Realisasi penyerapan beras oleh Bulog sepanjang Januari-April 2020 baru 12,5 persen dari target tahun ini dan 54,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Besaran HPP dinilai kurang mendukung penyerapan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi penyerapan gabah dan beras oleh Perum Bulog untuk cadangan beras pemerintah sepanjang Januari-April 2020, menurut Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, mencapai 176.148 ton atau 45,8 persen dari target pengadaan periode itu. Besaran harga pembelian pemerintah atau HPP dinilai jadi kendala penyerapan.
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020, HPP gabah di tingkat petani ditetapkan Rp 4.200 per kilogram (kg) gabah kering panen (GKP). Namun, harga gabah di lapangan umumnya lebih tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS), misalnya, mencatat, harga gabah pada April 2020 mencapai Rp 4.600 per kg GKP.
Realisasi Januari-April 2020 tercatat baru 12,5 persen dari target 1,4 juta ton penyerapan tahun ini dan 54,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. ”Penyerapan lebih rendah karena harga gabah/beras masih di atas HPP,” kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal saat dihubungi, Selasa (5/5/2020).
Lesunya penyerapan gabah/beras produksi dalam negeri oleh Bulog bersamaan dengan merosotnya nilai tukar petani (NTP) pada April 2020 yang tercatat 100,32, terus turun sejak Januari 2020. Penurunan NTP menandakan harga yang dibayar petani semakin tinggi, sementara harga yang mereka terima semakin turun.
Penyerapan gabah/beras oleh Bulog diharapkan mendongkrak harga di tingkat petani. Namun, oleh sejumlah organisasi petani, besaran HPP sebagai instrumen pelindung harga di tingkat petani idealnya di atas ongkos produksi.
Menurut Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja, ongkos produksi padi kini berkisar Rp 4.200-Rp 4.500 per kg. Tak hanya menopang penyerapan beras oleh Bulog, peningkatan HPP juga dapat menjaga daya produksi dan daya beli petani.
Bantuan petani
Di sisi lain, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merencanakan menyalurkan bantuan bagi petani Rp 600.000 per bulan selama pandemi Covid-19. Rinciannya, Rp 300.000 untuk kebutuhan sehari-hari dan Rp 300.000 untuk produksi pertanian.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyatakan, bantuan tersebut akan ditindaklanjuti oleh Kementerian Pertanian serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Menurut Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi, keberhasilan penyaluran bantuan tersebut bergantung pada strategi, teknis, dan mekanismenya. ”Pemerintah mesti memerinci kriteria petani dan buruh tani yang menerima bantuan. Mekanismenya juga perlu dipertimbangkan, melalui tunai atau transfer nontunai,” ujarnya.
Karena bantuan tersebut meliputi produksi pertanian, Bayu menilai, waktu penyalurannya mesti memperhatikan musim tanam tiap komoditas pangan. Apalagi, setiap petani dan komoditas pertanian memiliki karakteristik berbeda-beda, begitu pula daerah tanamnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan, insentif yang diberikan kepada petani berupa benih unggul, pupuk bersubsidi, alat mesin pertanian, asuransi pertanian, dan kredit usaha rakyat (KUR). Kementerian Pertanian juga menyiapkan bantuan alat mesin pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian.
Dalam menghadapi pandemi Covid-19, Syahrul menyebutkan, pemerintah tengah menyiapkan insentif bagi petani untuk tetap dapat berproduksi. ”Kami butuh lebih banyak anggaran untuk memenuhi insentif bagi seluruh petani. Kami akan memberikan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan wilayah produksi,” katanya.
Menanggapi permintaan Presiden Joko Widodo, Syahrul menyatakan, Kementerian Pertanian akan menyiapkan lahan cetak sawah seluas 600.000 hektar dengan 400.000 hektar di antaranya merupakan lahan rawa. Dengan estimasi produktivitas sebesar 3 ton per hektar, lahan ini diharapkan dapat memberikan tambahan pada stok beras nasional di akhir tahun 2020 sebesar 1,8 juta ton.
Pencetakan lahan sawah baru merupakan langkah ekstensifikasi. Pengamat pertanian IPB University, Muhamad Firdaus, menyatakan, langkah intensifikasi yang berupa peningkatan produktivitas dan penguatan infrastruktur pertanian menjadi prioritas yang mesti dijalani pemerintah di tengah situasi pandemi Covid-19.