Kunjungan wisatawan sepi, pelaku wisata di kawasan Borobudur, Jawa Tengah, mulai menjual barang.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebagian pelaku wisata di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mulai menjual aset hingga perangkat pendukung kerjanya. Hal ini terpaksa dilakukan demi menopang ekonomi keluarga yang terguncang karena sepinya kunjungan wisatawan selama hampir dua bulan terakhir ini.
Ketua Forum Rembug Klaster Pariwisata Borobudur Kirno Prasojo, Rabu (6/5/2020), mengatakan, sebagian pelaku wisata di kawasan Borobudur yang mulai sering menawarkan barang untuk dijual adalah kusir dokar wisata.
”Mulai dari menawarkan menjual kereta hingga kuda. Ada pula kusir dokar yang bahkan menawarkan kartu tanda anggota paguyuban dokar wisata. Hal ini memperlihatkan mereka sudah terdesak kebutuhan untuk bertahan hidup,” ujar Kirno.
Selain kusir dokar, ada sebagian pelaku wisata lain yang mulai menawarkan tanah atau kendaraan. Sebagian pelaku wisata dari kelompok pedagang barang kerajinan yang biasa berdagang di dalam dan di sekitar Taman Wisata Candi Borobudur kini juga mulai bergerak mencari lokasi berjualan baru.
”Sebagian dari pedagang kini mulai membuka lapak, berjualan di pasar dan di jalan-jalan,” ujar Kirno. Sejumlah pedagang, seperti penjual batik, berjualan di rumah dan menawarkan barang dagangannya secara daring.
Wabah Covid-19 memukul perekonomian masyarakat kawasan Borobudur yang bergantung pada sektor pariwisata. Jumlah pelaku wisata di kawasan tersebut mencapai sekitar 7.000 orang. Saat ini lebih dari 70 persen di antaranya menganggur.
Selain kusir dokar dan pedagang, pelaku wisata tersebut terdiri dari pemilik homestay dan rumah makan, pegawai hotel dan restoran, pemandu wisata, serta pelaku seni.
Setiap tahun, Kirno mengatakan, musim libur Lebaran adalah masa yang ditunggu karena menjadi musim ”panen” wisata. Namun, tahun ini, di tengah situasi pandemi, Lebaran diprediksi menjadi puncak ketegangan dan keputusasaan para pelaku wisata.
”Jika situasi tidak kunjung membaik, setelah Lebaran, banyak warga pelaku wisata di kawasan Borobudur akan mulai mengabaikan perintah tinggal di rumah dan akan pergi ke mana saja demi menjual barang atau melakukan aktivitas ekonomi apa pun di luar rumah,” tutur Kirno.
Saat ini pun, menurut dia, sejumlah pedagang juga mulai menyampaikan rencananya untuk berdagang di tepi jalan di Kota Magelang.
Ada seniman yang kembali bertani dan ada pula yang berdagang menjual alat-alat pertanian seperti cangkul.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kabupaten Magelang Soni Warsono dalam kesempatan terpisah mengatakan, para pemandu wisata di Kabupaten Magelang sementara ini hanya bisa mengikuti anjuran pemerintah untuk tinggal di rumah. Mereka belum memiliki ide untuk menerjuni profesi lain karena selama ini hanya mengandalkan hidup pada kunjungan wisatawan.
Ketua Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) 15 Umar Chusaeni menyampaikan, di tengah sepinya permintaan lukisan dan patung di masa pandemi, sejumlah seniman KSBI 15 kini terpaksa memenuhi kebutuhan hidup dengan beralih ke profesi lain. ”Ada seniman yang kembali bertani dan ada pula yang berdagang menjual alat-alat pertanian seperti cangkul,” ujarnya.
Umar, yang juga pemilik Limanjawi Art Gallery, mengatakan, aktivitas penjualan karya seni para seniman KSBI bergantung pada kunjungan wisatawan di kawasan Borobudur. Selama ini, 90 persen pencinta dan pembeli karya seni mereka adalah warga asing.
Para warga asing itu biasanya membeli karya seni setelah berwisata di kawasan Borobudur dan melihat langsung lukisan dan patung di Limanjawi Art Gallery.
Dengan sepinya kunjungan tamu, Umar mengatakan, sejumlah seniman mulai menawarkan lukisannya secara daring serta memanfaatkan ajang pameran daring, termasuk pameran dengan tujuan menggalang dana untuk penanganan Covid-19.
Namun, karena produk seni bukan termasuk kebutuhan pokok, penjualan sepi peminat. Akibat kondisi tersebut, banyak seniman kini hanya bertahan dengan simpanan uang dari penjualan karya pada bulan-bulan sebelumnya. ”Inilah masanya kami ’mantab’ alias makan tabungan,” ucap Umar.