Gubernur Tawarkan PSBB ke Kota Mataram dan Lombok Barat
Gubernur NTB Zulkieflimansyah menawarkan kebijakan PSBB kepada Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah menawarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kepada Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat. Kedua wilayah bertetangga yang telah ditetapkan sebagai daerah dengan transmisi lokal Covid-19 itu belum memberikan keputusan karena membutuhkan waktu untuk mengkajinya.
Zulkieflimansyah menyampaikan hal itu pada rapat terbatas di ruang rapat utama Kantor Gubernur NTB di Mataram, Minggu (3/5/2020). ”Kami tawarkan kepada Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat untuk menerapkan PSBB. Kalau memang kita sepakati, mari kita terapkan,” kata Zulkieflimansyah lewat siaran resminya, Minggu malam.
Tawaran untuk menerapkan PSBB tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9/2020 tentang pedoman PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
Permenkes tersebut menyatakan, penerapan PSBB didasarkan pada empat kondisi. Pertama, peningkatan jumlah kasus menurut waktu. Kedua, penyebaran kasus menurut waktu. Ketiga, kejadian transmisi lokal. Keempat, kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana prasarana kesehatan, anggaran, operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi NTB, dari 268 kasus positif Covid-19 di NTB, Mataram saat ini menjadi daerah dengan pasien terbanyak, yakni 68 orang. Kabupaten Dompu berada di posisi kedua dengan 37 kasus positif dan Lombok Barat di posisi ketiga dengan 32 kasus.
Pembatasan sosialisasi
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan Kota Mataram dan Lombok Barat menjadi dua dari tiga wilayah di NTB sebagai daerah transmisi lokal penyebaran virus korona. Satu daerah lainnya adalah Lombok Timur, yang saat ini memiliki 19 kasus positif.
Wakil Gubernur NTB, yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi NTB, Sitti Rohmi Djalillah, menawarkan cara lain, yakni pembatasan waktu masyarakat bersosialisasi (PWMB). Itu juga sebagai pendukung pencegahan Covid-19 di NTB.
Sitti menjelaskan, PWMB berlangsung pada pukul 06.00-16.00, masyarakat dapat bersosialisasi, bepergian mencari bahan penopang hidup, dan kepentingan yang sangat mendesak. Setelah itu, pada pukul 16.00-20.00, masyarakat yang boleh bersosialisasi di luar rumah dibatasi.
”Tentunya itu semua dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan dengan menggunakan masker, menjaga jarak, dan petugas secara ketat melakukan razia masker,” kata Sitti.
Menanggapi tawaran itu, Wali Kota Mataram Ahyar Abduh mengatakan, Mataram memiliki program penanganan Covid-19 berbasis lingkungan. ”Kami alhamdulillah sudah memberlakukan penanganan Covid-19 berbasis lingkungan, mulai dari pemberlakuan jam malam dan mengawasi orang yang keluar-masuk kota Mataram,” ungkapnya.
Menurut Ahyar, tawaran PSBB kepada kota Mataram tersebut akan dikaji lebih dalam lagi. Hal itu mengingat Kota Mataram menunjukkan angka Covid-19 paling tinggi di NTB.
Pantauan Kompas, penerapan jam malam di Mataram yang dimulai dari pukul 22.00 Wita hingga pukul 06.00 WITA sudah cukup dipatuhi oleh warga. Hal itu tampak dari jalan raya yang lengang serta tempat publik dan taman kota yang sepi.
Begitu juga dengan pengawasan orang yang masuk ke Kota Mataram. Di sejumlah pintu masuk, dilakukan pemeriksaan kesehatan para pengendara, baik sepeda motor maupun roda empat. Hanya saja, pengawasan di perbatasan tidak selalu dilakukan.
Bupati Lombok Barat Fauzan Halid mengatakan, PSBB harus dipertimbangkan secara matang. ”Pada intinya, sikap seluruh bupati/wali kota harus sama. Harus dipikirkan juga ketersediaan (kesiapan menghadapi dampak) ekonomi. Yang kami takutkan, PSBB tersebut akan memicu perlawanan dari masyarakat,” kata Fauzan.