Kualitas Bantuan Makanan Siap Santap Perlu Dijamin
Bantuan makanan siap santap bagi warga terdampak pada masa pandemi Covid-19 harus memperhatikan komposisi gizi menu. Selain itu, perlu dibangun jejaring antarkelompok pemberi bantuan agar distribusi dapat merata.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Bantuan makanan siap santap sebagai salah satu bentuk solidaritas sosial pada masa pandemi Covid-19 mesti tetap disertai jaminan kelayakan dan standar gizi. Selain itu, perlu dibentuk jejaring antarkelompok pemberi bantuan agar makanan siap santap terdistribusi merata.
Pemberian bantuan makanan siap santap tersebut muncul seiring kondisi pandemi yang berdampak secara ekonomi, terutama bagi kalangan warga kecil. Solidaritas Pangan Jogja merupakan salah satu gerakan relawan yang coba memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19 dengan pemberian makanan siap santap.
Koordinator Solidaritas Pangan Jogja (SPJ) Syafiatudina menyampaikan, pihaknya mengupayakan bantuan makanan yang diberikan selalu mengandung karbohidrat, protein, dan sayuran. Kontrol kualitas makanan dilakukan oleh setiap dapur. Ada yang memasak secara swadaya, ada pula yang memesan katering.
”Di Dapur Ngadiwinatan (salah satu jaringan dapur), bahkan nasi bungkus itu kami makan juga supaya tahu rasanya. Relawan juga banyak yang makan dari situ juga,” ucap Dina, sapaan akrab Syafiatudina, saat dihubungi, Minggu (3/5/2020).
Total sudah ada sedikitnya 11 dapur umum dalam jaringan gerakan Solidaritas Pangan Jogja. Sasaran pemberian bantuan adalah kalangan pekerja informal hingga lansia yang kondisi perekonomiannya tertekan akibat diserang wabah.
Di jaringan dapur SPJ lainnya di Cepokojajar, Kabupaten Bantul, salah satu contoh menu yang pernah dibuat adalah nasi sup sayur dengan lauk tempe goreng. Sup dan tempe goreng dibungkus tersendiri dipisah dengan nasinya. Ini dilakukan supaya kondisi bungkus lebih tahan lama dan lebih layak disantap.
Komunikasi terus dijalin dengan penerima bantuan. Hal itu justru menjadi salah satu bagian terpenting dalam penyaluran bantuan.
Dina menambahkan, pihaknya juga tak hanya sekadar memberikan bantuan makanan begitu saja. Komunikasi terus dijalin dengan penerima bantuan. Menurut dia, hal itu justru menjadi salah satu bagian terpenting dalam penyaluran bantuan.
”Jadi, sebenarnya ada relasi. Jika ada yang dibutuhkan mereka bisa bilang. Dengan komunikasi ini, kami jadi tahu apa-apa saja yang mereka butuhkan. Menurut saya, ini tantangan yang lebih besar daripada sekadar menyajikan makanan yang proper (layak),” kata Dina.
Dihubungi terpisah, Ignasius Kendal, koordinator Dapur Aksi Berbagi, menyampaikan, pihaknya selalu berusaha memberikan makanan bantuan siap santap dengan sajian menarik. Salah satunya dengan mengolaborasikan warna sayuran dan lauk yang disajikan. Selain itu, cita rasa makanan juga tak boleh dilupakan.
Sejak dimulai awal April, sudah ada 25-30 menu yang dihasilkan Dapur Aksi Berbagi. Kandungan makanannya juga selalu mencakup karbohidrat, protein, dan sayuran.
”Ini bukan situasi saat ada orang kelaparan yang butuh makanan cepat. Kami membayangkan agar penerima makanan siap santap ini dapat makan yang bentuknya indah dan rasanya enak. Maka, ada komposisi yang diatur,” kata Kendal.
Ia menambahkan, pihaknya juga membangun komunikasi dalam bentuk jejaring dengan para penerima bantuan. Selain untuk mendapatkan masukan, tujuan lain agar bantuan yang diberikan bisa tepat sasaran.
Tidak hanya kalangan relawan yang turun tangan memberikan bantuan makanan siap santap. Kalangan pengusaha, termasuk pengelola mal, ikut pula memberikan bantuan serupa. Salah satunya Malioboro Mall. Aksi pemberian bantuan tersebut dilakukan tim yang dibentuk pengelola bernama ”Malioboro Mall Peduli Covid-19”.
Eunike Satyarini, Marketing and Promotion Malioboro Mall, menyampaikan, pemberian bantuan sosial berupa makanan siap santap itu dimulai sejak akhir Maret. Setiap hari, sedikitnya ada 50 nasi bungkus yang dibagikan kepada kelompok tukang sampah, tukang becak, penyapu jalan, dan pihak lainnya yang membutuhkan di kawasan sekitar Malioboro.
Antarpemberi bantuan perlu membuat jaringan. Mana yang berlebih, mana yang kurang. Media komunikasi ini penting untuk dibentuk.
Namun, sempat beredar unggahan foto di media sosial Facebook yang menunjukkan nasi bungkus berlabel ”Malioboro Mall Peduli Covid-19” dibuang dalam keadaan utuh. Nasi bungkus itu berisikan beberapa potong gorengan dan nasi putih. Ada pula yang berisi nasi goreng dengan seiris tomat. Pengunggah foto tersebut menyayangkan ada pihak yang membuang makanan tersebut. Ia juga mempertanyakan apakah sajiannya yang membuat makanan itu dibuang.
”Dari sekian banyak orang yang menerima, mungkin ada yang tidak berkenan. Namun, kami yakin banyak juga yang bersyukur bisa terbantu dan makan dari hari ke hari,” kata Eunike, melalui pesan singkatnya.
Dihubungi terpisah, sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito, menyampaikan, masyarakat Indonesia punya modal sosial yang kuat. Solidaritas yang muncul dalam bentuk pemberian bantuan sosial sewaktu pandemi ini menjadi salah satu buktinya. Namun, pemerataan penyaluran bantuan itu menjadi hal terpenting.
”Antarpemberi bantuan perlu membuat jaringan. Mana yang berlebih, mana yang kurang. Media komunikasi ini penting untuk dibentuk. Ini untuk menghindari penumpukan bantuan ke satu kalangan atau wilayah. Alangkah baiknya kalau antarmereka ini membuat jaringan,” kata Arie.