bawah garis kemiskinan.
Menurut dia, para buruh serabutan itu biasa hidup dari penghasilan harian sekitar Rp 50.000 hingga Rp 100.000. Kini, tak ada lagi yang memakai jasa mereka sehingga tak ada pemasukan. Mereka juga tak punya tabungan. Untuk kebutuhan sehari-hari, mereka terbantu dengan hasil kebun berupa pisang dan umbi-umbian. ”Dalam satu bulan terakhir, mereka hanya makan pisang dan ubi. Sekarang stok di kebun mereka sudah habis,” ujarnya.
Sementara petani dan nelayan adalah kelompok berikutnya yang kini terancam. Saat ini, harga kopra anjlok. Rumput laut dan ikan pun tidak laku di pasaran. Sementara harga barang kebutuhan pokok terus melonjak. Beras dalam kemasan 20 kilogram dijual hingga Rp 280.000. Di tingkat pengecer, harga beras per kilogram mencapai Rp 15.000. Harga satu liter bensin Rp 15.000 dan cenderung naik.
Kelompok petani dan nelayan itu kini menggunakan sisa tabungan dan hasil kebun yang juga semakin menipis. Jika kondisi ini masih terus berlangsung, mereka juga akan ikut kehabisan bahan makanan. ”Sekarang, orang-orang yang minta makan ke tetangga semakin banyak. Tetangga juga lagi susah jadi tidak membantu banyak. Ada yang malu minta sehingga mungkin hanya minum air saja,” katanya.
Ia mengatakan, pihak gereja telah mendorong masyarakat setempat untuk menanam ubi jalar yang sudah bisa dipanen setelah tiga bulan. Proses tanam sudah dimulai sekitar satu bulan belakangan. Perintah menanam pangan lokal itu merupakan program Gereja Protestan Maluku (GPM) yang ditetapkan di semua komunitas jemaat. GPM memiliki 762 komunitas jemaat dengan jumlah anggota lebih dari setengah juta jiwa.
Hingga saat ini, masyarakat di desa itu belum menerima bantuan berupa uang dann bahan kebutuhan pokok baik dari pemerintah maupun para donatur.
Menurut dia, hingga saat ini, masyarakat di desa itu belum menerima bantuan berupa uang dan bahan kebutuhan pokok baik dari pemerintah maupun para donatur. Pihak gereja sudah berkoordinasi dengan pemerintah desa, tetapi belum ada tindak lanjut yang pasti. ”Masyarakat hidup dengan doa saja sambil tunggu mukjizat dari Tuhan. Kami pasrah dengan keadaan,” katanya.
Eliasa merupakan desa yang berada di bagian barat Pulau Selaru. Desa itu berpenduduk 767 jiwa. Untuk mencapai Eliasa, dari Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar, harus menyeberang dengan kapal cepat sekitar satu jam kemudian menumpang ojek sekitar satu jam. Pulau Selaru merupakan pulau terluar yang berhadapan langsung dengan Australia.
Sementara itu, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Kepulauan Tanimbar Andre Kurniawan yang dikonfirmasi secara terpisah mengatakan, bantuan bagi warga terdampak sudah mulai disalurkan tetapi masih sebatas di Saumlaki. Sejauh ini warga Pulau Selaru belum mendapatkan bantauan. ”Saat ini sedang dalam pendataan,” ujarnya.
Terkait warga yang kelaparan akibat kehabisan makanan, Andre berjanji, gugus tugas akan mempercepat pendataan. Ia juga akan berkoordinasi dengan pemerintah desa setempat untuk mengambil langkah darurat. Pengiriman bantuan ke Selaru dapat dilakukan menggunakan kapal. ”Kami akan proses lebih cepat,” katanya.
Catatan Kompas, saat ini, pemerintah mulai menerapakan jaringan pengaman sosial melalui pemberian bahan pokok. Di Maluku, sebanyak 103.239 keluarga penerima manfaat. Dalam satu bulan terhitung sejak April hingga Desember 2020, satu keluarga mendapatkan Rp 200.000. Bantuan tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Masih banyak kasus kekurangan makanan hingga kelaparan yang belum mencuat ke publik.
Pihak provinsi dan kabupaten/kota juga menyiapkan program tambahan. Sumber anggaran ditanggung provinsi sebanyak 20 persen dan sisanya kabupaten kota. Ada data tambahan sekitar 73.000 keluarga. Kabupaten/kota masih melengkapi data. Prosesnya terkendala sistem jaringan internet.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol mengatakan, kasus di Desa Eliasa merupakan fenomena gunung es. Masih banyak kasus kekurangan makanan hingga kelaparan yang belum mencuat ke publik. ”Pandemi ini sudah ditetapkan awal Maret lalu dan sekarang sudah bulan Mei. Perlu langkah cepat,” ujarnya.