Harga Telur Rendah Bayangi Peternak Selama Pandemi
Harga jual telur ayam di Blitar, Jawa Timur, anjlok lagi karena penyerapan rendah. Pasar utama telur asal Blitar adalah Jabodetabek yang kini memberlakukan pembatasan sosial berskala besar.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Harga jual telur rendah membayangi peternak ayam layer (petelur) di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, selama pandemi Covid-19 berlangsung. Maraknya pembatasan sosial berskala besar di sejumlah daerah memengaruhi serapan telur di peternak. Sebab, kota/kabupaten yang melaksanakan pembatasan sosial berskala besar umumnya merupakan pasar utama telur asal Blitar.
Pantauan Kompas dalam beberapa pekan terakhir, harga telur di tingkat peternak terus merosot. Jika awal April 2020 harga telur di tingkat peternak masih di kisaran Rp 20.000-21.000 per kilogram (kg), lalu turun menjadi Rp 17.000-Rp 18.000 per kg pada pertengahan April, dan pada akhir April turun lagi menjadi Rp 15.000-Rp 16.000 per kg.
”Dua hari ini harganya di kisaran Rp 15.000 per kg. Saya menawarkan ke pedagang Rp 15.800 per kg, mereka tidak mau membeli. Saya dapat informasi harga telur di Cirebon hanya Rp 16.200 per kg. Padahal, pedagang di Cirebon dapat telur dari Tulungagung. Pasti di Tulungagung harganya juga Rp 15.000-an per kg,” ujar Wakil Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional Blitar Sukarman, Rabu pekan lalu.
Blitar merupakan sentra penghasil telur di Jawa Timur dengan jumlah peternak lebih dari 4.000 orang. Produksi telur mencapai 1.000 ton per hari. Dari jumlah tersebut, 65-70 persen telur dikirim untuk memenuhi kebutuhan konsumen di Jakarta dan sekitarnya. Sisanya 30-35 persen untuk memenuhi kebutuhan Jawa Timur dan daerah lain.
Seperti diketahui, pasar utama telur Blitar, yakni Jakarta dan sekitarnya, telah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak beberapa waktu lalu. Sementara Surabaya Raya baru menerapkan PSBB pada 28 April. Tidak tertutup kemungkinan kota-kota lain di Jawa akan menerapkan kebijakan serupa untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Artinya, menurut Sukarman, bukan tidak mungkin harga telur akan bertahan seperti saat ini dalam waktu lama atau bahkan lebih rendah lagi. Apalagi, di sisi lain, ada indikasi telur tetas untuk anakan ayam (DOC) saat ini juga mengisi pasar akibat rendahnya harga ayam potong.
”Harapannya pandemi segera berakhir. Saat ini tidak hanya telur yang harganya rendah. Ayam petelur afkir juga sulit laku karena harga ayam potong juga rendah,” ujarnya.
Padahal, titik impas agar peternak mendapat untung adalah Rp 19.000 per kg. Mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020, harga batas bawah pembelian telur di tingkat peternak Rp 19.000 per kg dan batas atas Rp 21.000 per kg.
Mengenai upaya peternak, kata Sukarman, mereka menghadapi situasi serba sulit. Mengurangi kualitas pakan bukan langkah bijaksana karena akan berdampak pada turunnya produktivitas telur dalam jangka waktu lama. Produktivitas ayam yang sudah rusak sulit dikembalikan.
”Harapannya melalui bantuan sosial. Semoga banyak daerah menerapkan bantuan sosial berwujud telur, apakah itu program Bantuan Pangan Nontunai, Program Keluarga Harapan, atau lainnya. Kemarin kami kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menjual telur di Lumbung Pangandi Surabaya. Dari Kabupaten Blitar juga ada pembelian, tetapi tidak banyak,” tuturnya.
Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar Adi Andaka, banyak sektor sekunder, seperti warung makan dan restoran tutup akibat pandemi dan PSBB. Hal ini memengaruhi serapan telur dari Blitar, selain faktor keberanian sopir truk mengangkut telur ke daerah yang menjadi zona merah Covid-19.
”Harapannya telur bisa diarahkan untuk bantuan sosial. Gubernur Jawa Timur (Khofifah Indar Parawansa), juga untuk bantuan sosial, mau 2.000 ton minggu-minggu ini,” katanya.
Pemerintah Kabupaten Blitar juga mengalokasikan bantuan paket untuk 42.296 warga Blitar akibat Covid-19. Paket tersebut berisi produk usaha mikro kecil dan menengah, mulai dari telur, produk pangan, hingga masker. Nilai masing-masing paket sebesar Rp 200.000 dan diberikan simultan selama April-Juni.
Gabah lancar
Berbeda dari telur ayam, harga gabah di tingkat petani di Kabupaten Malang pada panen raya kali ini cenderung stabil meski tengah pandemi. Saat ini harga gabah kering giling di petani mencapai Rp 4.800 per kg, sedangkan di tempat penggilingan Rp 5.100-Rp 5.200 per kg.
”Gabah di Malang memang cenderung stabil. Tidak hanya panen kali ini, tetapi juga tahun-tahun sebelumnya. Mengapa demikian? Karena beras produksi Malang kualitasnya tinggi untuk semua varietas,” ujar pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Malang, Ali Masjudi.
Menurut Ali, secara umum kualitas tanaman pada musim tanah kali ini bagus. Cuaca kondusif, sedangkan serangan hama cukup kecil.
Begitu pula serapan gabah dan beras sejauh ini lancar. Tidak ada kendala. Bahkan, ada permintaan dari Pemerintah Kabupaten Malang terhadap beberapa gabungan kelompok tani sebesar 700 ton dalam rangka bantuan sosial.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang Budiar Anwar mengatakan, puncak panen raya di Kabupaten Malang tahun ini bergeser satu bulan dibandingkan dengan tahun lalu. Hal ini merupakan dampak mundurnya awal musim hujan. Jika tahun lalu puncak panen terjadi pada bulan Maret-Mei, tahun ini menjadi April-Juni.
”Pergeseran masa panen ini hanya berpengaruh pada perbedaan luasan panen. Jika tahun lalu, hingga akhir Maret, luas panen mencapai 17.074 hektar, pada periode yang sama tahun ini baru mencapai 11.241 hektar,” katanya.
Artinya, jika dihitung dengan produktivitas rata-rata 7,9 ton per hektar, produksi padi di Kabupaten Malang hingga akhir Maret 2020 baru mencapai 88.803 ton gabah kering giling. Sementara pada periode yang sama tahun 2019 sebanyak 134.884 ton gabah kering giling. Budiar optimistis selisih produksi ini akan tertutupi oleh panen April-Juni.